23. Awal Serpihan Kaca

297 28 15
                                    

---0---

Pagi ini aku tidak masuk ke kelas dua jam pelajaran yang diisi dengan pelajaran Bahasa Inggris. Tadinya aku menolak untuk mengikuti kegiatan Mading yang harus mengubah tema tentang Olimpiade Matematika dan penyambutan UKK minggu depan, tetapi semuanya terlihat penting ketika aku mengingat kalau Naufal adalah bagian dari murid yang bertanggungjawab dalam ajang tersebut. Semua kegiatan selesai lima menit sebelum bel istirahat membuatku ingin berdiam diri di dalam perpustakaan yang dingin AC-nya menyejukkan tubuhku.

Beberapa kali aku melirik jam dinding, berharap bel istirahat segera berbunyi supaya aku bisa ke kantin menemui Susi dan Mia.

Kami sudah berjanji akan bertemu di warungnya Mang Uus, tepat setelah bel istirahat berbunyi beberapa detik. Aku sempat membaca beberapa lembar buku fiksi remaja yang selalu menjadi favorite ku di tempat ini.

Dan ketika bel istirahat berbunyi, hatiku rasa nya senang sekali. Aku segera pergi menuju kantin sekolah, di sana Susi dan Mia belum nampak sama sekali.

Mungkin mereka sebentar lagi akan datang, aku duduk dan memesan makanan ala masakan Mang Uus yaitu semangkuk bakmi spesial di sekolahku.

"Kok Neng Icha sendirian aja, ke mana teman-teman nya atuh?" tanya Mang Uus sembari meletakkan mangkuk berisi bakmi dan segelas es teh manis dingin pesananku.

"Belum ke sini, Mang." jawabku.

"Eh, Mang, punya Susi sama Mia langsung taruh di sini aja, ya?" pintaku saat Mang Uus tengah membalikkan tubuhnya.

Dia kembali melihatku dan hanya menganggukkan kepala sembari tersenyum, juga jempolnya yang dia tunjukkan sebagai kata ganti 'sipp'atau 'oke'.

Beberapa menit kemudian, yang di tunggu-tunggu akhirnya datang.

"Hhh! Sori, nih, kita telat." ucap Susi, yang menunjukkan ekspresi tergesa-gesa.

"Lo kenapa sih, kayak abis di kejar-kejar hutang?" tanyaku.

Mereka berdua duduk dan meneguk es teh manis dingin yang sudah Mang Uus sediakan di meja sebelum bakmi.

"Ini sih, lebih kejam dari itu, Cha." jawab Mia, mengambil hak jawabnya Susi.

Aku mengernyit tak mengerti, "Emang ada apaan sih, kok sampe segitunya?" tanyaku penasaran.

Susi menghembuskan napas panjang, memandangku beberapa detik sebelum memandang Mia lebih lama. "Tadi kita lihat di depan kelas IPA satu rame banget, kayak Meet & Greet artis." jawab Susi.

"Meet & Greet artis?" ku ulang ucapan Susi, berpikir sejenak. "Siapa?" tanyaku.

"Kalau di kasih tahu jangan kaget, Cha," Mia memandangku sekilas, kemudian kembali mengaduk-aduk bakmi dan memakannya. "Entar pingsan lagi," katanya.

"Iiih, apaan sih, kalian berdua udah bikin gue penasaran tahu nggak!" tegasku.

Susi pun mulai memakan bakmi nya Mang Uus, tanpa menjawab coletehanku tadi.

"IPA satu yang mana sih, kan ada kelas satu dua tiga?"

"Lo salah Cha, seharusnya kelas sepuluh sebelas dua belas," ucap Susi.

Aku mendengus kesal. "Kalau nggak bisa ngasih info, nggak usah ngasih!"

Aku pun mulai melanjutkan makan bakmi seperti mereka, menikmatinya seperti biasa.

"Naufal, Cha, Naufal," ucapan Mia mampu menafsirkan pikiranku yang sudah tertuju pada Naufal.

Aku langsung mendongak, mengunyah bakmi yang akan ku telan. "Naufal kenapa?" ku tanya mereka, kemudian meneguk es teh manis milikku.

Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang