Brotherhood

715 115 40
                                    

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Ignis harus mengakui kalau semenjak Raja menjadikan dirinya sebagai kandidat calon dewan menteri Royal Council di masa depan, memanglah sebuah berita yang bagus bagi karir politiknya. Tapi mau tak mau, pemuda berusia dua puluh tiga tahun awal itu harus disibukkan dengan banyaknya pekerjaan yang mengharuskannya keluar masuk wilayah Royal Council.

Raja bahkan sudah mulai mengikutkannya dalam rapat tertutup dengan para dewan istana. Seperti hari ini, bahkan pemuda berbadan jangkung itu harus menghabiskan waktu dari pagi sampai siang membahas masalah krisis politik di Lucis yang ternyata sudah masuk dalam tahapan serius. Berada satu ruangan dengan para menteri di Royal Council sebagai anggota termuda jelas membuat Ignis merasa segan. Pemuda itu mengalami sedikit tekanan mental meski kecerdasan seorang Ignis Scientia tak perlu diragukan lagi.

Ignis menyimak keseluruhan apa yang dibahas oleh Raja bersama dewan menteri secara cermat. Bahkan kemana pun ia pergi, Ignis tak pernah lupa membawa sebuah buku agenda untuk mencatat poin-poin penting dari risalah yang sedang dibahas bersama.

Dan akhirnya, rapat pun selesai tepat pada tengah hari, sekitar pukul dua belas siang.

Ignis berinisiatif untuk pamit, undur diri dari hadapan Raja. Akan tetapi, ia menghentikan langkahnya sebentar tatkala mendengar panggilan dari Regis.

"Ignis," suara dari Sang Raja Lucis yang penuh wibawa sedikit membuat Ignis merasa gugup.

Kharisma Regis sebagai seorang raja memanglah luar biasa. Bahkan hanya dengan mendengar suara beliau saja, mampu membuat hatinya merasa bergetar. Sejak kecil, Ignis selalu mengagumi sosok Raja Regis.

"Yang Mulia Raja," balas Ignis sembari membuat sikap membungkuk penuh hormat.

Regis tampak agung dalam balutan jubah kebesarannya, tak lupa sebuah tongkat hitam berlapis emas yang selalu beliau bawa di tangan kanannya. Cor Leonis sang pimpinan militer Lucis juga ikut berdiri di belakang Sang Raja.

Rambut Regis yang berwarna abu-abu disisir halus ke belakang. Ignis bisa menangkap gurat-gurat keletihan dari wajahnya, namun Regis tetap menampilkan senyuman hangat seperti biasa.

"Bagaimana perkembangan Pangeran? Kudengar kalian sempat berselisih paham. Aku tak tahu masalah apa yang sedang menimpa kalian. Tapi aku percaya, dengan sikap kedewasaanmu, kau pasti bisa membimbing Noctis menjadi pribadi yang jauh lebih baik." ujar Sang Raja.

Mendengar pujian tersebut membuat Ignis merasa tersanjung.

"Pangeran sudah mulai beradaptasi dengan tugas-tugasnya, Yang Mulia. Saya rasa perkembangannya begitu pesat. Saya yakin dalam beberapa waktu ke depan, Pangeran sudah bisa menujukkan kualitasnya sebagai calon pemimpin negara." jawab Ignis.

Regis pun tampak tersenyum, "Aku tak menyangka Noctis sudah banyak berubah. Kurasa situasi politik di Lucis yang mulai tidak stabil memaksanya untuk membuka mata. Dia sudah mulai bergerak keluar dari zona nyamannya. Aku berterima kasih atas dedikasimu yang tanpa pamrih mengajari Noctis dengan penuh kesabaran."

"Itu sudah merupakan kewajiban saya, Yang Mulia. Anda telah mempercayakan Pangeran kepada saya, maka sudah selayaknya saya menjaga kepercayaan yang sudah Anda berikan."

Regis kembali tersenyum, mengangguk pelan, Sang Raja kemudian menepuk bahu Ignis beberapa kali, "Aku memang tidak pernah salah dalam menilai seseorang, Ignis. Kuharap kau selalu berada di sisinya sampai kapan pun. Jangan pernah meninggalkan Noctis sendirian. Dia tidak akan bisa menaklukkan rintangan yang sudah menantinya tanpa bantuan serta dukungan dari teman-temannya."

Goddess & The Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang