Apel siang baru saja usai. Mosha duduk di tepi tanah lapang. Ia menatap sebuah balai kecil dihadapannya. Ramai. Sesak. Banyak kerumunan orang disana. Sesekali ia tersenyum kecil. Bayangannya kembali pada senja waktu kemarin. Kita ia temui Shima. Bahkan ia pun tak sekali berpikir akan bertemu dengan gadis bermata jeli disana. Tempat pelariannya. Samudera luas. Tempatnya merenung. Menggantung rindu pada keluarga tercinta.
Tempat dimana ia bisa menebus rindu pada ayah bundanya. Disana, ia bisa berangan bertemu kakak dan adiknya. Rindu akan kehangatan rumah. Mosha adalah anak laki-laki terakhir di rumah itu. Tiga kakaknya laki-laki semuanya sudah memiliki pekerjaan masing-masing. Dan dua kakaknya yang lain perempuan. Semuanya telah berjaya. Dua orang tuanya rupanya telah Berhasil mendidik putra-putrinya menjadi orang yang berguna.
Betapa keluarga itu banyak mencetak abdi negara. Bagaimana tidak, kakak pertama laki-laki nya seorang guru disalah satu sekolah dikampung halamannya. Ia sudah berkeluarga dan memiliki anak. Tak jauh berbeda, kakak keduanya perempuan adalah seorang bidan di Padang panjang. Ia mengikuti jejak suaminya yang seorang tentara disana. Kakak ketiganya juga perempuan. Sama seperti kakak pertama mereka, kakak perempuannya yang satu ini adalah seorang guru. Kakak keempat dan kelimanya semua juga seorang abdi negara. Mereka adalah seorang polisi dan tentara.
Mosha hanya memiliki satu orang adik. Adiknya perempuan. Ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Ia paling dekat dengannya. Sehingga wajar saja jika si bungsu Itulah yang paling ia rindukan. Betapa ia rindu semuanya. Tapi itulah resiko menjadi seorang tentara. Harus siap jauh dari keluarga.
"Hoi!", Maruli mengagetkan pria itu.
Mosha tampak terkekeh. Ia kembali dalam kenyataannya. Maruli mendudukan dirinya disamping pria itu. Maruli menatap arah yang sama dengan apa yang Mosha tatap.
"Aku tak suka orang itu", kata Maruli.
Mosha menatap sahabatnya itu. Kemudian menatap apa yang ditunjuk Maruli. Dilihatnya seorang laki-laki tinggi nan kurus. Kulit hitam manis dengan hidung sempurna. Guratan wajah sangar.
"Kenapa?"
"Tak suka saja! Tidak tahu"
Mosha terkekeh. Menurutnya tak ada yang salah dari pria itu. Hanya mahasiswa KKN. Tunggu dulu, mahasiswa KKN. Itu artinya pria itu pasti mengenal Shima. Ah gadis itu. Ia menyukai namanya. Menyebutnya saja sangat indah.
"Menurutmu dia bagaimana?", Tanya Maruli tiba-tiba.
"Cukup manis. Mungkin jika Adik perempuanku melihatnya dia pasti jatuh hati"
Maruli tersenyum kecut. Ia menghela napas. Memang tidak di pungkiri. Pria yang ia lihat saat ini memang memiliki wajah yang cukup dikatakan tampan. Apalagi senyumannya yang amat sangat manis. Maruli memutar bola matanya jengah.
"Ei kau setuju apabila adikmu dengan dia?"
"Ya. Kenapa tidak? Lagian dia calon dokter"
Maruli semakin jengkel. Mosha tertawa terbahak-bahak. Ia memang suka sekali menggoda sahabatnya itu. Matanya kembali menatap kearah pria yang masih ada disana. Tak ada yang salah darinya. Lantas apa yang membuat sahabatnya itu tidak menyukainya.
Tiba-tiba matanya membelalak. Ketika seorang gadis muncul di hadapan pria berketurunan Lembata itu. Gadis berambut hitam panjang. Rambutnya di kucir kebelakang. Namun sisa-sisa rambutnya yang tak terikat berkibas tertiup angin.
"Shima..",gumamnya lirih. Sangat lirih.
"Kau bilang sesuatu?", Tanya Maruli.
"Tidak. Tidak bilang apapun"
"Itu yang aku tidak suka", tambah Maruli.
Mosha hanya terdiam. Menatap kedua insan itu dari kejauhan. Mereka tertawa. Bersenada. Betapa terlihat bahagia. Entah mengapa kali ini ia setuju dengan Maruli. Tapi tidak bisa. Ia tidak boleh membenci dengan alasan apapun.
____________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Ocean
RomanceDiayu Ratu Shima harus bertemu dengan Sangomasi Mosha Zebua, seorang perwira muda yang tengah bertugas. Sifat Shima yang tangguh dan berani rupanya membuat Mosha jatuh hati. Namun sayang, cintanya harus di ukur dengan hadirnya Simonagar Maruli Hutap...