Raeni POV
Sebulan telah berlalu semenjak kunjungan teman-teman kak Alvian. Kunjungan sekaligus sebuah momen dimana kak Alvian mengakui aku sebagai istrinya.
"DIA ADALAH ISTRIKU"
Kalimat itu membuat ku senyum-senyum sendiri setiap saat bahkan sampai sekarang.
Saat kak alvian mengatakan itu ku lihat semua tamu kami terkejut bahkan teman kak Alvian yang bernama Landra melemparkan bantal sofa ke arah kak Alvian. Aku pun terkejut karena aku pikir kak Alvian tidak akan memperkenalkanku sebagai istrinya.
Sebelum kami ke Bandung, aku sudah ikhlas hanya dianggap sebagai adiknya. Saat teh Lina mengenalku sebagai adik kak Alvian bahkan saat teman-temannya yang datang ke rumah dan mengenalku sebagai adik dari pria itu. Aku tidak mempermasalahkannya. Aku pikir kak Alvian sendiri yang mengatakan aku adiknya, jadi buat apa aku mengaku sebagai istrinya saat aku hanya dianggap sebagai seorang adik.
Tapi perkiraanku salah, kak Alvian tidak pernah memperkenalkanku sebagai adik. Bahkan kak Alvian menegurku saat teman-temannya pulang waktu kunjungan sebulan lalu. Kak Alvian menegurku karena hanya diam saja saat semua orang menganggapku sebagai adiknya.
Setelah momen itu, selama sebulan ini banyak hal yang berubah di rumah kami. Tepatnya bukan perubahan fisik rumah kami, tapi suasananya. Terlebih saat kedatangan kedua mertuaku dua minggu lalu. Kedatangan mereka yang tiba-tiba tanpa ada kabar. Mereka baru mengabari kami saat mereka sudah di Bandung dan dalam perjalanan menuju rumah kami.
Bisa dibayangkan bagaimana terkejutnya kami, terlebih saat itu kami masih pisah kamar. Tak bisa kubayangkan betapa terkejut dan marahnya kedua mertuaku jika mengetahui hal itu. Untung saat itu hari libur dan kak Alvian berada di rumah. Jadi, dengan cepat aku pindahkan barang-barang ku ke kamar kak Alvian dan tentu dengan bantunnya.
Walaupun kedatangan kedua mertuaku mendatangkan kepanikan tapi tentunya aku sangat bersyukur. Bersyukur bukan hanya karena kedatangan mereka, tapi karena mereka kini kami sudah tidur sekamar. Semenjak kepulangan mereka. Kak Alvian mengatakan jika aku tidak perlu kembali ke kamarku karena pikirnya akan merepotkan jika orangtua kami akan tiba-tiba datang lagi.
Sejak saat itu hubungan kami perlahan berubah. Kak Alvian pun berubah. Tidak ada perubahan yang lebih. Aku hanya merasa kak Alvian sering memperlihatkan senyumnya, bahkan sesekalipun kami saling bercanda. Dia pun sesekali menjahiliku.
Ku akui 100% saat ini aku telah jatuh hati pada suamiku itu. Dan karena perubahan hubungan kami yang menjadi lebih hangat, harapan ku untuk rumah tangga kami akan sempurna menjadi lebih besar. Aku saja karena kebersamaan kami telah jatuh cinta padanya, jadi ada kemungikinan bukan jika rasa cinta pun akan tumbuh dihatinya untukku.
Amin ya Allah
Aku sangat mengharapkan itu.
Sejak hari pertama kami menikah, yang ku tahu kak Alvian itu orang yang susah senyum, selalu menampakkan wajah serius bahkan nada bicaranya pun. Ku perhatikan di depan teman-temannya pun seperti itu. Dia juga irit bicara. Tapi walaupun begitu dia pria baik, rajin sholat, bahkan perhatian. Saat aku sakit pun dia sangat mengkhawatirkanku. Dan sekarang aku juga tahu ada sisi humor dalam dirinya.
Saat ini aku dan kak Alvian berada di rumah karena hari libur. Kak Alvian tidak ke kantor dan aku pun tidak ke kampus.
Aku sedang bersantai pagi di halaman belakang rumah.
"Kamu sedang apa ?" Ku dengar suara yang tak lain suara suamiku.
Kak Alvian menghampiriku dan duduk di sampingku.
"Biasa kak, lagi baca novel." Ku tunjukkan buku novel yang ada di tanganku.
"Oohhh..." Kak Alvian ber-oh ria. Ku lanjutkan fokus pada novel yang sedari tadi ku baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Suamiku (Completed)
General FictionRaenita Subanda (19 th), gadis ceria nan cantik yang dijodohkan oleh orang tuanya dengan lelaki berusia 25 th yang tidak dia kenal bahkan bertemu pun tidak pernah. Dan dengan keikhlasan hatinya, dia menyetujui persyaratan calon suaminya yang akan me...