03. Arkan Elvino

547 141 56
                                    

      Aku berdiri di depan ruangan OSIS, tanganku aku lipat untuk menopang kepalaku yang tengah melihat keramaian di bawah. Posisi ruang OSIS berada di lantai 3 dan ruangannya dekat dengan tangga, jadi kalau mau turun buru-buru itu mudah. Ini sudah waktunya pulang sekolah dan berakhirlah sudah tugasku sebagai panitia MOS.

     Aku masih berdiri di sini karena menunggu Arkan, dia pasti akan mencariku ke tempat ini karena aku sudah menitipkan pesan kepada Arga untuk menyampaikannya ke Arkan. Iya, Arkan ini adalah sahabatku sejak kecil. Nama lengkapnya Arkan Elvino, biasa dipanggil Arkan. Dia bertubuh tegap dengan tingginya yang kira-kira mencapai 175 cm, dan berat tubuh ideal dengan postur tubuh atletis.

“Cha, gue duluan ya, soalnya udah di jemput sama Nyokap.” sahut Mia yang baru saja keluar dari ruang OSIS.

Aku membalikkan tubuh agar menghadap dia. “Hati-hati, Mia.” jawabku dengan lambaian tangan yang tertuju padanya.

Beberapa detik setelah itu, Susi keluar juga. “Kok lo belum pulang Cha, nungguin siapa?” dia bertanya kepadaku.

“Biasa, Arkan.” jawabku langsung.

“Oke, gue turun duluan, kali aja si ganteng masih di depan. Dadaahh!!”

     Kemudian, dia segera pergi dari hadapanku dan turun ke bawah. Aku kembali dengan posisiku yang memandang keadaan di bawah. Dan.. Tatapan mataku begitu tajam, aku melihat Naufal berjalan berduaan dengan seorang perempuan. Mungkin perempuan tersebut adalah teman satu kelasnya, atau dia baru berkenalan? Ahh, kenapa juga aku memikirkan si anak bawang itu.

“Oyy!” teriak laki-laki yang selalu mengejutkanku ketika sendiri. Siapa lagi kalau bukan Arkan, ternyata dia sudah datang menghampiriku di sini.
“Kenapa nggak tunggu di bawah aja, sih?”

Aku membalikkan tubuhku agar berhadapan dengannya. Kemudian aku tersenyum lebar tanpa merasa bersalah apapun.

“Pengin lihat lo naik tangga aja, kan katanya suka olahraga. Haha,” jawabku.

Dia hanya mengacak-acak puncak rambutku sambil ikut tersenyum lebar.

“Hari ini teraktir gue makan mie goreng gila, ya?” kataku padanya.

Aku memang suka makan mie goreng gila karena pedasnya luar biasa. Sedaaap!! Apalagi kalau diteraktir oleh Arkan yang juga menyukai mie tersebut. Iya, ini adalah makanan favorite kami sejak SMP. Meski terbilang makanan favorite, kami tidak boleh mengonsumsinya setiap hari. Mie memang kurang sehat untuk di makan setiap hari.

“Oke, siapp!!”

     Aku berjalan dengan Arkan ke bawah, melelusuri tangga yang berbelok-belok bagaikan ular. Setelah aku sudah berada di lantai satu dan berjalan melewati koridor sekolah, tiba-tiba saja ada suara teriakan seseorang yang memanggilku.

“Icha!” teriak Ify saat melihatku berjalan dengan Arkan di koridor.

Aku berhenti, membalikkan tubuhku untuk memastikan Ify. “Ada apa, Fy?” tanyaku.

Arkan juga ikut berhenti.

“Nih, ada surat dari adik kelas.” Dia menyodorkan satu lembar kertas putih kepadaku.

“Dalam rangka apa?” Aku mengernyit tak mengerti, pasalnya aku tidak mengenal para peserta MOS itu.

“Kesan pesan selama MOS, ternyata ada satu adik kelas yang nge-fans sama lo.”

Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang