BUTIK Belle Robe.
Bintang masih sibuk berkutat dengan mesin jahit, sementara waktu semakin larut dan semua karyawannya sudah pulang. Apa boleh buat? Dia harus menyelesaikan gaun pengantin milik salah satu pelanggan yang besok pagi akan dipakai. Sebenarnya ini adalah kesalahan salah satu karyawan di bagian sewing, Gia. Gaun pengantin itu adalah tugas Gia, tapi wanita satu anak itu kesulitan menyelesaikan tugasnya, akhir-akhir ini waktu dan konsentrasinya tersita oleh masalah rumah tangga. Suaminya berselingkuh. Belum lagi, anak Gia yang masih berumur lima tahun jatuh sakit.
“Mbak Gia pulang aja, ini biar aku yang nyelesaiin,” kata gadis itu saat Gia meminta membereskan tanggungjawabnya tadi ketika butik hampir tutup.
“Tapi, ini kan kesalahan saya. Saya mohon maaf, andai saya tidak...” ucapan wanita berusia awal tiga puluh itu terpotong saat Bintang menyentuh bahu Gia lembut.
“Ssssstttt ... udah, Mbak. Nggak perlu merasa bersalah begitu. Aku tahu Mbak banyak masalah akhir-akhir ini. Kalau perlu, boleh kok istirahat beberapa hari untuk menenangkan pikiran.”
Gia tak membalas ucapan Bintang, wanita itu memeluk Bintang erat dan menangis di bahunya. Sejak awal keduanya memang dekat. Gia adalah tetangganya di kampung halaman ibu Bintang, Malang.
Saat masih kecil, jika Bintang dan keluarganya mudik ke Malang, keduanya selalu main bersama. Hingga takdir mempertemukan mereka di Jakarta. Gia menikah dengan laki-laki asal Bandung dan menetap di Jakarta.
Mereka bertemu di sebuah toko kain. Saat itu Gia bercerita jika dia sedang kesulitan ekonomi karena suaminya hanya berprofesi sebagai guru honorer di salah satu SMA di Jakarta, wanita itu juga bercerita bahwa sebenarnya dia bisa menjahit, ingin membuka modiste sendiri tapi belum ada modal. Dari pembicaraan itu akhirnya Bintang mengajak Gia bergabunh di butiknya.
“Auuuu...” pekik Bintang saat jari telunjuknya tertusuk jarum mesin jahit. Darah segar mengucur lumayan deras. Itu semua karena dia tidak konsentrasi, gadis itu memikirkan nasib Gia. Walau bagaimanapun juga Gia adalah wanita yang baik, dia tidak pantas diperlakukan seperti itu oleh suaminya.
Hal semacam itu yang sebenarnya membuat Bintang enggan menjalin hubungan serius dengan lawan jenis. Dia takut dikhianati dan tersakiti. Sudah banyak bukti yang tercatat dalam sejarah hidupnya, bahwa cinta akan berujung pengkhianatan. Sepupunya, Kesha bunuh diri karena dihamili kekasihnya yang tak mau bertanggung jawab. Sahabatnya yang bernama Fara diselingkuhi oleh pacar pertama yang membuat gadis itu takut untuk menjalin hubungan lagi. Lalu, tetangganya mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Dan masih banyak lagi peristiwa mengerikan yang mengatasnamakan cinta.
Gadis itu kembali meyakinkan dirinya bahwa tidak semua kisah cinta akan berakhir trasgis. Tentu dia akan berdoa agar kisah cintanya akan bahagia hingga tua, hingga akhir hayat bahkan hingga mereka hidup kembali nanti di alam lain. Bintang percaya, lelaki pilihannya adalah yang terbaik untuknya, lelaki yang melamarnya sebulan lalu. Belakangan lelaki itu selalu meyakinkan Bintang bahwa dia lelaki yang baik untuk gadis itu.
“Ya ampuuuuuun Bintang! Tangan lo berdarah gini kenapa malah bengong sih?” Bintang tersentak dari lamunannya saat suara mirip peluit satpol pp itu memenuhi ruang kerja Bintang. Gadis itu mencibir pelan, ia sudah hafal siapa pemilik suara itu. Rere, sahabatnya sejak kecil. Sebenarnya ia punya dua sahabat lagi, Fara dan Wanda.
“Kok bisa tahu aku ada di sini?” tanya Bintang sambil memungut bekas potongan kain untuk menyumbat darahnya. Ah sial! Gaun pengantin yang sedang digarapnya terkena percikan darah, untung saja hanya sedikit. Setelah ini Bintang harus repot-repot mencuci gaun itu. Semoga waktunya masih cukup.
“Tante Maryam yang bilang lo masih di butik. Tadi gue ke rumah, tapi lo nggak ada,” Rere dengan sigap mengambil kotak obat yang ada di pojok ruangan. Gadis berambut sebahu itu mengeluarkan obat merah, kapas dan plaster.
“Ya ampun, Bin. Kenapa lo masih aja kerja sih? Padahal ini hari Sabtu dan Belle Robe hanya buka setengah hari. Kerja jangan gini-gini amat deh. Kapan lo cari jodohnya kalau cari duit mulu. Inget umur udah lebih dari setengah abad tuh!” omel Rere sambil mengobati luka Bintang.
Di antara yang lain, Rere memang yang paling perhatian pada Bintang. Mungkin karena mereka sudah dekat sejak masih di kandungan. Maklum, rumah mereka bersebelahan.
“Heh, situ lagi ngomongin diri sendiri?” Bintang dengan gemas mendorong bahu Rere. “Kamu sendiri jodoh belum kelihatan, pakai ceramahin aku. Kemudian Bintang tergelak. “Inget ya! Aku akan menikah sebentar lagi.”
“Iya deh, yang udah dilamar sama ‘cinta pertama’.” Rere memanyunkan bibirnya. “Eh, gue denger-denger Mas Yusuf yang cowok blasteran itu yang tetangga kita, yang anaknya Tante Medina yang punya hotel dan kafe itu yang...”
“Yang kenapa, Rere?” potong Bintang gemas dengan ucapan Rere yang heboh dan berputar-putar. Heboh adalah nama tengah Rere.
“Yang katanya masih jomblo, Bin. Gue nggak habis pikir kenapa cowok sekeren dan sekaya dia masih jomblo ya? Masa iya sih nggak ada yang mau sama dia? Eh sumpah ya, gue rela kalau harus jadi bininya. Ya ampun, Bin. Dia itu udah cakep, kaya, saleh lagi. Paket komplit deh, imam dunia akhirat. Dan gue denger-denger dia juga hafal Qur’an lho, Bin. Ya ampmmmhhhhh.....” ocehan Rere lagi-lagi terhenti saat Bintang membekap mulut gadis itu.
“Aduh, Bin. Lo apa-apaan sih?” umpat Rere saat Bintang melepaskan tangannya dari mulut Rere.
“Mending kamu diam deh. Aku lagi kerja. Atau nggak kamu pergi aja sana!” bentak Bintang. Kalau sudah begini, sudah otomatis Rere akan mematikan tombol hebohnya. Gadis itu diam seribu bahasa sambil mencebikkan bibirnya. Sementara itu, Bintang melanjutkan pekerjaannya. Hanya tinggal menembal bordir di bagian lingkar leher. Gaun ini harus cepat selesai, ia tak ingin mengecewakan pelanggannya.
Bintang tak mempedulikan Rere yang mendumel sambil memilin jari-jemarinya sendiri. Oh ya, Rere adalah sahabat baik Bintang, tentu saja. Gadis berusia dua puluh tujuh tahun itu adalah seorang pengusaha percetakan undangan, meneruskan usaha orangtuanya. “Tukang cetak undangan nikah tapi nggak nikah-nikah,” ledek Bintang dan kedua sahabatnya yang lain ketika Rere sedang galau memikirkan nasib percintaannya yang tak pernah semulus Tol Cipali. Rere sudah pernah beberapa kali menjalin hubungan dengan lawan jenis tapi belum ada yang berniat serius untuk menikahi. Padahal dia sudah didesak orangtuanya untuk segera manikah.
Song: Anne Marie - 2002Gunungkidul, 26 April 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLING STAR (Completed)
Romance📌 Cover made with Canva [Completed] Bintang Tavisha sejak dulu tidak pernah membiarkan hatinya jatuh pada lelaki lain. Baginya, Romi adalah lelaki yang pantas ia cintai. Meski perangai lelaki itu tak cukup baik di mata publik. Semua menjadi nyata k...