Kebahagiaan Ke-Sembilan

6 1 0
                                    

"Habis dari mana? Bunda pulang ke rumah kok nggak ada orang?" Moli mengalihkan fokusnya kepada seseorang yang memasuki rumahnya.

Fian menoleh, suara bundanya menyambut kedatangannya ke rumah. Fian tersenyum manis, kemudian ia mengeluarkan sebuah kotak dari tas belanjaannya di toko perhiasan tadi, kemudian duduk di samping Bundanya.

"Bun, bagus nggak?" tanya Fian sambil menyodorkan sebuah kotak yang sudah terbuka.

Moli mengambil kotak itu kemudian memandanginya, ia tersenyum. "Bagus, ini kado untuk Keisha?"

Fian menggelengkan kepalanya. "Bukan."

Moli mengernyit, "Jadi?"

"Buat Bunda."

Moli terkekeh. "Kan Bunda nggak ulang tahun."

"Emang harus ulang tahun dulu baru boleh dikasih hadiah? Ya udah Bunda ulang tahunnya setiap hari aja biar Fian kasih kado kapanpun Fian mau," protes Fian. Lengkungan bibir Moli terbentuk sempurna karena melihat bibir anak itu mengerucut dengan sendirinya.

"Iya, makasih, ya, Sayang," Moli mengeluarkan isi kotak tersebut, sebuah kalung dengan liontin berbentuk lingkaran yang di dalamnya terdapat ukiran bunga sakura, Moli memakaikan kalung tersebut di lehernya, kemudian memperlihatkannya kepada Fian. "Gimana cocok nggak sama Bunda?"

Fian mengacungkan jempolnya. "Nambah cantik, Bun!"

Moli terkekeh, ia menutup kembali kotak tersebut, lalu beralih lagi menatap putranya. "Kamu udah makan?"

Fian mengangguk. "Udah."

Moli balas tersenyum lalu kembali menonton acara di TV, tapi tiba-tiba ia dikagetkan dengan kepala seseorang yang kini tengah bersandar pada kedua pahanya.

"Coba Fian jangan makan dulu, ya? Biar disuapin sama Bunda," ucap Fian saat sudah mendapat posisi tidur yang nyaman, ia menyengir lebar menatap bundanya.

Moli mencubit hidung putranya, "Kenapa akhir-akhir ini anak Bunda manja banget, ya?"

Fian terkekeh, kemudian ia ikut menyaksikan acara yang sedang diputar di TV.

"Keisha kamu beliin kado apa?"

"Kalung juga, Bun." Fian mengulurkan tangannya mengambil tas belanja yang dia letakan di atas meja TV, dia enggan beranjak dari pangkuan bundanya. "Fian beli tiga, satunya lagi buat Bella. Semuanya sama-sama bunga sakura, biar nggak saling iri."

Moli terkekeh lagi. "Tumben kamu jelasinnya panjang banget."

Fian balas terkekeh. "Biar nggak ditanya lagi."

"Oh, jadi Bunda ganggu gitu?"

"Ya enggak. Fian ngantuk." Tidak nyambung memang, tapi itu yang Fian rasakan. Perlahan matanya terpejam, dan tertidur di pangkuan hangat bundanya.

--

"Selamat ulang tahun."

Keisha menoleh kepada seseorang yang berdiri di sampingnya, lalu senyumnya mengembang sempurna. "Ya ampun, aku kira kamu lupa, semaleman aku mantengin HP, dikira bakal dapet ucapan."

Fian menggaruk tengguknya, sindiran Keisha terasa sangat jelas baginya. "Aku ketiduran semalam, ngantuk banget."

Keisha masih mempertahankan kerucut di bibirnya, ia melangkahkan kakinya meninggalkan Fian.

Fian menyusul langkah Keisha, ia menggenggam tangan mungil gadis itu. "Jangan ngambek, ya? Ntar aku kasih kue," bujuk Fian seperti sedang membujuk seorang anak kecil.

Keisha masih mempertahankan kerucutannya.

"Kado, deh, sekalian."

Bibir Keisha masih mengerucut.

Sebuah Batas HalusinasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang