16. Berita Tentang Ayah

268 59 19
                                    

---0---

Dingin nya malam tak menyejukkanku jika tidak ditemani oleh secangkir cokelat panas. Gemercik hujan pun mulai membasahi bumi lagi, membawakan pesan singkat tentang kerinduanku yang selama ini tak terbalas. Aku duduk di pinggir jendela sembari menikmati pemandangan malam yang bercampur dengan hujan.

Perlahan ibu membuka kenop pintu dan masuk ke kamarku, beliau juga membawakanku semangkuk sup hangat. "Tadi pulang di antar siapa?" tanya ibu sembari meletakkan sup itu di meja.

"Sama Naufal Bu, adik kelas yang pernah main ke rumah." jawabku.

Aku mulai mendekati ibu yang duduk di sofa. Malam ini adalah malam yang membawa semua kenangan itu mengalir dalam ingatanku, kembali muncul dengan perasaan yang lebih terasa.

"Bu, Ayah kapan pulang?" ku tanya ibu dengan lirih.

"Oh iya, Ibu sampai lupa ngasih tahu kamu soal Ayah," tukas ibu dengan semangat.

"Katanya, Ayah akan pulang besok lusa." Jangan tanya apakah aku senang atau tidak! Aku senaaang sekali... akhirnya ayahku pulang ke Jakarta.

Akhirnya aku dapat memeluknya lagi, bercerita-cerita semua yang aku alami setiap harinya. Aku rindu ayah yang selalu menjadi pelindungku setelah ibu, dia adalah pahlawan.

"Asyikk! Icha seneng banget Bu, bisa ketemu Ayah lagi." Langsung saja ku peluk ibu erat-erat, karena aku benar-benar di guncang rasa rindu yang begitu dalam kepada sang ayah.

"Emangnya Ayah udah nggak ada kerjaan lagi ya, di sana?" Aku melepas pelukanku. "Suruh Ayah kerja di sini aja ya Bu, supaya nggak jauh-jauh dari kita?"

Mungkin diantara kalian ada yang di tinggal oleh orangtua ke luar negeri karena urusan pekerjaan, tapi kalian pun pasti akan berpikiran yang sama denganku. Lebih baik orangtua kita mencari rejeki yang tidak meninggalkan kita sejauh apapun.

Apakah diantara kalian ada yang di tinggal orangtua bekerja ke luar negeri? Aku rasa ada karena sebagian dari warga Indonesia pergi ke sana untuk mencari sumber rejeki yang lebih besar daripada yang dia dapatkan di negeri sendiri.

Ibuku mencium keningku, "Iya sayang, nanti Ibu coba bilang ke Ayahmu, ya?" Apapun yang ibu lakukan kepadaku, aku suka karena semuanya adalah hanya demi aku-anak tunggalnya hingga sekarang.

"Kalau Ayah pulang nanti, Icha mau ajak Ayah jalan-jalan keliling Jakarta." ucapku sambil tersenyum, ibuku juga begitu.

"Icha juga mau kenalin Ayah ke Naufal, adik kelas Icha yang pernah main ke sini itu lho, Bu?!"

Entahlah, mengapa aku bisa mengatakan itu. Sangat tidak penting. "Ternyata dia itu orangnya baik, terus-" Sebelum aku melanjutkan perkataanku, ibu terus senyum-senyum kepadaku. Ah, ibu pasti meledekku karena aku yang tiba-tiba memuji Naufal berlebihan.

"Terus kamu jangan suka marah-marah sama dia," kata ibu sembari mencolek hidungku.

Kalau saja aku bisa mentafsirkan perasaan seseorang, aku pasti sudah memberitahukan semuanya ke ibu.

"Eh, udah lah, Bu. Icha nggak mau bahas Naufal, mau nya bahas Ayah aja. Hehe, tadi Icha keceplosan gara-gara pulangnya di antar itu adik kelas." ujarku padanya.

Ibuku tertawa saat mendengar itu, aku pun begitu. "Oh iya, kabarnya Arkan gimana? Kok kamu nggak pulang bareng sama Arkan?" tanya ibu.

"Sibuk basket, Bu. Tadi Icha juga udah nyariin Arkan, tapi nggak ada."

Aku mulai mengambil sup yang ibu bawakan, mencicipinya sedikit demi sedikit karena lumayan panas.

"Maka nya tadi Icha pulang sama Naufal, terus kehujanan deh di jalan." lanjutku.

Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang