Panggil Saya Maruli

1.6K 114 1
                                    

Tok...
Tok...
Tok...

"Bu dokter! Pak dokter! Tolong!"

Tok...
Tok...

Suara pintu bertalu begitu ngilu. Apalagi jeritan bocah yang meminta tolong. Menyesakkan. Shima berlari menuju pintu. Membukanya begitu saja. Sesosok bocah kurus kering tengah menangis di depan pintunya. Penampilannya lusuh. Bajunya terlihat kebesaran membuat tulang belikat bocah itu terlihat begitu jelas.

"Ada apa dek?"

Shima berjongkok. Menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh bocah itu. Para mahasiswa lain juga berdatangan. Terlebih Sangga yang datang 1 menit setelah Shima.

"Bu dokter pak dokter tolong mamak saya", katanya merintih.

"Mamak kamu kenapa sayang?", Tanya Shima. Begitu lembut.

"Mamak saya sakit"

Bocah itu menangis sejadi-jadi. Membuat pekak. Miris. Sesak. Memecah kesunyian malam. Rasa iba mulai menjalar pada gadis bermata indah itu. Bagaimana tidak, seorang bocah berusia empat tahunan datang di malam-malam seperti ini untuk ibunya. Shima mengusap wajah bocah laki-laki itu. Menghapus bulir air matanya.

"Tak usah risau kami akan bantu. Ngga jaga rumah sama anak-anak yang lain. Biar aku yang tangani"

"Tapi ma, kamu sen-"

"Iya aku sendiri. Tolong yah. Siapa tau ada yang perlu bantuan lagi intinya kalo ada yang minta bantuan lagi satu orang aja nggak usah semuanya"

Pria itu terdiam. Lagi-lagi ia tak dapat berkata apapun. Perkataan Shima bagaikan sihir untuknya. Ia mampu menuruti apapun yang keluar dari mulut gadis manis itu. Bukan hanya ia saja. Hampir seluruh rekannya juga.

"Dek, kakak ambil almamater sama kotak obat dulu yah"

Bocah itu mengangguk. Dengan sigap Shima meraih almamater nya. Meraih kotak obat di meja belajarnya. Kemudian berlalu begitu saja.

"Ngga, aku percaya sama kamu", katanya.

Pria itu mengangguk. Matanya terlihat sedikit kecewa. Shima tersenyum, kemudian menepuk bahunya begitu saja. Ia mulai berjalan menjauh bersama sang bocah. Meninggalkan rumah tempat KKN nya. Sangga masih mematung. Memandangi Shima yang hilang bersama kegelapan malam.
____________________________________

"Ibu, ibu sakit tipes. Pasti pola makan ibu kurang teratur ditambah ibu bekerja terlalu keras. Ini saya berikan obat tolong diminum dan juga ibu harus jaga pola makan yah. Istirahat juga yang cukup nanti ibu akan pulih"

"Iya dokter terima kasih"

Shima tersenyum. Begitu tulus. Manis sekali. Wajah ayu khas orang Jawa. Ia mulai membereskan perlengkapannya. Bergegas pulang kembali ke rumah.

"Kalo begitu saya pamit Bu"

"Nak, antar Bu dokter", kata wanita itu begitu lemah.

"Tidak usah Bu, saya bisa sendiri. Dekat kok dari sini. Kamu jaga mamak kamu aja ya dek"

"Yakin Bu dokter tidak diantar?", Kata wanita itu lagi.

"Sangat yakin. Ibu istirahat yah. Biar Umang jagain ibu aja"

Wanita itu tersenyum. Betapa baik gadis itu. Shima segera pamit untuk pulang. Ia berjalan sendiri di kegelapan. Tidak terlalu gelap sebenarnya. Ada beberapa lampu dari rumah-rumah penduduk meskipun jaraknya lumayan jauh dari rumah satu ke rumah yang lain.

"Tolong! Tolong!"

Shima terhenti. Rasanya ada sebuah suara yang meminta tolong. Sedikit jauh. Tapi lumayan terdengar.

Love in OceanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang