..
.
.
.
.
.
.
.
.
Begitu Glacian lenyap, Noctis teringat akan Ardyn. Ia berlari menerjang Ardyn yang masih membeku menjadi patung es. Memanggil Trident of Oracle di tangannya, Noctis menghancurkan patung es itu hingga pecah berkeping-keping. Tubuhnya melemas seketika.
Ignis dan Gladiolus tampaknya masih tak sadarkan diri. Keduanya pingsan di deretan bawah kursi penumpang.
Noctis mencoba menyadarkan kedua temannya, "Hey, bangun!"
Gladiolus yang sudah sadar terlebih dahulu langsung bangkit berdiri, suaranya terdengar parau. "Apa yang sudah terjadi?"
"Kalian baik-baik saja? Aku melihat Glacian." kata Noctis. "Sebaiknya kita segera memeriksa keadaan Masinis Biggs." usulnya kemudian.
Ignis berusaha bangkit berdiri. Gladiolus kemudian membantu Ignis berdiri dan membawa pemuda berkacamata itu mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat. Semenjak mata kirinya menjadi buta, kondisi Ignis tak lagi begitu baik. Noctis melarang keras Ignis untuk ikut berpartisipasi dalam setiap pertarungan karena khawatir akan kondisinya. Oleh sebab itulah, Gladiolus dan Noctis yang akan mengambil peran jika bahaya datang.
Ketika baru akan bangkit berdiri, kedua netra Noctis membeliak kaget karena dikejutkan oleh kemunculan Ardyn. Tentu saja Noctis syok setengah mati karena jelas-jelas ia tadi sudah mengalahkannya.
Ardyn menyeringai ke arah Noctis. "Untuk sesaat aku merasa jika angin dingin datang membawa kematian. Memang seperti itulah kekuatan para dewa." Ardyn melangkah santai mendekati Noctis. "Tapi, aku tiba-tiba jadi ingat kalau aku ini abadi. Yah, itu adalah berkat yang kuterima beserta kutukannya."
Noctis melebarkan kedua matanya kala mendengar pengakuan mengejutkan dari Ardyn barusan.
"Seranganmu menyakitiku, Noct. Ah, bukan, tapi perasaanku setidaknya." Ardyn menatap tajam Noctis dengan sorot aneh. Dendam, sakit hati, dan amarah menjadi satu. "Dan setelah semua ingatan yang pernah kita lakukan, aku ingin mencoba mengingatkanmu kembali."
Ardyn mengangkat sebuah pistol dan menodongkannya ke Noctis. "Apa aku harus menegaskannya? Jika kau tidak mengingat semua masa lalu kita?"
Noctis tak memahami maksud ucapan Ardyn sedikit pun. Ia mencoba merebut pistol Valiant dari tangan Ardyn, namun Ardyn segera menariknya menjauh.
"Aa... kau tidak bisa mengambil barang yang bukan milikmu."
"Dimana Prompto?" tanya Noctis.
Jari telunjuk Ardyn menunjuk ke arah gerbong depan. "Dimana lagi selain Gralea? Kupikir dia akan senang melihatmu di sana." tersenyum tipis, Ardyn seolah mengejek Noctis. "Dan mungkin kau juga akan menemukan kristalmu."
.
.
.
.
.
Selepas kepergian Ardyn, Noctis duduk berhadapan dengan Ignis. Gladiolus berdiri di dekat mereka. Rupanya ketiganya sedang was-was memikirkan perjalanan mereka ke Gralea.
"Setelah kita tiba di sana, kita harus selalu waspada."
Noctis mendekat ke arah Ignis. "Kau benar. Prompto dan kristalnya ada di sana. Ini tidak akan mudah karena tempat itu pasti dipenuhi jebakan dan para daemon."
KAMU SEDANG MEMBACA
Goddess & The Crown Prince
FanfictionTerjebak di sebuah dimensi lain, membuat Haruno Sakura tak mampu lagi membedakan mimpi dan realita. Ia bertemu Noctis Lucis Caelum sang putra mahkota Kerajaan Lucis dalam sosok gadis jelita bernama Claire Izunia. Apakah yang sebenarnya diinginkan pa...