Raeni POV
Hari ini adalah hari terakhir aku menjadi satu-satunya perempuan di rumah ini. Saat ini aku sedang berada di depan pintu kamar ku dan kak Alvian. Bukan. Kamar utama tidak akan menjadi kamarku lagi.
Ku buka pintu kamar itu dan terlihatlah betapa berubahnya. Kamar itu telah dihiasi dan berubah menjadi kamar pengantin.
Dua hari yang lalu, aku sudah memindahkan barang-barangku kembali ke kamar yang pernah kutempati diawal pernikahan kami. Dan kemarin kamar utama di rumah ini telah dipenuhi dekorasi.
Ya, kamar utama akan menjadi kamar kak Alvian dan kak Nasta. Bukan keinginan siapa pun kamar itu berganti pemilik, tapi keinginanku sendiri. Sebenarnya kak Alvian menolak jika aku pindah kamar, tapi aku tetap memaksa untuk kembali ke kamar lamaku.
Aku memutuskan pindah kamar bukan karena aku ingin menambah pandangan betapa menderitanya aku, tapi karena ibu kak Nasta. Dari cerita kak Alvian aku mengetahui jika ibu kak Nasta belum mengetahui statusku dan kak Nasta sudah memohon agar statusku tidak diketahui ibunya sampai tiba waktu mereka akan mengungkapkan kebenarannya. Oleh karena itu, aku kekeh pindah kamar walau kak Alvian tidak menyetujui karena jika ibu kak Nasta melihat anaknya tidak tidur di kamar utama maka pasti akan timbul kecurigaan. Kami satu kota, tidak menutup kemungkinan ibu kak Nasta akan berkunjung. Dan benar saja, kemarin beliau datang ingin melihat rumah yang akan ditinggali anaknya. Aku tidak ada di rumah waktu itu, kak Alvian yang memberitahuku. Dan sampai saat ini pun aku belum pernah bertemu dengan beliau.
Aku senang kak Alvian tidak setuju dengan pemikiranku itu, tapi tetap harus kulakukan. Sejak aku pindah kamar, kak Alvian juga ikut tidur di kamar yang akan kutempati seterusnya, walau barang-barangnya tetap di kamar itu.
Setelah hari itu kak Alvian menjadi lebih dekat padaku. Karena kedekatan kami itu aku sampai berpikir jika pernikahannya dengan kak Nasta membawa kebahagiaan tersendiri untukku. Hubungan kami menjadi lebih baik, bahkan aku sempat berpikir jika kak Alvian sudah mulai mencintaiku. Walaupun dia belum mengungkapkannya tetapi aku selalu berdoa jika dugaanku itu benar.
"Sudah merasa menyesal nyerahin kamar itu ke wanita lain, hah ?" Terdengar suara dari arah belakangku. Suara yang tak lain adalah suara kak Alvian.
Aku pun berbalik.
"Ih siapa yang nyesel, aku tuh tadi ingin mengambil sesuatu," ucapku berbohong.
"Dosa tahu bohong sama suami," ucap kak Alvian.
Jengkel, aku langsung saja mencubit pelan lengannya. Kebiasaan baru untukku ketika kesal padanya sejak hari itu.
"Raeni nggak nyesel," ucapku dan hendak pergi meninggalkannya.
"Masih pagi udah ngambek, cantiknya nanti hilang." Kak Alvian langsung menggenggam tangan ku dan menuntungku untuk mengikutinya ke lantai bawah.
Aku ikut saja mengikuti langkahnya.
"Kakak yakin nggak kerja hari ini ?" tanyaku saat menuruni tangga.
"Iya, ada Landra di kantor," ucap kak Alvian.
"Ih kakak tuh, kak Landra kan sudah sibuk sama urusan pernikahan kakak, apalagi kakak nggak bantu ngurusin, malah pekerjaannya ditambah. Pasti hari ini di rumah kak Landra sangat sibuk," ucapku geram karena cueknya kak Alvian.
"Dia nggak sibuk kok, kan acaranya sederhana. Sudahlah nggak usah musingin Landra, Landra sendiri yang mau dan nggak protes kok," ucap kak Alvian.
"Lagian ya, hari ini kan bunda dan ayah akan datang. Nah, mereka nggak bilang keberangkatannya jam berapa, kalau mereka datang dan aku nggak ada di rumah, kamu yang akan kena marah dari mereka," lanjut kak Alvian
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Suamiku (Completed)
General FictionRaenita Subanda (19 th), gadis ceria nan cantik yang dijodohkan oleh orang tuanya dengan lelaki berusia 25 th yang tidak dia kenal bahkan bertemu pun tidak pernah. Dan dengan keikhlasan hatinya, dia menyetujui persyaratan calon suaminya yang akan me...