"Kita mau ke mana?"
Keisha bingung karena Fian mengambil arah yang berlawanan dengan rumahnya.
"Kemarin aku tanya bunda, kalau suka sama seorang gadis itu harus gimana."
"Terus?" Keisha masih tak mengerti dengan perkataan Fian. Itu bukan jawaban atas pertanyaannya.
"Terus bunda jawab, katanya aku harus minta izin dulu sama orangtua gadis itu, dapatin kepercayaan orangtuanya, baru bisa dekatin anaknya."
"Jadi?"
"Jadi sekarang kita ke makam papa kamu."
Keisha termangu, ia tak menjawab atau bertanya hal lain lagi.
🌓
Mereka telah tiba di depan makam papanya Keisha. Terukir nama Victor Aditya pada salah satu batu nisan yang berwarna putih. Tulisannya sudah memudar termakan oleh air hujan dan udara yang lembab, dan warna putih batu nisan tersebut sudah kecoklatan akibat tanah basah yang berada di sekitaran batu nisan tersebut.
Kali ini, Fian melangkahi batasannya, ia mengajak Keisha datang berkunjung ke makam papanya, dan dengan sopan meminta izin untuk mengetuk pintu hatinya. Mungkin hal ini akan membuat gadis itu membuka memori masa lalunya lagi, membawa dia kepada kenangan indah bersama papanya.
Sejatinya, manusia tak akan pernah bisa melupakan kenangan seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya.
"Om, saya datang bawa Keisha."
Suara teduh Fian membuat Keisha menoleh ke arahnya. Tangan pria itu mengelap debu serta tanah yang terdapat pada batu nisan tersebut.
"Saya teman dekatnya Keisha. Saya memang belum sempat berkenalan dengan Om, tapi Om bisa mempercayai saya untuk menjaga Keisha," lanjutnya.
Sebuah ulasan senyum terbentuk dari bibirnya. Pria itu beralih menatap mata Keisha, tak kalah nanar dari tatapan gadis itu, seolah ia mengerti apa yang sedang Keisha rasakan. Fian mengambil tangan Keisha kemudian membawanya dalam genggaman. "Saya mau minta izin untuk mencintai anak Om. Keisha."
Keisha memejamkan matanya saat kata-kata itu terucap dari bibir merah jambu Fian. Ketika gadis itu membuka matanya, hal pertama yang ia tangkap oleh retina matanya adalah tatapan teduh Fian. Keisha mengulaskan sebuah senyum.
🌓
Sepanjang perjalanan pulang, tak ada satupun obrolan. Mereka tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Sampai Fian mengantar Keisha di depan rumahnya pun gadis itu tak menyadarinya, Fian melihat wajah Keisha dari spionnya. Gadis itu melamun sepanjang jalan. Fian menelan salivanya, dia takut keputusan yang ia ambil untuk membawa gadis itu ke makam papanya adalah keputusan yang salah.
"Kei?" Fian berbalik dan menyentuh bahu Keisha. "Kamu nggak papa?"
Keisha seperti tersadar, dan menatap sekitar. "Udah sampai, ya?" Kemudian dia turun dan mengembalikan helm Fian. "Aku masuk duluan, ya?" pamit Keisha.
Keisha berbalik badan, namun Fian menahan lengan gadis itu, sehingga Keisha beralih menatap Fian. "Suatu saat nanti aku pasti punya keberanian untuk bertemu dengan mama kamu dan juga ayah aku, kita nggak akan seperti penjahat yang bersemunyi lagi," ucap Fian dengan kepercayaan diri yang mulai meningkat juga seuntas senyum lembut kepada Keisha.
🌓
Seharusnya ini di-post kemarin atau dijadiin satu dengan chapter sebelumnya, tapi yah, kelupaan wkwkw.
Maaf ya kalo nggak menyentuh, sumpah aku paling lemah kalo disuruh bikin adegan romantis, jadinya geli sendiri wkwkw.Udah gitu aja, selamat malam senin❤️
Putri Aulia Fauziah
07 April 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Batas Halusinasi
Ficção AdolescenteReboot Luka Terindah Jika di Luka Terindah kamu akan bertemu dengan dongeng tentang Dewa Matahari dan Dewi Cahaya, di cerita ini kamu hanya akan bertemu dengan kedua anak kecil yang sangat ingin pergi ke bulan dan membuat dunia mereka berdua di sana...