Author POV
Sang mentari mulai menampakkan dirinya. Kini Alvian telah siap dengan setelan kantornya. Seperti pagi biasanya dari bangun tidur hingga pergi ke kantor, Alvian melakukan aktivitasnya. Setelah sholat subuh, Alvian mandi dan saat sedang mandi Raeni akan menyiapkan pakaian kerja Alvian. Walaupun berbeda kamar tapi Raeni terus melakukan hal itu. Saat merasa sudah siap, dia turun menyantap sarapan. Sarapan yang sederhana, hanya roti dan teh.
Alvian menuruni tangga dan menuju meja makan. Beberapa lembar roti, selai dan teh telah siap di meja makan, namun ada yang hilang. Dia tidak melihat sosok gadis yang menyiapkan sarapannya. Tidak seperti biasanya, saat Alvian sudah menuruni tangga Raeni telah duduk manis di meja makan.
"Raeni kemana ? Biasanya dia sudah ada disini." Alvian mengernyitkan keningnya.
Alvian melihat sekeliling bahkan mencarinya di halaman belakang dan depan tapi tetap tidak melihatnya.
"Apa dia ada di kamarnya ? Tapi kenapa tidak turun, tidak biasanya dia masih tetap di kamar." Pikirnya dalam hati.
"Raeni!" Panggil Alvian dengan sedikit teriak.
"Raeni!!" Bahkan dengan menaikkan volumenya lagi tidak ada jawaban dari Raeni.
Alvian mulai khawatir, dia pun menaiki tangga dan langsung menuju kamar Raeni.
Alvian beberapa kali mengetuk pintu tapi tidak ada jawaban dari dalam. Alvian membuka pintu perlahan dan untunglah tidak terkunci. Saat pintu terbuka Alvian melihat Raeni meringkuk di atas kasurnya. Alvian mendelati Raeni dan saat berada di hadapannya, tanpa terlihat jelas Raeni meringkuk sambil memegangi perutnya.
"Apa Raeni sakit ?" Ucap Alvian melihat Raeni mengernyitkan keningnya.
Alvian berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan badan Raeni. Alvian menggoyangkan pelan lengan Raeni.
"Raeni!" Panggilnya pelan.
Raeni yang merasakan sentuhan di tangannya perlahan bangun. Dan betapa terkejutnya melihat Alvian telah berada di sampingnya. Dia langsung membenarkan posisinya menjadi duduk sambil memegangi perutnya.
"Eh kak Alvian... Ka-kakak sudah sarapan ?" Tanyanya sedikit gugup karena tiba-tiba mendapati Alvian di kamarnya bahkan tadi jarak mereka sangat dekat.
"Kamu kenapa?" Alvian malah balik bertanya.
"Hah ?" Raeni bingung dengan pertanyaan Alvian.
Mata Alvian mengarah pada tangan Raeni yang memegang perutnya. Raeni mengikuti arah tatapan Alvian.
"Ohh ini...." Raeni sadar dengan maksud Alvian.
"Raeni nggak apa-apa kok kak, i-ini... perut Raeni lagi sakit tapi nggak apa-apa kok karena sudah biasa terjadi. Raeni minta maaf ya nggak bisa nemenin kakak sarapan." Jelas Raeni.
Mendengar penjelasan Raeni, Alvian semakin terlihat khawatir. Raeni yang melihat raut kekhawatiran di wajah Alvian seketika merasa senang mengetahui Alvian yang khawatir padanya. Wajah yang biasanya terlihat serius berubah khawatir.
"Kakak sudah sarapan ?" Tanya Raeni.
"Belum... mmm... bagaimana kalau kita ke rumah sakit ?" Jawab Alvian dan bertanya dengan cemas.
Rasa senang Raeni berubah menjadi rasa bersalah mengetahui Alvian yang belum sarapan karena dirinya.
"Kakak belum sarapan ? Kalau gitu sekarang kita turun, Raeni temani sarapan." Raeni hendak berdiri tapi ditahan oleh Alvian.
"Tidak! Sekarang kita ke rumah sakit saja." Alvian menarik Raeni pelan untuk berdiri.
"Tidak kak...." Raeni menahan tangan Alvian.
"Raeni nggak apa-apa kak, ini cuma sakit perut biasa yang dialami cewek pada umumnya." Ucap Raeni memegang tangan Alvian.
Tanpa mereka sadari mereka saling menggenggam.
"Tapi Raeni, kamu terlihat kesakitan." Ucap Alvian berjongkok di hadapan Raeni yang sedang duduk di pinggiran kasur.
"Kak, yang namanya sakit perut pasti kesakitanlah heheheh...." Raeni cengengesan dan Alvian hanya melotot menatap Raeni.
"Hmmm... kak, sekarang Raeni lagi menstruasi dan kalau sakit perut itu sudah biasa Raeni rasakan setiap bulan. Setiap menstruasi hari pertama, perut Raeni selalu merasa sangat kesakitan, tapi itu bukan hal yang fatal kok kak. Dan lagian kak, sakit perut Raeni biasanya hanya beberapa jam, nanti juga hilang. Raeni hanya butuh merebahkan diri untuk menghilangkan rasa sakit." Jelas Raeni meyakinkan Alvian untuk tidak khawatir. Tapi ada sedikit rasa malu membicarakan menstruasinya pada Alvian.
"Raeni tadi cuma mau rebahan tapi eh malah ketiduran. Maafkan Raeni ya kak!" Lanjut Raeni mengeratkan genggamannya di tangan Alvian. Mereka masih nyaman saling menggenggam.
"Kamu yakin ini tidak akan parah ?" Tanya Alvian.
"Yakin kak, kakak tidak perlu khawatir." Raut wajah Alvian berubah menjadi normal. Raeni yang melihatnya tersenyum.
Alvian menundukkan wajahnya dan sedetik kemudian dia menatap tangan mereka yang saling menggenggam. Alvian yang baru sadar langsung melepaskannya. Raeni yang menyadarinya pun menajdi salah tingkah. Mereka tanpa sadar menggaruk kepala yang tidak gatal secara bersamaan.
"Mmm... ka-kalau gitu kamu istirahat saja!" Ucap Alvian sedikit gugup.
"Aku akan ke kantor, jika ada apa-apa kamu harus telepon." Lanjutnya.
"Hah ? Kak Alvian sudah mau ke kantor ? Kakak kan belum sarapan." Ucap Raeni setenang mungkin walau dadanya terasa sesak karena jantung yang terpompa cepat.
"Nanti aku sarapan di kantor saja." Ucap Alvian dan setelah itu langsung melangkahkan kaki nya hendak keluar kamar Raeni.
"Kalau begitu Raeni antar sampai pintu." Baru beberapa langkah, Alvian terhenti karena mendengar ucapan Raeni. Alvian berbalik menatap Raeni yang sudah berdiri.
"Tidak usah! kamu istirahat saja!" Ucap Alvian menatap Raeni kembali dengan wajah seriusnya.
"Baiklah, Raeni di kamar saja." Ucap Raeni patuh.
Alvian kembali melangkahkan kakinya.
"Kak tunggu!" Alvian sudah memegang gagang pintu tapi berbalik lagi menatap Raeni yang memanggilnya.
Raeni mendekati Alvian dan setelah cukup dekat, dia mengambil tangan Alvian dan mencium punggung tangannya.
"Assalamualaikum" Ucap Raeni.
"Waalaikumsalam" Jawab Alvian.
Alvian pun keluar dari kamar Raeni. Raeni berbalik dan menuju kasurnya lagi. Saat Raeni sudah duduk di kasur, terdengar suara pintu terbuka lagi
"Raeni, hari ini kamu tidak usah masak, kita beli makanan di luar saja, nanti aku suruh orang bawa ke rumah." Ucap Alvian yang tiba-tiba muncul kembali.
"Hah ? Terus bahan-bahan yang sudah kita beli kemarin malam mau dia apakan ? Tidak! Raeni sebentar lagi baik-baik saja kok kak, Raeni akan tetap masak." Ucap Raeni kekeh ingin membuat coto Makassar.
"Tapi...."
"Raeni betulan kak akan baik-baik saja. Mending sekarang kakak pergi kerja, tidak perlu mengkhawatirkan Raeni." Raeni memotong kata-kata Alvian.
"Baiklah, tapi kalau kamu kerepotan, kamu telepon saja biar aku pesan di luar atau sekalian mereka nggak usah aja ke rumah." Ucap Alvian mengalah.
"Tidak kak, jangan batalkan! Raeni sungguh baik-baik saja." Ucap Raeni sambil menggeleng.
"Baiklah untuk sekarang kamu istirahat saja! Kalau sudah baikan baru kamu memasak. Aku pergi dulu! Ingat hubungi aku jika ada apa-apa!" Ucap Alvian.
"Assalamualaikum" Lanjutnya memberi salam.
"Waalaikumsalam" Jawab Raeni.
Pintu kembali tertutup untuk kedua kalinya dan kali ini tidak akan terbuka lagi.
tbc
Thanks 😉😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Suamiku (Completed)
Ficción GeneralRaenita Subanda (19 th), gadis ceria nan cantik yang dijodohkan oleh orang tuanya dengan lelaki berusia 25 th yang tidak dia kenal bahkan bertemu pun tidak pernah. Dan dengan keikhlasan hatinya, dia menyetujui persyaratan calon suaminya yang akan me...