28. Pemberitaan

11.1K 1.4K 147
                                    

"Kenapa malem banget baru dateng?" Domi langsung menghambur memeluk Sena begitu melihat pria itu berdiri di depan pintu rumahnya.

Sena membalas pelukan Domi. "Maaf. Nggak mudah untuk menghilang dari kejaran wartawan."

Domi menengadah memandangi Sena. Sehari saja tidak melihat pria ini membuat Domi gelisah. Rasanya ada yang kurang. "Mereka ada di galeri kamu juga?"

"Hmm." Sena mengangguk. Mengurai pelukan mereka, kemudian membimbing Domi menuju ruang keluarga rumahnya.

"Terus gimana caranya kamu pergi?"

"Reiga yang atur."

"Abi, kita harus gimana?" tanya Domi takut-takut.

Sena duduk perlahan, menyandarkan punggungnya di sofa. Perlahan Sena menggeleng lesu. Wajahnya terlihat sangat keruh. "Semuanya kacau."

"..." Untuk pertama kalinya Domi melihat Sena seperti ini. Biasanya, lelakinya ini selalu tenang, terkendali. Tapi kali ini, Sena terlihat kebingungan. Dan itu semua karena dirinya.

"Wartawan sudah tahu identitas Luna. Tidak lama lagi nama dan wajah Luna akan muncul dalam pemberitaan."

Domi terbelalak ngeri. "Tante Clare?"

"Sepertinya wartawan juga sudah tahu. Rumah Clare di Bandung sudah didatangi wartawan."

Tuhan! Ini gawat .... "Rumah Luna?"

Sena menggeleng. "Dia tidak bisa pulang. Rumah Mbak Mayang dijejali wartawan."

Diam. Hening. Domi rasanya ingin menghilang saja.

Sena melirik Domi yang hari ini sangat diam. Gadis itu duduk persis di sebelahnya. Diam. Kaku. Tidak bicara. Tidak bergelayut manja seperti biasanya. Sena memajukan sedikit kepalanya untuk melihat wajah Domi, dan terkejut mendapati pipi gadis itu sudah basah. Untuk kesekian kalinya Sena mendapati gadis ini kembali menangis, dan ia tidak suka. Gadisnya ini tidak boleh menangis. "Kenapa kamu menangis?"

"Maaf," bisik Domi tanpa mau balas menatap Sena.

"Maaf untuk apa?"

"Semua gara-gara aku." Suara gadis ini jelas bergetar.

Sena mengambil tangan Domi, menggenggamnya perlahan. "Dominique, ada apa?"

"Kalo aja aku nggak ngotot ngejar-ngejar kamu, nggak akan begini jadinya."

Ada yang salah di sini. Sepertinya ada sesuatu yang Domi ketahui yang belum gadis ini ceritakan. "Ada hal yang aku lewatkan?"

Domi takut mengatakan prasangkanya. Domi takut Sena akan membencinya. Tapi Domi lebih takut lagi membohongi pria ini. "Prabu Wiryawan."

Mendengar nama itu, Sena merasa waspada.

"Tiga hari yang lalu dia menemui aku lagi. Dia minta aku buat tinggalin kamu. Dia mengancam bakal bikin sesuatu yang jahat sama kamu. Tapi aku nggak dengerin kata-katanya. Aku nggak tau dia bakal setega ini." Aliran air mata di pipi Domi semakin deras. Pandangannya mengabur karena air mata, padahal ia ingin melihat wajah Sena. Domi ingin membaca ekspresi pria itu.

"Maksud kamu, semua ini ulah papa kamu?" tanya Sena tenang.

"Aku yakin ini ulah dia. Aku kenal kebiasaan dia." Domi benci. Benci sebenci-bencinya pada Prabu Wiryawan. Sosok yang hanya bisa menorehkan luka dalam hidupnya sejak lama. Bahkan kini, saat ia hampir meraih kebahagiannya, Prabu Wiryawan tidak tinggal diam.

Sena menghembuskan napasnya, sedikit kasar. Ia mengusap wajahnya. Pening. "Masalah ini akan bertambah besar. Urusannya akan panjang." Andrew tidak akan diam saja jika tahu semua ini ulah Prabu.

"Aku minta maaf." Domi menggigit bibirnya untuk menahan isakan yang akan terdengar mengganggu. Ia benci menangis. Ia benci menjadi lemah dan cengeng. Lagipula menangis bukan gayanya. Tapi ia takut membayangkan akan kehilangan Sena.

"Kamu tenang aja. Yang aku pikirkan cuma Luna. Aku nggak mau Luna jadi nggak nyaman karena ini. Namanya akan jadi sorotan. Orang akan tahu dia adalah keturunan Tandayu." Jelas Luna akan menjadi sorotan. Pemilik nama Tandayu akan selalu menjadi sorotan, karena nama itu cukup berpengaruh di negara ini.

"Kamu nggak takut kalo berita ini bakal buat karir papa kamu terancam? Karena aku rasa orang itu melakukan ini untuk menyerang papa kamu." Domi sudah tahu tentang hubungan di antara orang tua mereka, Sena sudah menceritakannya. Tidak ada yang ditutup-tutupi dalam hubungan mereka.

"Soal Papa aku nggak peduli, Dominique. Nama baik Papa bukan urusan aku." Sena yakin, Prabu Wiryawan tidak tahu jika hubungannya dengan sang ayah sebenarnya buruk. Jika Prabu Wiryawan berpikir dengan ulahnya ini Sena akan menjauh dari putrinya, orang itu salah besar. Ulah Prabu Wiryawan hanya akan membangkitkan kemarahan Andrew Bratasena Tandayu. "Aku cuma khawatir, dengan pemberitaan ini, Papa jadi tahu tentang Luna. Ini semua mempermudah dia menemukan cucunya."

"Emangnya mereka nggak saling kenal? Belum pernah ketemu?"

"Hmm."

"Jadi gimana sekarang? Papa kamu pasti jadi tau soal Luna."

"Kalau memang mereka harus bertemu. Aku sendiri yang akan pertemukan mereka. Aku nggak rela kalau dia sampai diam-diam menemui Luna."

"Abi, gimana kalo setelah ini papa kamu marah besar dan ancam kamu buat tinggalin aku?"

Sena tersenyum menenangkan. "Dia nggak akan bisa. Aku bukan lagi bocah ingusan yang bisa dia hancurkan semudah dia menghancurkan aku dulu."

***

"Dominique, bangun." Sena mengusap lembut pipi Domi, berusaha membangunkan gadis itu. Sebenarnya Sena tidak tega mengingat gadis itu baru tidur sekitar tiga jam, tapi mereka harus berangkat secepatnya.

Domi mengerjapkan matanya perlahan. Matanya sulit membuka, dan usapan Sena di pipinya sama sekali tidak membantu menyegarkan matanya. Domi melirik jam dinding di kamarnya, belum lagi menyentuh angka empat. "Mau ngapain, Bi?"

"Jemput Luna."

Nah, mendengar kata Luna jauh lebih ampuh membuat otak Domi bekerja. Domi langsung terduduk begitu mendengar nama Luna. "Mau ngapain subuh-subuh gini, Bi?"

"Mau bawa Luna ke tempat yang aman."

Apalagi ini? Apa yang Domi lewatkan dalam tiga jam tidurnya? "Abi, aku nggak ngerti. Coba dijelasin, Bi."

Sena melirik jam tangannya. "Sambil jalan aja, ya? Sekarang kamu cuci muka dan gosok gigi dulu. Aku tunggu di bawah."

Meski kepalanya penuh pertanyaan, Domi tetap menurut. Sena terlihat terburu-buru, dan Domi tidak mau menyusahkan pria itu. Hanya sepuluh menit dan Domi sudah siap, duduk manis di dalam mobil Sena.

***

--- to be continue ---

HOT Single DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang