“GAL, lo ke sini? Bukannya lo...” tanya Denis saat Galaksi memasuki kelab. Denis adalah salah satu teman Galaksi yang juga sering datang ke kelab itu.
“Salah kalau gue datang ke sini? Gue bukan cowok alim kalau lo lupa,” ujar Galaksi sinis, pemuda itu sedikit mendorong bahu Denis yang menghalangi jalannya.
“Wah, edan tuh bocah. Besok kan bakalan kawin dia, malah ke kelab,” tawa Denis terdengar nyaring, pemuda bertubuh kekar itu sedang dalam pengaruh alkohol.
Galaksi langsung memesan minuman favortinya jika sedang kalut seperti sekarang ini, White Russian Cocktail.
“Bang Gal, kusut amat mukanya. Kenapa?” tanya Bastian, bartender muda yang sudah kenal akrab dengan Galaksi. Pelanggannya itu hanya datang jika sedang gudah gulana, Bastian hafal itu. Meski Galaksi bukan pemuda baik-baik, tapi dia adalah tipe orang cukup memperhatikan gaya hidup.
“Kepo lo, Bas. Mending buruan ambilin pesanan gue!” sungut Galaksi sambil mengacak-acak rambut gondrongnya.
“White Russian Cocktail?”
“Pinter. Lo emang paling tahu kesukaan gue.” Kali ini Galaksi tidak ragu memamerken senyumnya. Sejak melihat pelanggannya itu masuk ke kelab, baru saat ini Bastian melihat Galaksi tersenyum.
“Kalau senyum gitu kan Abang lebih ganteng,” ujar Bastian sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Bas, jijik gue. Gue masih normal. Lo jangan coba flirting gue, deh!”
“Yah, Bang, saya juga normal. Bercanda doang biar nggak kaku aja kayak kanebo kering. Hehehehe....” cengir Bastian yang kemudian segera melesat untuk mengambilkan pesanan Galaksi.
Setelah mendapatkan apa yang dinginginkan, Galaksi segera menenggak habis minumanya, kemudian dia memesan lagi dan lagi hingga sepuluh gelas sudah pemuda itu meminum minuman kesukaannya. Tiba-tiba dia mendengar suara ribut-ribut dari meja yang tak jauh dari tempat duduknya. Dengan sedikit kesadaran yang masih dimiliki, Galaksi mencari tahu apa yang sudah mengusik ketenangannya. Matanya membelalak ketika mengetahui temannya ada di sana dengan wajah dan baju basah kuyub. Denis ada di sana dengan rahang mengeras, seolah ingin menelan gadis yang ada di depannya. Gadis itu terlihat ketakutan. Galaksi tampak sedikit menyunggingkan senyum ketika menatap gadis itu. gadis yang malang. Tapi Galaksi tidak terlalu mempedulikannya, dia kembali meminta Bastian untuk mengambilkan minuman untuknya.
“Wiiiih... gila! Bang Denis sadis banget,” pekik Bastian yang menatap ke satu titik dimana Denis berada.
“Kenapa, Bas?” gumam Galaksi setelah menenggak minumannya.
“Nyiram muka cewek itu pakai minumannya.”
“Biarin aja! Lo nggak usah ngurusin orang. Ambilin gue lagi aja sono!”
“Abang udah habis sebelas gelas, lho. Nggak biasanya Bang Galaksi seperti ini,” ujar Bastian yang menatap prihatin pelanggannya yang diklaim paling baik sejauh dia bekerja di kelab ini. Bahkan Galaksi sudah dianggap kakaknya sendiri. Galaksi sudah banyak membantunya, dari mulai membantu biaya operasi ibunya yang terkena penyakit jantung hingga membiayai sekolah dua adik kembar Bastian yang masih SMP.
Di usianya yang masih terbilang muda, sembilan belas tahun, Bastian harus menjadi tulang punggung untuk keluarganya karena sang ayah yang tak bertanggungjawab itu meninggalkan mereka demi wanita lain. Tapi untung saja dia bertemu dengan Galaksi, malaikatnya.
Saat itu Bastian sedang terduduk lesu di sebuah halte. Baju putihnya sudah kusut dan dekil oleh keringat yang membanjiri tubuhnya. Pemuda itu mengusap peluh yang mengalir di keningnya dengan punggung tangan.
Bastian menatap map cokelat yang ada di tangan kanannya. Dia sudah bingung harus mencari kerja kemana lagi? Hanya ijazah SMA yang diandalkan. Hari ini sudah ada lima perusahaan yang menolaknya. Padahal, ada ibu dan dua adiknya yang bergantung padanya.
Tiba-tiba sebuah moge yang dikendarai pemuda gondrong yang tak lain adalah Galaksi--berhenti di depannya. Pemuda itu turun dan duduk di sebelah Bastian.
Bastian memperhatikan orang di sampingnya yang sedang merogoh saku jaket dan mengeluarkan rokok serta korek.
“Mau?” tanya Galaksi yang sadar diperhatikan.
“Saya nggak ngerokok, Bang.”
“Oh. Lo lagi nyari kerja?”
“Iya. Tapi belum dapat-dapat,” jawab Bastian sambil tertunduk lesu.
“Gue tahu ada loker. Lo mau? Tapi di kelab. Kelab itu punya kenalan gue.”
“Yang benar, Bang? Oke saya mau, yang penting halal,” jawab Bastian antusias.
“Hahaha. Padahal yang dijual di sana semua barang haram.”
“Yang penting kan saya nggak nyopet, maling atau jadi koruptor.”
“Bocah pinter,” ujar Galaksi mengacak-acak rambut Bastian. “Yuk ikut gue sekarang!” ajaknya.
Tanpa bantahan, Bastian menaiki moge milik seseorang yang bahkan belum ia ketahui namanya. Ia sama sekali tidak khawatir, karena ia tahu orang yang sedang bersamanya adalah orang baik hanya dengan menatap matanya. Itu adalah salah satu keahlian yang dimiliki Bastian.
“BAS!” teriak Galaksi keras, membuat Bastian tersadar dari lamunannya. “ Lo budeg ya? cepetan ambilin lagi. Lo nggak usah sok ceramahin gue. Buruan!”
Bastian mendengus kesal, terpaksa ia menuruti keinginan orang yang sudah menolongnya. Tak lama kemudian pemuda itu kembali sambil membawakan minuman Galaksi, ia hanya bisa menatap orang yang telah menolong hidupnya itu dengan tatapan iba.
“Bang Galaksi kenapa sih? Cerita aja sama saya,” ujar Bastian.
“Lo nggak bakalan ngerti. Lo masih bocah. Kerja aja yang bener sono! Katanya lo pengen ngelanjutin kuliah? Ntar gue bantu deh,” jawab Galaksi dengan gaya khas orang mabuk, mata lelaki itu sudah memerah.
”Abang itu udah terlalu banyak bantuin saya.” Bastian tersenyum sambil menepuk lembut bagu Galaksi.
"Sekarang coba Abang cerita sama saya, siapa tahu bisa plong perasaannya, walaupun mungkin nantinya saya nggak bisa bantu apa-apa.”
“Sialan!” Galaksi tiba-tiba mengumpat ketika mengingat papa dan kakaknya yang memaksanya untuk menikahi gadis itu. “Gue dipaksa kawin sama cewek yang bahkan gue nggak kenal,” katanya dengan suara sedikit menggeram.
“Abang dijodohin? Kenapa nggak mau? Ceweknya jelek, gendut, item atau...”
“Nggak. Bahkan dia cantik, seksi dan bahkan gue yakin dia bisa membangkitkan gairah gue.” Galaksi tertawa sumbang sambil memukul-mukul meja tinggi di depannya. Meski tidak pernah menjalin hubungan asmara dengan lawan jenis, lantas tidak membuat Galaksi sama sekali tidak pernah berhubungan dengan wanita. Ia bahkan sering melakukan one night stand dengan wanita yang ditemuinya di kelab malam ini jika ia sedang benar-benar kacau dan membutuhkan pelampiasan.
Galaksi memang pembangkang, urakan dan brengsek. Sangat berbeda dengan kakanya yang penurut, sopan dan berpendidikan tinggi.
Song: Charlie Puth-Attention
Gunungkidul, 26 April 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLING STAR (Completed)
Romance📌 Cover made with Canva [Completed] Bintang Tavisha sejak dulu tidak pernah membiarkan hatinya jatuh pada lelaki lain. Baginya, Romi adalah lelaki yang pantas ia cintai. Meski perangai lelaki itu tak cukup baik di mata publik. Semua menjadi nyata k...