25. Serpihan Kaca

398 26 13
                                    

---0---

"Cha, gue denger kemaren Arkan masuk rumah sakit, ya. Keadaannya gimana sekarang?" tanya Mia yang berjalan di sebelahku.

Aku dan Mia akan pergi ke koperasi sekolah untuk membeli sesuatu. "Iya, tapi udah mendingan, kok. Sekarang Arkan juga pasti masuk sekolah, nggak mungkin dia nggak berangkat." jawabku.

"Iya, iya, dia kan anak rajin ya!"

"Terlalu rajin kali," Aku pun ikut tertawa. Sebelum sampai di koperasi, Mia menghentikan langkahku.

Aku mengernyit, "Ada apa?" tanyaku padanya.

Dia mengangkat dagunya, kemudian menunjuk ke arah seseorang yang tengah berjalan sendirian sambil di temani oleh beberapa siswa. Dan saat aku melihat persis ke arahnya, aku hanya bergeming dan kaku.

"Dia siapa ya, Cha?" tanya Mia.

"Kayaknya murid baru gitu deh, soalnya gue nggak pernah lihat." lanjutnya.

Aku hanya terdiam.

"Cha, menurut lo dia bakal masuk kelas sebelas apa duabelas?" tanyanya lagi.

Aku menyipitkan mata untuk benar-benar memastikan kalau murid baru itu tidak aku kenal. Ternyata murid baru itu adalah Seli, dia yang ku kenal di Mall dan juga mengagumi Naufal. "Sebelas, Mi," gumamku yang masih memandangnya.

Seli di antar oleh Pak Hasbi seorang guru bahasa indonesia di kelasku. Sepertinya dia akan masuk kelas yang bersebelahan denganku karena arah yang ditunjukkan Pak Hasbi adalah deretan kelas yang dekat dengan kantin. Aku sangat berharap perempuan itu tidak masuk di kelasku, tapi bagaimanapun juga aku harus tetap terlihat biasa saja. Jangan tegang apalagi merasa resah. Ah, kok resah?

"Cantik juga ya, Cha, murid barunya." Mia juga memandang perempuan itu hingga punggungnya sudah tak nampak lagi.

"Ya udah, yuk, lanjut."

Kami kembali melangkahkan kaki ke koperasi sekolah. Sepertinya, Mia memang penasaran dengan Seli. Disepanjang jalan dia selalu bertanya tentang Seli. Mungkin aku yang salah karena sudah memberitahukan Mia tentang perkenalanku dengan perempuan itu. Aku juga bercerita tentang dia yang pernah mengatakan perasaannya padaku, tentang Naufal. Dia yang begitu ingin dekat dengan Naufal, karena baginya Naufal itu berbeda.

"Hah! Seriusan dia bilang gitu ke lo, Cha?" Dan begitulah reaksi Mia saat tahu tentang Seli. Aku berusaha membuatnya biasa saja, jangan terlalu panik dan menganggap semua adalah hak ku.

"Mia. Gue sama Naufal kan emang nggak ada apa-apa, jadi gue nggak ada hak buat ngelarang apalagi marah. Emang gue cewek apaan?!"

Mia sengaja menyenggol tanganku dengan kasar. "Astaga, Icha. Emang selama ini lo nggak ngerasa kalau Naufal suka sama lo?" ucapnya dengan tegas.

"Selama ini yang udah kalian lewatin, itu semua bukan jawaban buat lo?"

"Emang sebegitu diem nya Naufal ke lo, sampe-sampe lo nggak bisa bedain mana rasa dan mana bercanda?"

Kata-kata Mia membuatku bergeming. Aku menghentikan langkah tepat beberapa cm dari koperasi. Baru kali ini aku melihat Mia seperti itu, dia sangat yakin akan semua penilaiannya terhadap Naufal.

Aku menghembuskan napas panjang. "Kalau dia jatuh cinta sama gue, suatu hari nanti dia pasti bakal ungkapin ke gue."

Mia menatapku, terdiam sejenak.

"Gue nggak mau memaksakan kehendak kalau emang dia nggak jatuh cinta sama gue, Mi. Lo lebih tahu gue, lo lebih segalanya ngerti gimana gue, dan gue nggak mau lo memaksakan hati yang belum tentu memiliki rasa sama gue."

Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang