#7 Kesepakatan

21.8K 846 6
                                    

Author POV

Allahu Akbar

Suara adzan subuh berkumandan.

Alvian terbangun mendengar suara adzan. Dia melihat ke arah samping dan didapatinya sang istri masih tertidur pulas.

Alvian mengambil hp dan membuka file musiknya, saat mendapati file dengan nama adzan, dikliknya dan terdengarlah suara adzan yang lebih kencang dari adzan di mesjid. Alvian mendekatkan hpnya di telinga Raeni.

"M..m..m..m.." terdengar suara Raeni dengan gerakan kecil menandakan tidurnya yang terganggu.

"Sudah masuk waktu subuh, cepat bangun. Kalau tidak, saya tinggal sholat." Alvian lalu pergi meninggalkan Raeni.

Alvian melangkah ke kamar mandi. Dia memutuskan untuk sholat subuh di rumah saja, berjamaah dengan sang istri.

Raeni telah bangun dan duduk di tepian ranjang untuk mengumpulkan nyawanya yang terbagi-bagi, berkeliaran di alam mimpi. Setelah terkumpul sepenuhnya, dia beralih mempersiapkan alat sholat untuknya  dan sang suami sambil menunggu Alvian yang sedang ke kamar mandi.

Beberapa menit kemudian Alvian kembali ke kamar dan Raeni langsung keluar kamar tanpa menatap Alvian sedikit pun.

Setelah Raeni berwudhu, dia memakai mukenah dan mengambil posisinya sebagai makmum.

Beberapa menit kemudian, setelah selesai sholat, saat Alvian hendak berdiri dan memegang sejadah untuk melipatnya. Tiba-tiba Raeni mengambil sejadah di tangan Alvian dengan tangan kirinya dan sedetik kemudian, dia menarik tangan kanan Alvian, lalu menciumi punggung tangannya.

Tak ada kata yang terucap dari mulut Raeni, tidak seperti sebelumnya bahkan memandangi suaminya pun tidak. Alvian hanya melongo melihat tingkah istrinya.

Raeni masih merasa kesal karena ditinggal tidur oleh Alvian. Bahkan dia harus berbicara sendiri seperti orang gila di tengah malam.

Raeni beranjak dari duduknya menuju meja rias dan mengambil kitab suci al-quran, setelah itu beralih menuju ranjang dan duduk manis melantungkan ayat suci al-quran.

Alvian POV

"Ada apa dengannya ?" Tanyaku dalam hati melihat tingkah nya yang tidak seperti biasa.

Sebelumnya, dia pasti mengeluarkan suara, biarpun hanya satu kata. Bisa ku bilang sih setelah seharian bersamanya, dia itu tergolong orang yang cerewet, buktinya sepanjang hari kemarin, dia terus mengajakku berbicara. Tapi cerewetnya nggak seperti cewek-cewek yang ngerocos nggak jelas, dia hanya suka bicara untuk menghilangkan kecanggungannya.

Itulah hasil observasiku selama bersamanya kemarin. Dan ada dua hal lagi yang ku ketahui saat ini darinya. Pertama suaranya sangat merdu melantungkan ayat suci al-quran. Subhanallah. Yang kedua dia ngambekkan, terbukti sedari tadi dia tidak mengeluarkan suara, apalagi memandangku, tidak sedikitpun dan sedari tadi pun wajahnya terus tertekuk, kusuk seperti kertas yang diremuk. 100% sekarang dia sedang ngambek.

"Apakah dia ngambek karena kutinggal tidur semalam? " batinku.

Sebenarnya saat dia berbicara tentang bagaimana sebaiknya sikap kami kedepan, aku tidak tertidur. Aku pura-pura tidur. Aku mendengar semua perkataannya sampai dia tertidur. Aku tidak tahu harus menanggapinya bagaimana, aku pun masih bingung bagaimana untuk bersikap. Tidak mungkin selamanya aku akan memasang muka ketus terus padanya, walaupun aku kesal, dia sekarang istriku. Aku ingin menerimanya, tapi hatiku berkata tidak. Jadilah aku pura-pura tidur untuk menghindarinya sementara. Aku perlu memikirkannya.

Setelah memikirkannya semalam, aku  sudah mendapat keputusan. Aku akan menerima tawarannya. Itu adalah jalan terbaik untuk sementara ini. Biarkan waktu berjalan menumbuhkan perasaan itu.

"Raeni..." Panggilku setelah dia menyelesaikan bacaannya.

"Hmmm..." Hanya balasan itu yang kudapatkan.

"Saat suami memanggil dan istri tidak menjawab, setahuku itu dosa." Sindirku agar dia menatapku.

"Iya kak. Ada apa ?" Trik ku pun berhasil.

Jika aku masih dalam keadaan ketus dan wajahnya masih di tekuk sampai pagi dan bertemu orang tua kami, sudah dipastikan, kami akan mendapat omelan.

"Aku setuju dengan perkataanmu semalam." Ucapku menatapnya.

"Perkataan apa ? " Tanyanya dengan masih nada malas tapi sudah ingin menatapku.

"Perkataan yang kamu bilang untuk tidak mendiamimu, berbicara ketus, serta saling menyapa dan mengobrol layaknya adik atau teman."

Sesaat ini ku lihat Raeni melongo menatapku.

"A.. apa.. m.. apa.. kak..kakak..." ucapnya terbata-bata.

"Iya, semalam aku belum tidur saat kamu membicarakannya." Ucapku telah mnegetahu apa yang akan ditanyakannya.

"Apa!! Jadi kakak pura-pura tidur? " Tanyanya meninggikan sedikit suaranya.

"Iya." Ucapku mebenarkan.

"Kenapa kak ?" Tanyanya lagi masih dengan menaikkan satu volume suaranya.

Raeni POV

"Hussshhh... jangan sampai suaramu itu terdengar keluar." Ucap kak Alvian. Aku masih syok. Mengetahui fakta dia hanya berpura-pura tidur.

"Jadi kenapa kakak melakukan itu ?" Tanyaku lagi dengan mengurangi volume suaraku.

"Hanya ingin melakukannya." Rasanya aku ingin berteriak mendengar kalimat itu. Astaga, jika tidak diperingati tadi, aku sudah pasti berteriak kencang. Dan jika dia bukan suamiku, sudah ku jitak kepalanya.

Ku balikkan badanku memunggungi nya untuk menghilangkan kekesalanku. Aku berusaha mengontrol kekesalanku.

"Saya hanya tidak tahu harus meresponmu bagaimana jadi saya memilih untuk memejamkan mata. Dan yang terpenting kan aku sudah menanggapi perkataan mu sekarang." Ucapnya dan enggan untuk ku tanggapi balik.

"Sudahlah, jangan marah. Jangan sampai saya berubah pikiran dan kamu akan melihat wajah ketus saya setiap hari." Lanjutnya.

Oh tidak, apakah dia mengancamku. Astaga, yang buat kesal disini siapa sih. Tapi kalau kak Alvian berubah pikiran, hari-hari ku akan dipenuhi ketidak nyamanan.

"Maaf... " Ku balikkan badanku mengahadap ka Alvian. Aku tidak ingin hidup dengan rasa tidak nyaman.

"Tidak usah meminta maaf. Baiklah, mulai sekarang dan sampai saat rasa diantara kita belum muncul, saya akan memperlakukan mu sebagai adik. Bagaimana ?" Ucap kak Alvian membuatku tersenyum. Itu patut untuk ku syukuri, setidaknya hubungan kami berkembang, walaupun sebagai adik.

"Raeni tidak masalah, tapi Raeni akan tetap menjalankan kewajiban Raeni sebagai istri, melayani keperluan sehari-hari kakak. S..s..selain yang satu 'itu'." Ucapku sedikit malu untuk kalimatku yang terakhir. Yaaa kalian tahulah maksudku mengatakan 'itu'.

Ku lihat kak Alvian sedikit berpikir.

"Baiklah, lakukan apa pun yang kamu ingin kan tapi saya ingin saat saya mengatakan tidak, kamu harus menurutinya."

"Dan satu hal lagi, saya tidak akan 'melakukannya' sebelum saya mencintai kamu. Saya harap kamu mengerti." Lanjutnya dengan tegas.

"Baiklah, Raeni mengerti. Jadi sekarang kita bisa berbicara santai kan ?" Tanyaku agar lebih pasti.

"Iya, saya akan mengusahakannya." Jawab kak Alvian. Aku sangat senang mendengarnya.

"Mmm kalau begitu bagimana kalau kita memulai dengan mengganti kata saya menjadi aku, agar lebih akrab." Ucapku. Ya, aku ingin kami terlihat akrab, dan menurutku itu langkah yang bagus.

"Mmmm baiklah, saya usaha kan." Aku melotot padanya karena masih menggunakan kata saya.

"Iya, aku akan usahakan." Ulangnya menuruti maksud tatapanku.

"Kalau gitu, kak Alvian mandi sana. Raeni akan siapkan baju kakak." Kak Alvian langsung melotot menatapku.

"Ini langkah awal dari kesepakatan kita kak." Ucapku santai, tidak peduli matanya yang melotot seakan mengatakan tidak.

"Sudah sana." Ku ambil handuknya yang tergantung, menyerahkannya dan mendorongnya keluar kamar.

tbc

Thanks 😚

Cinta Untuk Suamiku (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang