Perpisahan

886 63 0
                                    

Shima masih terduduk di dalam mobil. Sudah sedari tadi ia menunggu papa Nando, mama Rose dan Sangga selesai berdoa. Ia merebahkan tubuhnya pada jok mobil. Menutup matanya beberapa saat. Rasanya ia telah duduk di mobil lebih dari setengah jam. Ia membuka matanya. Mengerjap beberapa saat. Dilihatnya arlojinya. Pukul 10 pagi. Sebentar lagi Sangga akan pergi. Tepat pukul 11 nanti.

"Ma"

Sangga membuka pintu mobil tiba-tiba. Shima kembali terduduk. Sangga masuk ke dalam, di ikuti papa Nando dan mama Rose. Akhirnya mereka selesai beribadah.

"Sangga siap?", Kata papa Nando.

"Siap pa"

Papa Nando tampak begitu bahagia. Raut wajahnya amat cerah. Ia menancapkan gasnya. Mobil melesat meninggalkan halaman gereja. Membelah jalanan yang tidak terlalu ramai. Siap mengantarkan seorang pemuda yang hendak pergi berkelana menuntut ilmu di negeri orang.

                           ***

Sangga berjalan berdampingan dengan Shima. Tangan kanannya menggandeng tangan gadis itu erat-erat. Sedang tangan kirinya untuk menarik koper yang ia bawa. Lengannya juga mengangkat sebuah tas. Papa Nando dan mama Rose berada di belakang mereka. Saling mengaitkan tangan mereka. Mesra sekali.

Sangga menatap arlojinya. Sebentar lagi ia akan berangkat. Ia berhenti tepat di depan Shima. Di tatapnya lamat-lamat gadis itu. Tangannya masih menggenggam tangan Shima. Tangan kirinya melepas kopernya. Ia meraih sebuah kalung yang ia kenakan. Di berikannya kalung itu pada Shima.

"Ini apa?", Tanya gadis itu.

"Tanda mata"

Sangga tersenyum. Shima menatap pria itu. Kemudian melihat apa yang Sangga beri padanya. Sebuah kalung Salib yang selalu ia gunakan kemanapun ia pergi. Bahkan Shima pernah mendengar cerita dari pria berkulit hitam di depannya bahwa sedari kecil, Sangga tak pernah melepas kalung itu dari lehernya apapun yang terjadi.

"Ngga.."

"Aku tau kamu nggak akan pernah mau Nerima kalung itu. Keyakinan kita memang berbeda tapi apa salah jika kita saling bersahabat dan menyayangi?"

"Tapi-"

"Ma. Aku nggak minta kamu buat menyembah apa yang aku sembah. Aku hanya minta jaga itu aja. Kamu nggak perlu pakai karna aku tau syariat dalam agamamu. Tolong jaga itu sampai aku kembali nanti. Kalo aku pulang aku akan minta sama kamu kalung itu atau kamu yang akan kembalikan ke aku"

"Tapi kamu bilang kalung ini nggak pernah kamu lepas kan?"

"Justru itu, aku takut kalo-kalo disana nanti, kalung itu hilang, jadi aku titip sama kamu yah"

Shima mengangguk. Matanya masih menatap kearah pria dihadapannya. Sangga tersenyum lebar. Ia peluk gadis dihadapannya. Entah mengapa berat rasanya ia akan melenggang pergi meninggalkan Shima. Rasanya kakinya telah terpaut dan terpaku di tempat itu.

"Ma, rasanya aku berat mau pergi. Tapi tolong doakan aku apapun yang terjadi ya"

"Pasti"

Sangga mengecup puncak kepala Shima. Ia meletakan kedua tangannya di pipi gadis itu. Ah, manis sekali. Kemudian matanya beralih pada kedua orang disana. Ia menghampiri mereka berdua. Di peluknya keduanya. Mama Rose tak dapat menahan air matanya. Anak laki-lakinya akan segera pergi jauh dari dirinya.

"Ma, pa. Sangga pergi. Doakan"

"Mama dan papa akan selalu mendoakan keberhasilanku nak", kata papa Nando.

"Pulang jika sudah berhasil sayang", ujar mama Rose. Suaranya amat parau.

Tangisnya telah membuncah. Pecah seketika. Berkali-kali ia hapus. Namun tetap saja, air matanya mendesak keluar. Begitu juga Shima. Gadis itu juga menangis. Berat rasanya melepas kepergian Sangga. Ia melenggang ke belakang. Menatap tiga orang yang masih saling bertangis-tangisan. Sangga melepaskan pelukannya. Kembali ia menatap Shima yang telah berada di samping mama Rose.

Love in OceanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang