#3 Hari-H

22.4K 928 3
                                    

Alvian POV

Ku tatap langit-langit kamarku. Ku taruh lengan kanan di atas dahi. Saat ini aku telah siap dengan setelan baju pengantin adat Makassar. Ya, hari ini adalah hari yang telah mereka tunggu, hari dimana aku harus menikahi sosok gadis yang tak pernah ku kenal. Saat ini aku masih tetap bergulat dengan pikiranku dan kesal. Aku membaringkan diri di kamar untuk mereda kekesalanku sambil menunggu keberangkatan kami ke rumah gadis itu.

Aku masih tidak habis pikir sampai saat ini gadis itu menerima perjodohan ini dengan syarat yang ku yakin tidak akan ada wanita yang menginginkannya. Aku akui syarat itu terucap karena kesal pada orang tua ku, anggaplah aku brengsek karena memikirkan syarat itu. Aku pun selama sisa hidupku sampai malam perjodohan itu hinggap dipikaranku, tidak pernah sedekit pun berpikir untuk berpoligami. Namun, kekesalanku mendominasi dan terucaplah syarat menyakitkan itu.

Aku tak habis pikir dia menerimanya tanpa menaikkan suara pada satu huruf diperkataannya sekalipun, bahkan emosi tidak terpancar dari wajahnya. Dia, gadis itu, Raenita menerimanya dengan nada tenang dan hanya mengajukan dua syarat yang sangat sepele, bahkan berat 2 syarat itu tidak mengalahkan berat dari 1 syarat yang ku ajukan. Logika matematika dan fisika tidak berlaku.

Flashback On

"Raenita menerimanya..."

Terdengar suaranya yang memecah keheningan saat aku berucap panjang lebar menanggapi kata-kata orang tuaku yang tidak terima persyaratanku.

Pandanganku beralih padanya dan terdengar suara bunda berkata apakah dia yakin atau tidak dan ayah juga bertanya syarat apa yang dia ajukan. Aku hanya terus menatapnya tak percaya dia akan menerima dengan cepat tanpa emosi.

Dia menerima syarat ku asal dia diperkenankan mengajukan dua syarat yang harus kami sepakati bukan hanya untuk ku. Aku sempat menyindirnya namun dijawab dengan tenang.

"Raeni akan menerima syarat dari kak Alvian jika kalian setuju dengan syarat Raeni..." katanya dengan pandangan yang menuju padaku dan aku pun seakan terhipnotis untuk tak menoleh.

"Yang pertama, Raeni tidak ingin ada pesta yang meriah, kita hanya melakukan satu kali resepsi, resepsi dari pihak keluargaku dan kak alvian kita satukan. Raeni tahu kakak terpaksa menerima perjodohan ini dan mungkin saja saat ini sudah ada wanita yang mengisi hati kakak jadi Raeni tidak mempermasalahkan kakak menikah lagi, tapi selama pernikahan kita Raeni tidak ingin ada kata perceraian, kalaupun kakak sangat ingin meneceraikan saya karena tidak sanggup berpoligami, maka gugatan cerai itu harus berasal dari Raeni dan kakak harus menunggu saat usia Raeni 23 tahun untuk bercerai."

Deg

Mendengar persyaratan keduanya membuatku terasa aneh. Aneh rasanya jika dia berkata tidak ingin bercerai dan tidak mempermasalahkan aku menikah.

"Raeni sayang, apa kamu yakin nak ?" Tanya tante Dela lirih dan ku lihat dia menahan tangis membelai sayang rambut anaknya.

Aku bukanlah anak kurang ajar yang acuh jika melihat seorang ibu menangis, aku sangat sedih melihatnya karena aku pun sangat menyayangi ibu ku, namun aku berusaha keras mengontrol diriku. Ya, gengsiku lebih mendominasi.

"Raeni yakin ma, dan benar kata kak Alvian tidak ada larangan dalam islam untuk berpoligami dan aku yakin kak Alvian bisa adil dengan istri-istrinya nantinya."

Deg

Ucapnya lagi yang membuat dalam diriku ini aneh mendengar suara tenangnya itu. Semua ini tidak seperti yang ku bayangkan. Dan apa katanya tadi...'aku bisa adil?'... entahlah.

Ku lihat kedua orang tua kami hanya pasrah menatapnya.

Flashback Off

Setelah pertemuan kami malam itu, disinilah aku berakhir memakai pakaian pengantin. Saat pertemuan itu mereka sepakat untuk melaksanakan pernikahan kami satu bulan kemudian yang pastinya hari ini.

Cinta Untuk Suamiku (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang