"Aku tidak tahu mengapa rasa nya aku ingin kamu terus bersamaku disini."
____________________________________
Kalian masih ingat aku kan? Aku yang akan menjemput ayah ke bandara hari ini. Selain ibuku, ada dua orang lagi yang akan menemani kami ke bandara yaitu Arkan dan Naufal. Uhh, seneng nya bisa menjemput ayah di temani kedua cowok ganteng, hehe bercanda deh!
Kata ibu, ayah akan tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta tepat jam satu siang nanti. Jadi, aku sudah mempersiapkan diri sejak dini agar penyambutan rindu kepada ayah benar-benar sangat mengesankan.
Sudah lama aku tidak melihat wajahnya, senyuman nya, bahkan aku ingin sekali ayah memelukku tepat saat kita bertemu nanti. Aku ingin melepas semuanya, beban yang selama ini aku rasakan bertahun-tahun. Mungkin ibu juga merasakan hal yang sama, walaupun beliau lebih sering berjumpa via telepon atau minimal video call.
Kami sudah siap menunggu ayah di bandara, kami tiba tepat pukul 12.15 dengan jumlah orang yang sudah lengkap. Tadinya kami ke sini akan menggunakan mobilnya Arkan, tapi tidak jadi karena Naufal sudah lebih dulu membawa mobil. Katanya untuk antisipasi saja kalau nanti tidak ada mobil. Hehe, Naufal-Naufal selalu saja bertingkah seperti itu.
Kami tiba lebih awal karena memang di sengaja, kalau diperlambat justru akan lebih memakan waktu terutama di jalanan sekitar Jakarta yang sangat macet.
"Lo kok ngajak tuh bocah sih, Cha?!" bisik Arkan sembari mengangkat dagu nya untuk menunjuk ke arah Naufal.
"Lo tuh, gimana sih, kan tadi udah gue jawab berulang kali sebelumnya!"
"Jangan-jangan lo mulai naksir ya, sama Naufal?"
Kaget sih, saat Arkan mengatakan hal tersebut. Aku memutar kedua bola mataku, sesekali aku pun melirik Naufal yang sedaritadi mengobrol dengan ibu.
"Ngaco!"
"Jujur aja kali Cha, nggak usah bohong sama gue!"
Aku meliriknya tajam.
"Icha, Arkan, kalian lagi ngapain?" sahut ibu tiba-tiba. "Sini duduk sama Ibu, sama Naufal, supaya nggak capek nunggunya."
Aku tersenyum samar, "Sebentar ya, Bu. Arkan lagi curhat nih, katanya mau-" Sebelum mulutku mengeluarkan kata-kata selanjutnya, sudah dia bungkam dengan telapak tangannya.
"Jangan dengerin dia, Tan." serobot Arkan yang membungkam mulutku dengan telapak tangannya. "Justru dia yang lagi curhat, katanya bahagia bangettt!!!"
Aku segera menepis tangannya dari mulutku. "Balikin fakta!" ujarku.
Aku dekatkan wajahku ke telinga nya-sedikit menjinjitkan kaki karena Arkan memang tinggi. "Lo nggak boleh ngomong macem-macem sama Naufal, Ibu, atau nanti sama Ayah kalau udah dateng!"
Arkan melirik ke arahku dengan wajahnya yang seperti menangkap sesuatu-yang membuat aku berpikir kalau itu tentang Naufal.
"Gue tahu lo udah punya ucapan spesial sama Naufal," ucap Arkan sembari berbisik kepadaku.
Aku pun meliriknya dengan tatapan tajam. Dia hanya tersenyum sembari mengedipkan sebelah matanya. Aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya, dia bisa saja mendukungku juga sebaliknya.
---0---
Setelah menunggu setengah jam, akhirnya pesawat yang ayah tumpangi tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Aku menghembuskan napas panjang, sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ayahku tersayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naufal
Teen Fiction"Tugasku adalah buat kamu seneng," kata Naufal. Aku hanya senyum-senyum sendiri saat itu, membebaskannya berbicara tanpa ragu. Tapi itulah yang selalu dilakukan Naufal agar tidak terlalu kaku saat bersamaku. Bagiku, dia itu orang pertama yang...