11. Rahasia

326 91 22
                                    

     Pagi ini aku melihat beberapa orang berkumpul di aula, sepertinya ada sesuatu yang membuat mereka mendekat ke tempat itu. Akhirnya, langkahku terdorong untuk mendekati aula juga seperti yang mereka lakukan.

     “Oke, oke! Oke, siapa yang pilih Naufal buat jadi perwakilan dari sekolah kita?!!” suara teriakan seorang laki-laki yang berada di atas panggung utama aula. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas karena tertutup orang-orang yang lebih dulu berada di sini daripada aku.

“Eh! Boleh nanya nggak, itu ada apa sih?” ku bertanya pada salah seorang yang melewatiku saat itu.

“Oh, itu, ketua OSIS lagi orasi buat dukung Naufal di ajang Olimpiade nanti.” jawabnya.

     Aku tercengang mendengarnya, “Ketua OSIS?” Orang itu sudah melewatiku dan bergabung dengan yang lainnya. Ucapanku memang tidak dia jawab karena aku seperti bertanya pada diri sendiri. Heran saja, ngapain ketua OSIS menghabiskan waktu untuk mengurus Naufal.

     “Ya ampun, Icha!!!” teriak Susi sambil berlarian ke arahku. “Itu si Naufal udah kayak artis aja banyak dirubungin semut-semut liar!” katanya setelah berada persis di hadapanku.

“Kalau artis dirubungin semut liar dia bisa mati konyol, ngaco!”

     Dia tertawa, “Iya, maksud gue banyak banget yang dukung Naufal, kayak nya sih pada suka. Tapi, yasudahlah—” Susi terlihat kelelahan dari tadi, mungkin karena dia berada di tempat itu terlalu lama.

“Jadi, lo nggak ada di kelas karena mau ketemu sama Naufal di sini?”

“Hehe, abis heboh banget kayak konser!”

“Susiiii.. Gue tuh, nungguin elo!” geramku.

“Iya, sori, Cha. Kan lo tahu kalau gue itu penggemar cowok-cowok ganteng,”

“Mia mana?”

     Dia menujuk ke arah panggung utama, tempat orang-orang itu berkumpul. “Tuh, lagi lihatin gebetan barunya.” jawabnya. “Tapi lo tenang aja Cha, dia pasti bisa kok dapetin tuh cowok. Haha,” Kesal sih berada di tempat ini, apa lagi Susi yang terus memuji laki-laki yang katanya ganteng. Hh!!!

“Kalian mah aneh, seharusnya cewek yang dikejar bukan ngejar!”

     Ku lihat Susi hanya menyengir tak menentu. Suasana aula memang sangat ramai sekali meskipun hanya secuil berita mengenai Olimpiade Matematika yang akan diselenggarakan. Untuk kesekian kalinya aku penasaran dengan sosok Naufal, langkahku sengaja aku dekatkan ke arah mereka. “Lo mau ke mana?!” Bahkan aku abaikan pertanyaan Susi yang sempat menanyakan aku ingin ke mana.

     Jelas sudah, aku pergi menghampiri objek yang mereka semua maksud—alasan mengapa mereka ada di sini. Ku lihat Naufal sudah mengetahui keberadaanku, maka aku kembali pergi dari aula. Bodoh, ngapain juga aku harus tahu apa yang mereka lakukan! Sekalipun salah satu dari mereka adalah anggota OSIS, kalau menurutku tidak penting, iya tidak penting.

---0---

     Saat aku berjalan di koridor ingin melihat mading, tiba-tiba saja di sana sudah ada Naufal, Darent, dan juga Galih. Iya, aku masih ingat wajah-wajah mereka walaupun baru mengenalnya sekali di kantin.

“Udahlah Fal, terima aja demi kebaikan lo sendiri.” sahut Darent.

     Sepertinya mereka tengah membicarakan sesuatu, aku terlihat konyol memang saat berada di posisi ini. Aku mendengarkan mereka mengobrol.

“Gue nggak bisa, Bro. Serius deh, gue pengin pensiun sekarang!”

Gue—

Kalau dia sudah biasa seperti itu dengan teman-temannya, kenapa denganku dia mengatakan 'aku'dan bukan 'gue' seperti sekarang.

Naufal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang