Fian mengajak Keisha keluar, hanya mereka berdua di dalam mobil tersebut, karena Bagas lebih memilih untuk menginap di rumah sampai esok pagi. Fian melajukan mobilnya membelah jalanan yang masih ramai di jam delapan malam.
Mereka tiba di sebuh gedung tua, gedung yang tak asing bagi Keisha. Keisha menoleh kepada Fian, Fian tersenyum dan menggandeng tangan Keisha, menuntun gadis itu melewati pagar pembatas dan menaiki satu per satu anak tangga.
Mereka tiba di lantai teratas, Keisha dan Fian duduk di sebuah pinggiran gedung, tempat Fian mengungkapkan perasaannya kepada Keisha.
Keisha melirik tas kecil yang sedari tadi ada di dekat mereka. "Itu apa?" tanyanya dengan raut wajah penasaran.
Fian menoleh ke arah Keisha, kemudian mengambil kotak persegi panjang yang ada dalam tas kecil tersebut. Ia membukakan kotak tersebut.
"Buat kamu." Fian mengambil kalung yang tergelatak di atas busa putih di dalam kotak tersebut, kemudian tangannya terulur. Tubuhnya mendekat untuk memakaikan kalung tersebut di leher Keisha.
Keisha menahan napas karena jarak Fian yang terlalu dekat dengannya. Waktu terasa berjalan lambat. Memakaikan kalung tak pernah terasa selama ini sebelumnya. Wangi parfum Fian yang manis langsung menyeruak membuat Keisha terbius olehnya, Keisha tak dapat berkutik.
Setelah rantai kalung saling terpaut, Fian masih terdiam di tempatnya tanpa melepas uluran tangannya dari pundak Keisha. Ia peluk tubuh Keisha, membisikan kalimat syahdu tentang seorang matahari yang ingin berterima kasih kepada cahayanya yang selalu menemaninya, seperti nama panjang mereka, baskara dan luciana.
"Selamat ulang tahun," ucapnya tepat di telinga Keisha, sangat lembut sampai membuat Keisha terbuai karenanya. "Terima kasih karena selalu ada, terima kasih karena nggak pernah pergi meski aku hancur berkali-kali, terima kasih telah menjadi penguat di saat rapuh. Aku sayang kamu, terima kasih telah menerima dan membalas." Fian mengurai pelukannya, dan beralih menatap Keisha.
Keisha melihat kalung tersebut, ada dua kalung yang sekarang terjuntai di dadanya; satu kalung dengan liontin bulan dan kalung dengan liontin kelopak bunga sakura. "Makasih," ucap Keisha saat ia memandangi kalung tersebut.
Hujan merayap menyelimuti mereka, membuat Fian melepas jaketnya untuk dijadikan payung di atas kepala Keisha. Gadis itu menolak beranjak, ia malah mengajak Fian untuk hujan-hujannan seperti saat mereka kecil dulu.
"Nanti sakit, Kei," tolak Fian.
"Enggak!" sergah Keisha. Ia melepaskan jaket Fian, lalu bangkit dan mengulurkan tangannya mengajak pria itu turut bangkit dan bermain hujan bersamanya seperti saat mereka masih kecil.
Fian menurut. Ia melipat jaketnya, lalu ikut hujan-hujanan bersama Keisha. Membiarkan kepala mereka dijitaki berkali-kali oleh tetesannya, dan membiarkan suhu dingin mengerayap menembus dinding-dinding tulang mereka.
Tubuh Fian sudah menggigil, ruas-ruas jarinya sudah memutih. Ia khawatir dengan Keisha karena terlalu lama terkena hujan. Fian merentangkan jaketnya dan memayungi kepala gadis itu lagi.
Keisha terdiam dan memandangi Fian yang menatapnya dengan khawatir, padahal sebenarnya, kondisi pria itu yang lebih mengkhawatirkan.
"Pulang, yok! Udah puas kan hujan-hujanannya?"
Keisha menggeleng. "Sebentar lagi," pintanya.
Fian berdecak kesal, tapi Keisha hanya diam menatapnya.
"Aku nggak akan sakit walaupun kena hujan." Keisha melepas sebuah kalung dengan liontin bulan dari lehernya, kemudian mengambil telapak tangan Fian yang menyanggah jaket di atas kepalanya, lalu menaruh kalung tersebut dalam genggaman tangan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Batas Halusinasi
Fiksi RemajaReboot Luka Terindah Jika di Luka Terindah kamu akan bertemu dengan dongeng tentang Dewa Matahari dan Dewi Cahaya, di cerita ini kamu hanya akan bertemu dengan kedua anak kecil yang sangat ingin pergi ke bulan dan membuat dunia mereka berdua di sana...