Untuk Shima

1.4K 85 2
                                    

Penghormatan terakhir untuk prajurit bangsa di mulai. Maruli tidak di pulangkan ke tempat asalnya, Medan. Dalam wasiatnya kepada kedua orang tuanya, pria itu ingin di makamkan di tanah pengabdiannya, Jogjakarta. Upacara terakhir bagi Maruli telah di mulai. Orang-orang mulai memposisikan dirinya. Ini adalah saat dimana pria itu akan diantar ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Mosha menjadi inspektur upacara dalam pemakaman Maruli. Ia mulai memberi aba-aba untuk anak buahnya dalam penghormatan itu. Dadanya sesak. Sangat sesak. Bagaimana tidak, ia sendiri yang memimpin pemakaman sahabat terbaiknya itu. Tangis haru dari keluarga terdengar begitu jelas. Sangat menyedihkan.

"Langkah perlahan maju...!!! Jalan!!"

Perlahan mereka mulai membawa peti mati Maruli. Berjalan dengan pelan, mengantarkan sang letnan menuju ke tempat peristirahatan terakhirnya. Dalam perjalanan, Mosha memutar kembali memorinya. Bagaimana awal kali ia bertemu Maruli, bersahabat hingga pada saat ini. Ratusan memori terputar kembali pada memori Mosha. Senyuman Maruli terngiang kembali. Apalagi tawanya.

"Hormat senjata...!!! Grak!!!", Komando Mosha sesaat ketika Maruli akan di kebumikan.

Duar!
Duar!
Duar!

Peluru di tembakan ke langit-langit. Gerimis mulai turun. Rupanya Tuhan menyambut kedatangan sang letnan dengan suka cita dengan mengirimkan hujan rintik. Airnya begitu sejuk. Setiap tetes yang jatuh ke bumi membawa kesejukan tersendiri.

Maruli telah berpulang. Tanda penghormatan telah usai. Sedikit demi sedikit orang-orang itu mulai pulang. Mosha mendekati dua orang yang saling berpeluk mesra.

"Bibi paman", katanya.

Dua orang itu tersenyum melihat Mosha. Mosha melepas topi pet perwira miliknya. Terlihat jelas mata sembabnya. Wanita itu menyentuh pipi mosha begitu saja. Tangannya terasa dingin.

"Saatnya kamu yang berjuang nak", kata wanita itu.

Mosha menyentuh tangan wanita itu yang masih di pipinya. Ia menunduk. Kemudian mengangguk sembari menatap kedua orang itu. Wanita itu tampak tersenyum. Namun air matanya jatuh. Seketika ia memeluk Mosha begitu erat. Menepuk bahunya. Membuat Mosha begitu terharu. Laki-laki itu menitikkan air matanya untuk kesekian kalinya.
____________________________________

Untuk Shima,
Ketika kau membaca surat ini di tanganmu maka telah ku berikan hatiku padamu. Telah ku beri duniaku padamu sebagaimana janjiku kala itu.
Tapi maaf aku telah ingkar pada kau, aku tidak kembali dengan hidup. Tapi aku menepati janji yang lain. Kita tiada pernah berpisah karena sekarang hatiku menjadi hatimu, duniaku menjadi duniamu.
Aku mencintaimu sampai akhir hayatku dan kau tidak bisa mengelak untuk hal ini karena aku telah mati. Kita telah banyak melalui hari bersama-sama. Aku dan sangga telah gugur dalam perjuangan memperebutkanmu kini tinggallah Mosha.
Pria yang amat sangat mencintai kau. Aku ingin melihatmu bahagia dan aku yakin Mosha sahabatku mampu akan itu.
Untuk Shima yang aku cinta, tersenyum lah dan bahagialah. Aku selalu bersamamu kapanpun dan di manapun karna aku ada di hatimu..
Yang mencintaimu,
Maruli

Begitu kiranya surat yang di baca Shima. Gadis itu benar-benar menangis. Ia tak percaya mendapatkan berita seburuk itu. Mama Rose mencoba menenangkannya. Berkali-kali namun nyatanya nihil. Gadis itu masih tidak bisa berhenti membendung air matanya sejak ia membaca surat yang kini ada di genggaman tangannya. Ia telah sadar tadi malam, baru saja papa Nando memberikan surat itu pada Shima pagi tadi. Hingga kini pun gadis itu belum terhenti menangis.

"Maaf mengganggu", kata Mosha yang tiba-tiba membuka pintu kamar Shima.

Ia hendak pergi dari ruangan itu. Ia menatap Shima yang memeluk Mama Rose dengan erat. Gadis itu menangis dengan kencang. Ia tahu betul bahwa waktu saat ini kurang tepat untuk memberi tahu Shima semuanya. Namun hendak ia keluar lagi Shima berujar padanya.

Love in OceanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang