Raenita POV
Kini kami berada di kamar, hanya berdua. Setelah acara ijab qabul beserta beberapa tradisinya, kami diminta untuk istirahat karena nanti malam akan dilanjutkan dengan resepsi. Berbicara tentang resepsi, kami mengadakannya di gedung. Sebenarnya aku ingin diadakan di rumah saja, tapi karena kami membutuhkan tempat besar untuk menampung tamu dari dua keluarga sekaligus sesuai dengan syaratku yg hanya ingin mengadakan satu kali resepsi yang biasanya diadakan dua kali, jadilah kami menyewa gedung dengan dekorasi pernikahan yang simple.
Saat ini aku sedang duduk di tepian ranjang dan kak Alvian ditepian sisi yang berlawanan. Sejak ditinggalkan berdua, tak ada suara yang memenuhi kamarku. Ku lihat kak Alvian hanya fokus pada ponselnya.
"Sebaiknya kak Alvian mandi dulu supaya segar." Ucapku memecah keheningan.
"Kamu duluan saja." Ucapnya singkat tanpa menoleh kearahku.
"Kak Alvian saja yang duluan, kalau Raeni yang duluan pasti kakak kelamaan nunggu soalnya butuh waktu buat melepas pakaian dan akseso..." ucapku menjelaskan namun belum selesai karena kak Alvian memotongnya.
"Saya bilang kamu saja duluan." Ucapnya sedikit menekankan suara dan menatapku tajam.
Melihat matanya seakan memberi penekanan jika dia tidak ingin dibantah, maka dengan cepat aku berdiri dan melangkah menuju meja rias dengan sedikit kesal. Ku lepas bando, kalung, gelang, dan segala penghias kerudungku secara bergantian. Setelah aksesoris yang ku kenakan lepas. Ku beralih mengambil pakaian di lemari berupa gamis rumahan serta khimar yang akan kukenakan. Ku lirik kak Alvian sejenak yang masih fokus pada ponselnya. Setelah itu ku melangkah keluar kamar menuju kamar mandi. Kamar mandinya berada di luar kamar namun tidak jauh karena bersebelahan dengan kamarku, tepatnya berada di tengah antara kamarku dan kamar adik-adikku.
Sebenarnya sangat ribet ke kamar mandi masih dengan mengenakan pakaia pengantin walau tanpa aksesorisya, namun tidak ada jalan lain karena merasa sangat canggung jika melepas pakaian ku di depannya, walaupun dibalik pakaian pengantin itu aku masih mengenakan pakaian biasa bukan hanya dalaman. Di dalam kamar mandi ku berusaha melepaskan kerudung yang melilit di kepalaku dengan susah dan mungkin hampir 30 jarum pentul kecil yang menancap. Sungguh menyusahkan ditambah pakaiannya. Bersyukur kamar mandiku cukup luas dan terdapat cermin, sehingga sedikit memudahkan ku.
Selama hampir satu jam lebih aku berada di dalam kamar mandi, jangan salahkan aku, salahkan pakaian dan make up yang harus ku hapus. Waktu yang sangat lama emang, tapi bukan salahku jika dia menunggu lama karena sebelumnya sudah ku peringatkan.
Setelah selesai, aku menuju kamar dengan pakaian yang sudah lengkap. Saat aku memasuki kamar, hal pertama yang ku lihat adalah sosok pria yang tak lain adalah suamiku yang sudah terbaring di kasur. Saat ini kak Alvian sudah tertidur pulas dengan pakaian biasa, kaos putih dan celana jeans. Ya, dia telah melepaskan pakaian pengantinnya. Ku melangkah mendekatinya, ku perhatikan tidurnya yang sangat damai, mungkin dia bosan menunggu dan akhirnya tertidur.
Ku biarkan kak Alvian untuk tidur, enggan membangunkannya. Setelah puas menatapnya, ku langkahkan kaki berusaha tidak mengeluarkan suara sedikit pun dan beralih menuju pakaian pengantin yang di letakkan di sisi kasur yang kosong. Ku ambil pakaian itu dan menggantungnya rapih.
Akad diadakan pukul sepuluh tepat dan saat ini, waktu dhuhur sudah masuk sejam yang lalu saat aku pergi ke kamar mandi. Ku langkahkan kaki hendak mengambil mukenah dan sejadah, tapi ku lihat sejadahku sudah terbentang menandakan seseorang telah menggunakannya dan sudah dapat dipastikan yang menggunakannya adalah pria yang sekarang berstatus suamiku. Alhamdulillah, sungguh sejuk hati ini mengetahui pria yang menjadi imam ku menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim. Segera ku kenakan mukenah lalu sholat.
..........
Alvian POV
Waktu berjalan sangat cepat, kini kami telah berada di pelaminan memyalami para tamu undangan. Tadi pun tidak terasa aku sempat tertidur saat menungguinya selesai mandi.
Aneh
Satu kata itu yang langsung berada dipikaranku saat melihatnya tadi ke kamar mandi dengan masih berpakaian pengantin. Bagaimana tidak, dengan pakaian yang cukup menyusahkan dibawa kemana-mana, dia malah membawanya ke kamar mandi, apakah dia tidak risih. Tapi setelah ku pikirkan lagi, jika dia melepaskan pakaiannya di depanku maka aku yang akan menjadi risih. Salahku juga sih menyuruhnya duluan untuk mandi bahkan akibatnya aku harus menunggu selama satu jam lebih hingga ketiduran.
Saat ini tamu terus berdatangan. Kami terus berdiri menyalami tamu. Sesekali ku lirik padanya, dan pada lirikan yang kesekian kalinya, ku lihat raut wajahnya yang sedikit berbeda dari sebelumnya yang tersenyum ramah menyalami para tamu. Ku lihat dia mengerutkan keningnya. Mungkin dia lelah berdiri terus.
"Kamu kenapa ?" Tanyaku saat kami ada kesempatan untuk duduk.
"Aa s-saya... saya nggak apa-apa kak." Jawabnya sedikit gelagapan tanpa melihatku.
"Nggak apa-apa bagaimana, tapi terlihat menahan sakit." Ucapku dengan nada pelan dari sebelumnya tapi dia masih mendengarnya.
"Saya sungguh tidak apa-apa kak. Ini sudah biasa, lagian dari tadi kita berdiri terus, jadi kalau kelelahan itu hal biasa kan ?" Ucapnya dengan menatapku lurus.
Setelah mengatakan itu, ku lihat dia menunduk memegangi kakinya sejenak. Ku tahu pasti kaki nya sangat pegal apalgi harus memakai high heels.
"Ya sudah, tapi kalau kamu merasa sangat lelah, katakan langsung, saya tidak mau ada pembicaraan kalau pengantinku pingsan di pelaminan." Ucapku ketus.
"Dan kalau kamu merasa tidak nyaman memakai hak tinggi, kamu lepas saja, lagian tidak kelihatan juga." Lanjutku dan sedetik kemudian kami langsung berdiri karena melihat seseorang mendatangi kami. Senyum indah langsung terpasang di wajahnya melihat tamu kami dan menyalaminya.
"Iya kak, terima kasih perhatiannya, tapi kalau Raeni lepas nanti Raeni terlihat pendek. Eh tapi bukan berarti Raeni pendek, kakak nya aja yang ngalahin tinggi Raeni hehehe." Ucapnya dengan sedikit terkekeh setelah kami duduk kembali.
Sebenarnya tinggi kami mungkin hanya berbeda 10 cm, ya mungkin karena aku tidak pernah mengukurnya. Dan menurutku itu bukanlah selisih yang jauh, dia nya aja yang lebay tidak mau terlihat pendek.
"Saya nggak perhatian kok, cuma tidak mau kamu merusak acara dengan pingsan." Ucapku menolak dikatakan perhatian.
"Iya deh terserah kakak aja, yang jelas terima kasih dan tidak perlu khawatir, Raeni nggak akan pingsan." Ucapnya dengan masih tersenyum.
Tak ada respon dariku, malas untuk menanggapinya lebih jauh.
tbc
Maaf atas typonya yang dengan lancang menggangu 😆
Thanks 😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Suamiku (Completed)
General FictionRaenita Subanda (19 th), gadis ceria nan cantik yang dijodohkan oleh orang tuanya dengan lelaki berusia 25 th yang tidak dia kenal bahkan bertemu pun tidak pernah. Dan dengan keikhlasan hatinya, dia menyetujui persyaratan calon suaminya yang akan me...