Mosha menghela napas. Ia menatap kertas yang ada di tangannya. Berita dari Maruli mengenai kondisi Shima membuatnya ingin menemui gadis itu. Ia tak mungkin meminta cuti. Hingga sudah ia putuskan matang-matang untuk membuat surat mutasi. Namun belum sempat ia memberikan surat mutasi itu, surat tugas atas dirinya datang ke tangannya. Menyuarakan agar dia pindah ke Magelang untuk menjadi pelatih di pendidikan pertama untuk para calon perwira, Akademi Militer.
Cukup lega hatinya. Magelang-Jogjakarta tidaklah terlalu jauh seperti posisinya saat ini. Ia bisa menemui Shima di waktu-waktu senggang. Maruli telah di mutasikan ke yonif batalyon jogjakarta pasca ia di ikut sertakan dalam relawan kecelakaan pesawat itu.
Mosha mulai berbenah. Membereskan segala perlengkapannya. Besok dini hari ia akan pergi ke kota untuk segera terbang ke Makasar. Dari Makasar ia akan terbang lagi ke Jogjakarta hingga nanti ia akan melanjutkan perjalanannya ke Magelang. Ia telah memberi kabar kepada Maruli untuk menjemputnya di bandara besok. Betapa senangnya Maruli bahwa sahabatnya juga akan bertugas tak jauh darinya.
"Berangkat sekarang letnan?", Kata seorang pria berkulit hitam.
"Iya. Jaga markas baik-baik"
"Tarada yang marah pada sa lagi", katanya lagi.
Mosha terkekeh. Ia menggelengkan kepalanya. Pria berkulit hitam itu juga terkekeh. Memperlihatkan barisan giginya yang besar dan putih.
"Kau yang salah, ingat atasan selalu benar"
"Sa percaya letnan. Boleh sa bantu?"
"Kemarilah"
Pria itu melenggang masuk. Kemudian duduk di sisi ranjang Mosha. Ia bantu mengemasi barang-barang Mosha. Tidak terlalu banyak memang. Bahkan mereka pun telah selesai berbenah.
"Yoseph"
"Ya letnan"
"Jangan panggil aku letnan. Aku memang atasanmu tapi aku tidak suka kau panggil seperti itu saat kita berdua. Kita teman"
Yoseph tersenyum. Ia kembali memperlihatkan barisan giginya yang besar dan putih itu. Matanya berkeling. Sebenarnya pria itu memiliki mata yang menyejukkan. Namun sayang sedikit orang yang bisa melihatnya. Orang selalu melihat semuanya dari fisik pertama yang ia lihat. Tentu saja kulit Yoseph yang hitam legam. Mosha menatap mata menyejukkan milik Yoseph. Jarang sekali ada seorang pria memiliki tipe mata itu. Di peluknya laki-laki itu. Yoseph mungkin lebih muda beberapa tahun darinya. Tapi rasanya ia seperti teman untuk Mosha.
"Aku akan merindukanmu"
"Sa juga kawan"
"Jaga baik-baik markas ini"
Yoseph melepas pelukannya. Kemudian berdiri di hadapan Mosha. Ia menghormat. Dadanya begitu bidang. Gagah sekali.
"Siap! Laksanakan!"
Mosha tersenyum. Ia ikut berdiri. Membalas hormatan Yoseph. Kemudian menepuk bahu anak muda di depannya.
***.
Pagi ini Shima menjalani rutinitasnya seperti biasa. Rasanya sepi sekali tidak ada Sangga. Biasanya laki-laki itu akan senang membantu dirinya atau menggoda dirinya. Beberapa kali ia tak sengaja memanggil nama Sangga untuk meminta bantuan. Tapi saat yang di panggil tidak menyahut, barulah ia sadar bahwa Sangga telah tiada.
Masa koasnya sebentar lagi. Tinggal menghitung hari semuanya selesai. Tinggal melangkah ke tahap selanjutnya. Ia akan melanjutkan ke tahap UKDI atau biasa di sebut ujian kompetensi dokter Indonesia. Shima menghela napas. Ia meletakan kepalanya di atas meja. Hari ini ia merasa sangat lelah. Sebentar lagi jam pulangnya. Ia selalu berangkat pukul 6 sore dan pulang pukul 8 pagi. Kini masih pukul 7 lewat 47 menit. Ia tak sabar ingin segera pulang, mandi dan tertidur di ranjangnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Ocean
RomanceDiayu Ratu Shima harus bertemu dengan Sangomasi Mosha Zebua, seorang perwira muda yang tengah bertugas. Sifat Shima yang tangguh dan berani rupanya membuat Mosha jatuh hati. Namun sayang, cintanya harus di ukur dengan hadirnya Simonagar Maruli Hutap...