Akasia

1.5K 106 1
                                    

Senja rupanya kembali menyapa. Namun tak biasa seperti hari-hari lalu. Shima terduduk melutut. Matanya menerawang jauh. Menatap samudera luas dari atas bukit. Ia suka menatapnya. Khayalnya akan liar. Tak ada siapapun yang tahu jika gadis itu pergi akan menuju tempat ini. Sebuah bukit luas yang menghadap langsung ke arah samudera sana.

Airnya nampak begitu tenang. Biru. Apalagi dengan senja bersamanya. Sungguh, waktu yang tenang untuk merenungkan apapun. Tangannya mulai menggenggam pena. Bukan rahasia lagi bila gadis itu suka bersajak. Ia tergila-gila pada sastra. Jatuh cinta pada sejarah.

"Suka Akasia?"

Shima menghentikan gerakan penanya. Ia menatap sumber suara itu. Seorang pria gagah tengah menggenggam walkie talkie di tangan kirinya. Tubuhnya begitu kekar. Kulitnya putih bersih. Matanya bulat biji buah leci, tapi terlihat sipit ketika tersenyum seperti saat ini.

Ia tak terlalu jelas menatap pria itu. Separuh wajahnya tertutup oleh topi hitam yang dipakainya. Shima menggeleng. Ia memutar bola matanya jengah. Kemudian kembali menggores tulisan-tulisannya pada secarik kertas.

"Kamu juga suka menulis?", Kata pria itu lagi. Suaranya berat, nyaring, namun halus.

Shima masih terdiam. Ia tak menghiraukan pria itu. Pria itu duduk begitu saja. Menyampingi Shima. Ia menatap gadis itu. Rupanya belum bergeming sekalipun.

"Saya suka Akasia, saya suka senja, dan saya suka samudera"

"Satu lagi yang anda suka", kata gadis itu dengan ketus.

"Ya. Saya suka kamu"

"Mengganggu orang lain!"

Sontak pria itu tertawa begitu renyah. Shima memutar bola matanya jengah. Ia memalingkan wajahnya begitu saja. Ia bahkan tak tahu siapa pria di sampingnya. Yang jelas sangat menyebalkan.

"Kamu... Suka kesini?", Tanyanya.

Shima berhenti menulis. Ia menutup bukunya dengan sangat keras. Membuat pria di sampingnya tersenyum tipis. Gadis itu menatap pria di sampingnya dengan intens. Tak ada raut wajah bersahabat disana. Namun tetap saja wajahnya terlihat sangat manis.

"Kenapa kalo iya?"

Pria itu terkekeh. Rupanya gadis itu sedikit tidak bersahabat. Tapi cukup menyenangkan membuatnya bicara. Entah mengapa. Ia sendiri pun tak tahu.

"Jika ya, saya ingin tanyakan pada Tuhan. Saya sering berlari sore dan pagi kemari tapi mengapa tak pernah melihatmu"

Shima terdiam. Ia masih menatap pria di sampingnya. Ia memalingkan wajahnya begitu saja. Menatap samudera luas disana. Shima menghela napas.

"Ini tempat pelarianku. Semuanya aku ceritakan di tempat ini. Sebenarnya dimanapun itu asal ada samudera seperti yang aku suka"

"Jika ya, artinya kita berjodoh"

Gadis itu terkekeh. Ia tertawa ringan. Betapa Tuhan telah menciptakan makhluk dengan sangat indah. Pria itu terpana. Terpaku. Rupanya gadis disampingnya akan terlihat amat manis ketika tertawa seperti itu. Betapa tidak. Matanya indah sekali, menatapnya membuat orang jatuh hati, alisnya tebal, bibirnya sedikit berisi ala artis luar negeri dengan warna merah ranum yang murni. Barisan giginya yang bergingsul sungguh menyenangkan hati. Menambah kesan manis dan eksotis wanita Indonesia.

"Kenapa kamu bilang gitu?"

"Liat saja nona..."

"Shima. Namaku Shima"

"Wow luar biasa. Saya pernah mendengar nama itu. Ratu Shima seorang Ratu Kalingga"

"Kamu juga tahu kisahnya?"

Love in OceanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang