⭐ GALAKSI VS MARIO ⭐

373 34 5
                                    

SETELAH mengalami beberapa pergolakan batin, akhirnya Bintang memutuskan menelpon Rosa. Bagaimanapun juga ia harus tahu perkembangan Belle Robe. Pukul tiga sore di El Jadida, itu artinya di Jakarta masih pukul sembilan malam, kemungkinan besar Rosa belum tidur. Karena di hari biasa, Belle Robe tutup pukul delapan malam.

Setelah terdengar beberapa kali nada sambung, akhirnya suara lembut seorang wanita menyapa pendengaran Bintang. Gadis itu menanyakan apa perkembangan dan apa saja yang terjadi di Belle Robe ketika dia pergi. Banyak kompalinkah? Rosa mengatakan tak ada masalah serius dengan Belle Robe, meski ada beberapa komplain tapi Rosa dan karyawan yang lain masih bisa mengatasi. Nyaris setiap hari Belle Robe ramai dikunjungi pelanggan. Baju untuk pagelaran hampir selesai dan desain edisi Ramadan juga sudah selesai, Rosa berjanji akan segera mengirim hasilnya ke email Bintang.

"Tapi ada masalah lain di luar Belle Robe, Mbak Bin?" suara Rosa terdengar bergetar di seberang sana.

"Masalah apa, Ros?" tanya Bintang setenang mungkin, walau dalam hati dia takut luar biasa.

"Bapak dan Ibu beberapa kali nanya ke saya di mana keberadaan Mbak Bin, tapi saya bisa ngeyakinin kalau saya sama sekali nggak tau Mbak ada di mana. Habis itu nggak nanya lagi dan nitip Belle Robe ke saya sampai Mbak pulang. Tapi..." Rosa menjeda ucapannya, membuat Bintang penasaran setengah mati, namun ia berusaha setenang mungkin.

"Nyaris setiap hari Pak Romi datang ke Belle Robe, duduk berjam-jam di ruangan Mbak dan saya beberapa kali mergokin dia nangsi. Dia memohon terus sama saya buat ngasih tau keberadaan Mbak Bin."

Lutut gadis itu tiba-tiba melemas, andai ia tak berpegangan pada pagar pembatas balkon, mungkin tubuhnya sudah luruh ke lantai. Hal paling mengejutkan yang pernah didengarnya, Romi menangis. Apa yang sebenarnya membuat lelaki itu menangis? Apa mungkin ia menyesali perbuatannya?

Bintang memijat keningnya. Bagaimanapun juga kesalahan Romi tak bisa ditolerir. Lelaki itu sudah menghamili gadis lain. Bintang memang mencintai Romi, tapi sakitnya pengkhianatan lebih mendominasi.

"Ros, please jangan kasih tau Romi keberadaanku, apapun yang terjadi." Bintang memohon. Mata gadis itu memanas, menahan cairan bening yang sebentar lagi meledak. Lalu, gadis itu mematikan sambungan telepon secara sepihak, tidak menunggu jawaban dari lawan bicaraya. Ia terlalu sibuk dengan gejolak dihatinya.

***

Gadis itu hanya pernah satu kali jatuh cinta, menyerahkan seluruh hatinya dan sulit berpaling. Namun, apa yang didapatnya? Rasa sakit yang luar biasa mematikan. Bintang tidak pernah mengira Romi akan mengkhianatinya. Selama bersamanya, lelaki itu nyaris tidak pernah menunjukkan tabiat buruk. Satu hal yang bercokol di kepala dan hati Bintang, Romi sudah berubah demi dirinya. Tapi nyatanya itu tak pernah terjadi. Romi tidak akan pernah setia pada satu wanita.

Seharusnya Bintang beruntung, bukti kebejatan Romi terungkap beberapa menit sebelum janji suci antara keduanya terucap. Gadis itu tak bisa membayangkan jika terjadi sebaliknya.
Bintang mendesah kasar sambil menatap langit malam kota El Jadida yang penuh dengan kerlap-kerlip bintang dan guyuran sinar rembulan.

Pembicaraannya dengan Rosa beberapa jam yang lalu membuatnya gelisah hingga kini. Dia kira Romi sudah tak peduli padanya, lelaki itu yang mengatakan lebih dulu batalnya pernikahan mereka. Untuk apa lelaki itu menangis?

Pertahanan Bintang nyaris runtuh hanya karena mendengar dari mulut Rosa bahwa lelaki itu menangis. Apa dia akan mudah luluh oleh Romi seperti dulu? Tidak, kali ini kesalahan Romi sudah sangat fatal. Lelaki itu harus bertanggungjawab atas anak dalam kandungan Feli.

"Ehm..." suara itu mengagetkan Bintang. Gadis itu menoleh, seorang lelaki gondorng yang rambutnya di gelung asal berdiri menjulang di sampingnya. Gadis itu terkesiap hingga bergeser dua langkah dari tempatnya semula.

FALLING STAR (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang