7. Bahaya

16K 1.1K 18
                                    

*KENNY'S POV*

Setelah memulas lipstik, aku mencoba tersenyum. Oke juga aku kadang-kadang. Bahkan hari ini dengan bodohnya aku memakai pakaian yang lebih feminim. Padahal cuma mau makan, dan dengan seorang brondong. Benar-benar gak sadar umur. Aku sudah 25 tahun dan Kairo paling baru 19 tahun? Baru lulus SMA kan dia.

Otakku gak benar nih.
Masa jalan sama bocah senang?

Senyumku semakin mengembang mendengar ada yang mengetuk pintu. Cepat sekali? Buru-buru aku mengambil tas kecilku dan mengenakan flatshoes yang gak pernah kupakai itu lalu berjalan melenggang keluar.

"Maaf lama, aku-"

Nyatanya aku terperangah.
Melihat Adrian berdiri di depan pintu disaat aku mengharapkan Kairo yang datang. Wajahku murung seketika.

"Kamu mau pergi sama siapa?" tanyanya ketus.

"Bukan urusanmu. Udah sana cepat pergi. Aku ada janji." jawabku.

Aku terlambat mengelak. Sekarang Adrian mendorongku masuk dan mengunci pintunya dari dalam.

"Adrian. Aku mau pergi." aku menegaskan.

"Sama siapa?"

"Bukan urusanmu! Sana kamu pergi aja sama teman kantormu itu." meronta-ronta saat seluruh tubuhku terkunci oleh tubuh Adrian adalah percuma.

Dilumatnya bibirku dengan penuh amarah, aku bisa merasakan itu dari ujung lidahnya. Tangannya bergerilya mencari celah untuk bisa masuk ke dalam baju sampai dia geram sendiri dan merobek asal semuanya. Entah apa maksudnya dia seperti ini, tak seperti biasanya. Aku harus keluar. Harus. Kairo pasti sebentar lagi sampai.

"Kamu selama ini emang udah main belakang ya?" desis Adrian mencubit payudaraku dengan keras. Aku meringis, mengumpulkan seluruh tenagaku untuk melepaskan diri dari Adrian.

Plak!
Akhirnya tamparan itu bisa kulakukan.
Dadaku naik turun, mengendalikan emosi. Aku berdiri meraih jaket untuk menutupi tubuhku. Padahal baju mahal ini mau aku gunakan buat ketemu sama Kairo.

"Tiga tahun kita bersama kayak gak ada artinya buat kamu Dri! Bisa-bisanya kamu suruh aku berhenti dari pekerjaan aku, lalu ketika aku nolak, kamu malah seenaknya bilang mau nikah sama teman kantormu!" bentakku.

"Sekarang aku mau pergi sama orang lain, kamu menuduh bilang kalau aku sudah main belakang selama ini!"

Aku mengepalkan tangan sebelum melanjutkan, "Siapa yang sebenarnya main belakang? Kamu kan yang tiba-tiba mau nikahin teman kantor? Gak mungkin kalian gak ada hubungan tiba-tiba mau nikah!"

Adrian terdiam setelah aku membombardirnya. Aku geram karena dia bertingkah seenaknya. Berlaku seperti orang lain dan menganggapku sampah setelah tiga tahun bersama.

"Kencana..." ujar Adrian lirih.

"Stop manggil Kencana!"

"Kenny.. aku gak mau lihat kamu jalan sama cowok lain."

Matanya sayu, air matanya mulai terlihat.
Brengsek Adrian, kenapa disaat seperti ini, dia malah menangis sih?

"Dri udahlah. Kalau emang mau nikah, ya nikah aja sana. Toh....." aku menelan ludah.
"Mama kamu juga gak suka kan lihat aku. Dia bilang badanku kotor, perempuan gak benar."

"Kamu juga bilang kita gak akan disetujui."

Jangan nangis Kenny.
Udah dandan cantik-cantik. Gak boleh nangis.

"Ken.." Adrian memegang tanganku dengan tatapan memohon.

"Adrian. Di detik kamu memutuskan untuk menikah sama teman kantormu itu, aku anggap kita sudah selesai."

"Aku gak mau buang-buang waktu. So please get out of here."

Waktunya benar-benar buruk.
Kenapa Kairo pas banget datang mengetuk pintuku ketika Adrian masih di dalam. Untung saja dia tidak sempat membuka baju atau celananya.

Aku memastikan menutup jaketku ditutup rapat-rapat sebelum membuka pintu.

"Hai Ken, maaf macet tadi. Kamu udah si-" Kairo langsung berdiri mematung ketika menatap Adrian. Mengurungkan niat untuk masuk ke dalam rumah.

Aku menoleh ke arah Adrian, "Ngapain? Aku sudah suruh keluar kan?"

"Aku tunggu kamu di sini. Jalan aja dulu." kata Adrian semakin membuatku kesal.

"Nggak. Aku gak akan pulang malam ini. Aku nginap sama dia."

***

*KAIRO'S POV*

Aku yang daritadi fokus memperhatikan setiap detail dari cowok yang ada di depanku, langsung buyar semuanya begitu Kenny bilang dia akan nginap sama aku.

Ini hanya upaya untuk mendorong cowok itu biar pergi ya? Kenny gak mungkin lupa kalau aku bakalan pulang ke Garut kan malam ini?

"Ayo." aku makin salah tingkah karena Kenny mengamit lenganku.

Siapa cowok tadi? Pacarnya ya?
Di instagramnya gak terlihat seperti Kenny punya pacar.

Aku gak punya keberanian sama sekali untuk bertanya. Bahkan saat makanpun wajahnya muram. Batal deh ngebuat hari terakhir ini jadi special. Padahal maunya hari ini senang-senang aja.

"Kai, gak ada niatan untuk kuliah di Jakarta bareng Marc?" tanyanya tiba-tiba.

"Hah? Hmm.. Ayahku sih nyuruhnya di Australia bareng sama kakak tiriku."

Wajahnya sudah muram lagi.
Aduh gimana nih?
Aku gak bisa ngomong atau ngebujuk cewek sama sekali!

"Kamu tumben pakai sepatu kayak gitu?" tanyaku. Kehabisan topik.

"Oh.. Aku suka kok pakai ini. Cuma kalau naik motor nanti belang, jadi lebih sering pakai sneakers."

"Terus kenapa jaketnya ditutup sampai atas? Panas loh."

"Marc di mana?"

Ada sedikit rasa kecewa terlintas di pikiranku. Pembicaraanku dialihkan. Pertanyaanku diabaikan. Aku kirain dia beneran mau jalan berduaan, tapi ujung-ujungnya, dia tetap mencari Marc.

"Di hotel.."

"Yaudah kita ke tempat kamu aja yuk? Aku pegel jalan-jalan."

Aku mengangguk enggan.
Mengikuti kemauannya.
Menyetir mobil menyusuri jalanan macet Jakarta dengan pikiran yang kacau.
Pasti suasananya bakalan langsung beda begitu Kenny ketemu dengan Marc. Wajah kesalnya, pasti langsung hilang nanti. Lalu aku dikacangin lagi sampai kita pulang.

Yasudahlah.
Memang mustahil rasanya membuat cewek seperti Kenny supaya suka padaku.

Tapi...
Sesampainya di hotel, Marc tidak ada!
Kemana dia?

"Loh? Kosong?" Kenny menggaruk kepalanya.

"Bentar, bentar."

Aku buru-buru menelepon Marc. Tapi tak ada jawaban, jadi berulang kali kucoba. Aku takut Kenny salah sangka karena aku membawanya ke sini. Aku bilang Marc di hotel padahal gak ada. Gak mau membuat dia berpikir yang aneh-aneh! Aku bukan laki-laki seperti itu!

"Halo?"

Aku panik mendengar suara Marc, "Marc! Di mana?"

"Lagi jalan sama Syan, kenapa?"

"Katanya tadi mau nakal-nakalan di hotel???" pertanyaanku makin ngaco aja kalau lagi panik.

"Oh? Lagi di hotel ya sama Kenny? Yaudah sana ngobrol-ngobrol aja dulu. Nanti sorean baru gue balik, mau nonton."

Klik. Telepon dimatikan begitu saja.

Aku kelabakan.
Keluar dari kamar mandi deg-degan takut melihat Kenny. Aku bersikap sangat kikuk. Sumpah mati aku gak berniat menjebaknya.
Aku....

Ah...
Bibir basah ini.
Yang seperti Yupi.
Tubuhku langsung berhenti gugup rasanya begitu merasakan ini..
Ciumannya... 

EH?? APA????

Aku membuka mata, terbelalak melihat mata Kenny yang terpejam sedangkan bibirnya masih berusaha melumat bibirku yang mengatup rapat.

Aku mau mati.
Rasanya mau pingsan!
Tolong!! Siapapun!!!!!!
Ini bahaya!

Little DragonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang