⭐ LANDING ⭐

447 44 14
                                    

Mohammed V International Airport Casablanca.

Bintang menghela nafasnya ketika berhasil melewati pemeriksaan petugas imigrasi tanpa kesulitan berarti, ia hanya ditanyai apa tujuannya datang ke Maroko dan ia menjawab untuk berlibur.

Bienvenue au Maroc, Madamoiselle,” ujar petugas itu sambil tersenyum.

Gadis itu bukan tanpa tujuan datang ke negeri yang menggunakan bahasa Prancis sebagai bahasa resminya ini. Sebenarnya, dia menyiapkan sejak lama untuk melakukan trip ke Maroko bersama Romi setelah mereka menikah, tapid ia merahasiakannya dari mantan calon suaminya itu, Bintang hanya ingin memberikan kejutan. Romi bukan tipe orang yang suka berlibur, yang ada di otaknya hanya bekerja, bekerja dan bekerja, oh ya satu lagi, menuduri perempuan. Ya ampun, ternyata lelaki itu belum berubah. Beruntungnya, lelaki itu belum pernah atau sekalipun mencoba meniduri Bintang. Bintang patut bersyukur untuk itu.

Bintang memang sangat ingin datang ke negeri ini karena menurutnya Maroko adalah negeri memiliki histori kuat dengan Indonesia, bahkan bebas visa untuk WNI yang datang ke Maroko selama 90 hari. Hal itu terjadi karena hubungan diplomatis antara kedua negara, Raja Mohammed V memberi hadiah kepada Ir Soekarno karena telah mengakui kedaulatan negara Maroko setelah kemerdekaannya dari jajahan Prancis. Selain karena bebas visa, bintang juga tertarik datang ke Maroko setelah membaca sebuah buku berjudul ‘The History Of Islam In Marroco’ karya seorang traveler asal Indonesia bernama Cahaya Salsabila yang kini menikahi pria Spanyol dan menetap di kota Granada.

“Seru deh kayaknya jadi traveler terus dapat jodoh bule,” komentar Rere ketika Bintang menceritakan tentang traveler yang saat itu dan sampai sekarang masih terkenal di Indonesia bahkan manca negara, siapa lagi kalau bukan Cahaya Salsabila yang baru-baru ini meluncurkan sebuah buku yang menceritakan kisah cintanya bersama sang suami.

“Otak lo isinya cowok terus deh,” kata Fara sambil menoyor kening Rere pelan. Bintang hanya tertawa kecil menyaksikan dua sahabatnya yang hampir tidak pernah akur ketika berkumpul, sementar Wanda hanya diam seperti biasa, sesekali menimpali.
Tiba-tiba Bintang merindukan ketiga sahabatnya, tapi ia masih marah terhadap Fara yang tak jujur padanya sejak awal. Gadis itu merahasiakan kepergiannya ke Maroko dari siapapun termasuk kedua orangtuanya, dia hanya tak ingin diganggu siapapun.

Bintang mendesah lega ketika taksi yang ditunggunya datang, ia akan menuju hotel yang sudah dipesannya jauh-jauh hari. Gadis itu akan menginap semalam di sana lalu besoknya akan menuju Chefchaouen, ia akan berada di sana selama tiga hari lalu akan melanjutkan perjalanan ke kota El Jadida.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di hotel tempatnya meningap, setelah selesai mengurus serangkaian atministrasi dan mendapatkan kunci kamarnya, gadis itu segera memasuki kamar dengan ranjang berukuran besar dan terdapat fasilitas lengkap berupa satu set sofa yang nyaman, lemari bercat putih, televisi serta kamar mandi. Bintang menggigit bibir bawahnya. Ia sengaja memesan kamar untuk ia gunakan bersama Romi, tapi nyatanya sekarang dia datang sendiri.

Air matanya menetes mengingat hari dimana pernikahannya batal.
Setelah menyimpan koper dan ranselnya di dekat sofa, gadis itu merebahkan diri di kasur, mencoba mengistirahatkan tubuh sejenak setelah melalui penerbangan belasan jam. Bintang sengaja tidak mengaktifkan ponselnya sejak dari bandara tadi, bahkan gadis itu berniat mengganti nomer ponselnya untuk sementara waktu.

***

Sudah beberapa minggu semenjak acara kaburnya, Galaksi masih betah berada di negeri asing yang baru pertama kali ia kunjungi. Jika sebelumnya ia memilih pergi berlibur ke negara-negara di Asia atau Eropa, saat ini memilih pergi ke sebuah negara yang terletak di benua Afrika, yaitu Maroko. Kali ini ia sedang tidak berlibur, ia sedang kabur dari keluarganya. Ia tak peduli di anggap pecundang atau apapun, ia hanya tidak ingin hidupnya dikendalikan oleh papanya. Galaksi punya pilihan hidup sendiri.

Lelaki gondrong itu masih ingat betul bagaimana cara ia kabur di hari pernikahannya. Ia pergi ke apartemen Denis dan meminta sahabatnya itu untuk melancarkan rencananya. Awalnya ia tidak tahu akan pergi kemana, Jakarta sudah tidak aman untuk, bahkan seluruh kota di Indonesia. Pasti papanya akan dengan mendah menemukannya, mengingat Tedja Lesmana adalah pengusaha ternama di Indonesia dan pasti memiliki koneksi di mana-mana.

“Lo kabur aja ke luar negeri,” kata Denis memberi solusi.

“Gue nggak ada persiapan apapun,” jawab Galaksi putus asa.

“Lo pergi aja ke Maroko. Di sana WNI bebas Visa selama 90 hari. Lo bisa bersembunyi dengan aman, gua jamin Om Tedja sulit nemuin lo.” Denis menepuk bahu Galaksi lumayan keras, tapi Galaksi justru tersenyum senang. Ide Denis cemerlang juga.

Sekarang di sinilah Galaksi, dia sedang menikmati mint tea di sebuah kafe bergaya mediterania di Kota Marrakech. Lelaki gondrong itu menyesap mint tea-nya lagi hingga habis. Matanya tertuju pada sebuah souk yang berada di seberang kafe. Di sana ada banyak penjual yang menjajakan pernak-pernik khas Maroko. Ada karpet dengan beragam motif dan warna, lentera, keramik lukis dengan berbagai bentuk dan warna. Keramik lukis? Lukis? Tiba-tiba lelaki itu mendapat ide. Ia akan mencoba melamar pekerjaan sebagai pelukis keramik, mengingat ia merencanakan tinggal di Maroko hingga dua bulan ke depan, itu artinya ia membutuhkan banyak biaya hidup, sementara tabungannya sudah semakin menipis.

Selain merahasiakan kepergiannya dari siapapun kecuali Denis, Galaksi juga memutus segala akses komunikasi dari siapapun termasuk sosial media. Lelaki itu juag menonaktfikan ponselnya. Ia percaya pada Denis, bahwa sahabatnya itu tak mungkin membocorkan kepergiannya dari siapapun, karena kalau sampai itu terjadi ia tak segan-segan menghajar Denis hingga tulang hidungnya bengkok.

Mengingat Denis, entah mengapa lelaki gondrong itu teringat gadis yang disiram wine oleh Denis beberapa minggu lalu di kelab. Aneh, meski kejadian itu sudah lama dan Galaksi tak terlalu peduli karena saat itu dia pun sedang mabuk, tapi wajah ketakutan gadis itu tak dapat dilupakan dengan mudah, menurutnya wajah gadis itu sangat lucu.

Setelah puas menghabiska waktu sorenya dengan menikmati mint tea di kafe favoritnya sejak pertama kali datang ke Marrakech seminggu lalu, Galaksi memilih kembali ke hotelnya yang berjarak lima ratus meter dari kafe itu. sebelumnya, Galaksi menetap seminggu di Rabat dan seminggu di Fez sebelum akhirnya memilih ke Marrakech.

Galaksi tertarik mengunjungi kota yang dijuluki kota merah itu karena di sana banyak destinasi wisata yang menarik, sebenarnya niatnya bukan berlibur, tapi siapa tahu dia bisa mendapat inspirasi baru untuk melukis. Benar saja, dia sudah menyelesaikan dua lukisan terbaiknya, sebuah lukisan yang menggambarkan kesibukan salah satu souk di Marrakech dan suasana Djemaa El-fa dimana seorang penari tradisonal sedang mempertunjukkan aksinya pada pelancong dipusat kota Marrakech tersebut. Rencananya dia akan menjualnya untuk tambahan biaya hidup. Melukis adalah hal yang tak mungkin ditinggalkan oleh Galaksi. Melukis adalah hidupnya.

 Melukis adalah hidupnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FALLING STAR (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang