01. Kesan Pertama

3.1K 218 242
                                    

“Nyebelin!”

   Aku berlarian menuju lantai dua untuk menjemput dua teman organisasiku yang mendapat kabar bahwa di lantai dua ada salah satu peserta MOS yang sakit. Aku menyusulnya bukan karena aku petugas kesehatan sekolah, atau yang biasa disebut dengan PMR. Aku hanya seorang perempuan anggota OSIS yang ditugaskan menjaga keamanan.

     Sebenarnya ini bukan tugasku sama sekali, juga kesal dengan relawan sekolah yang tidak selalu siap siaga. Akhirnya, setelah murid itu turun dan di bawa ke ruang UKS, aku turut ikut berdiam diri disana. Dan yang paling membuat aku terkejut adalah murid itu, murid yang katanya sakit itu ternyata dia adalah seorang laki-laki.

Ah, payah! Kok laki-laki bisa sakit? Biasanya, kalau di sekolah gengsi laki-laki buat sakit itu tinggi banget. Asli.

     Aku memang bukan relawan sekolah, tapi aku tahu kalau laki-laki yang datang ke UKS kebanyakan bukan karena sakit melainkan hanya karena kabur dari jam pelajaran yang membosankan, tidur, makan, atau hanya karena minta dibuatkan teh manis oleh si petugas relawan yang sebagian besar perempuan.

Aku memandangi laki-laki tersebut, dia tertidur pulas saat berbaring di atas brankar. Di ruang UKS bukan hanya ada aku, tetapi ada dua temanku dan juga dua petugas relawan PMR.

“Kita tinggalin aja, karena sekarang kita harus jaga keamanan di setiap gugus.”

     Ternyata temanku sudah memberi isyarat bahwa anggota OSIS sebaiknya ke luar untuk menjalani tugasnya masing-masing. Tetapi rasanya aneh, saat aku ingin bergegas ke luar, tiba-tiba saja tanganku di tahan oleh laki-laki itu.

     Beneran deh bukan aku saja yang terlihat terkejut, tapi dua teman organisasiku dan juga dua petugas relawan. Mereka menatapku seolah-olah aku ini kenal dengan si dia. Saat itu, aku segera melepas genggaman tangannya. Aku tidak ingin semua memandangku tak biasa.

“Kak, temenin aku ya disini.” katanya.

Mungkin dua temanku tidak mendengarnya karena mereka sudah mulai mendekati pintu. Mereka berhenti dan memandangku karena aku sedari tadi tidak berjalan beriringan dengannya.

“Ada petugas PMR di sini. Nggak usah khawatir!” tegasku kepadanya.

     Dia menatapku sejenak, kemudian mengangkat tubuhnya dan terbangun. Sekarang dia duduk di atas brankar itu, berusaha membuatku agar tetap di dalam ruang UKS dengannya. Aku bisa melihat dari garis wajahnya yang seperti bercanda dan dia bukan tipe laki-laki yang lemah. Postur tubuhnya bagus, ideal, dan terlihat menarik. Namun sayang, sikapnya mirip seperti badboy.

     Aku bisa lihat, kedua petugas itu juga memandangiku tak biasa. Tanpa aku memberi kode kepada dua temanku, mereka sudah lebih dulu meninggalkan UKS juga diriku yang terjebak entah dalam keadaan apa.

“Lo kenapa sakit?” Aku tidak tahu mengapa aku bisa bertanya seperti itu. Iya, rasa kemanusiaan saja sih.

     Dia terus memandangiku yang sama sekali tidak bisa aku artikan raut wajahnya. Kemudian, salah satu petugas PMR mendekati aku dan juga si sakit.

“Kalau mau minum, gue udah siapin di meja. Kalau mau makan, nanti bisa beli di kantin.” katanya.

     Sepertinya, petugas ini akan membiarkan aku berdiam diri untuk menemani laki-laki ini. Ah! Kenapa juga si laki-laki ini tahan aku keluar. Tidak masuk akal.

Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang