BAB 19

3.2K 251 0
                                    

     Sore itu setelah pulang kuliah Yasa sedang menyapu teras, Ia melihat Ibu kost dan Jaka datang, Ibu kost mencoba membuka pintu pagar, Yasa pun berlari ke arah pagar untuk membukakan pintu pagar.

     "Eh Ibu baru keliatan, ayo masuk Bu. Eh Jaka ayo masuk." kata Yasa.

     "Makasih ya, wah rajinnya kamu lagi nyapu, iya nih kemarin nginep dirumah Kaka Ibu, pada kemana yang lainnya?" tanya Ibu kost sambil berjalan duduk di depan teras dan meletakkan bungkusan di atas meja. Sementara Jaka masuk ke dalam.

     "Evan sama Indra lagi mandi Bu, kita baru aja pulang kuliah." kata Yasa.

     "Oh ya ini ada oleh-oleh buat kalian, semoga kalian suka ya, kemarin ada acara di rumah Kaka Ibu." kata Ibu sambil menyerahkan sebuah bungkusan.

     "Wah maaf jadi ngerepotin Ibu,  terimakasih banyak. Oh yaa Bu, maaf sebelumnya Saya cuma mau tanya aja, Tapi Saya mohon Ibu mau memaafkan pertanyaan ini." kata Yasa dengan nada yang sopan.

     " Sama-sama, ya kamu mau tanya apa?"

     "Hmm.. sebenarnya Saya gak enak mau tanya hal ini sama Ibu."

     "Ada masalah apa toh? kamu gak betah ya tinggal dirumah Ibu? Atau apa ada yang salah sama sikap Ibu?"

     "Oh bukan Bu, justru saya seneng banget tinggal disini, saya nyaman kok, hmm.. cuma Saya mau tanya, tapi takut Ibu sedih, namun saya penasaran, kalau boleh tau dulu anak Ibu meninggal kenapa ya? Ehh.. maksud saya lebih spesifiknya." tanya Yasa secara perlahan sambil menatap Ibu kost.

     "Hmm.. kenapa Kamu tanya hal itu?" kata Ibu.

     "Hmm gini Bu, sejujurnya dari awal kita kost disini tuh kita suka alamin hal-hal yang diluar dugaan." kata Indra.

     "Maksudnya?" tanya Ibu dengan wajah bingung.

     "Hmmm.. Saya, Indra, dan Evan beberapa kali suka ngerasain kaya kehadiran seseorang. Maksud nya yang kami rasain itu seperti sosok remaja gitu Bu." kata Yasa, sementara Ibu kost menatap Yasa dengan raut wajah sedikit sedih dan serius.

     "Memang yang kamu rasain atau yang pernah kamu liat seperti apa?" tanya Ibu, tak lama Jaka datang memeluk  dan duduk di pangkuan Ibunya.

     "Hmmm, saya pribadi pernah mimpiin ada sosok gadis berambut sebahu, trus kita suka denger suara tangisan dari kamar kosong itu. Semalem Indra kaya ngalamin mimpi buruk " kata Yasa.

     "Hah serius kamu? Trus dia ganggu gak?"

     "Yahh antara gak ganggu, tapi bagi orang awam seperti kami suka buat was-was aja, tapi agak sering menampakkan diri Bu, Terkadang ada suara-suara aneh, Evan juga semalem lihat ada sosok di luar jendela. Jadi Saya pribadi bingung apa itu sebuah gangguan atau hanya sekedar halusinasi kami bertiga."

     "Mungkin kalian lagi capek aja kali, sebelum Ibu pindah sih ya Ibu gak pernah alamin hal-hal kaya gitu." kata Ibu.

     "Tapi kaka Ingga suka dateng Maaaaahh..." sahut Jaka. Aku dan Ibu kost memperhatikan ucapan Jaka.

     "Ah ngaco kamu, kakak kan lagi bobo disanan?" Kata Ibu sambil menunjuk ke arah awan.

     "Aku suka main kok sama kaka Ingga, trus kalo bobo kaka suka nemenin aku dikamar. Tapi kadang kaka Ingga suka bobo dikamarnya." kata Jaka. Yasa dan Ibu kost saling menatap. Hati Yasa mulai merasa gusar.

     "Maafkan kalau ada kehadiran Anak Ibu ya, sebenarnya Jingga itu anak yang sangat penurut, baik, sayang sama keluarganya, tapi semenjak Ayahnya meninggal dia jadi sedih." kata Ibu.

     "Trus Bu?" tanya Yasa semakin penasaran.

     "Jadi dulu Jingga punya kakak kelas yang namanya Aldo, Ibu gak tau apakah si Aldo itu suka sama Jingga atau hanya bersahabat. Saat Ibu ingin memutuskan ingin menjual rumah ini, Jingga tidak sependapat dengan Ibu, dia merasa rumah ini adalah kenangan dia semasa kecil, dimana Jingga selalu disayang Ayahnya, Ibu pun juga sayang sama dia." kata Ibu menceritakan dengan raut wajah yang sedih.

     "Trus apakah si Aldo itu pernah jahat sama Jingga?" tanya Yasa dengan raut wajah yang semakin serius. Namun Yasa melihat Jaka tiba-tiba menoleh ke dalam rumah. Yasa pun sempat ketakutan dengan tatapan Jaka yang sedang memperhatikan sesuatu.

     "Setau Ibu si Aldo itu anak yang baik kok, Jingga juga pernah cerita kalau Aldo pernah mencoba mengutarakan perasaan hatinya pada anak Ibu. Tapi gak tau kelanjutannya kaya gimana, karena si Jingga lebih memilih diam." kata Ibu sambil menari nafas yang panjang.

     "Oh jadi si Aldo itu pernah menyatakan suka sama anak Ibu? Tapi Ibu gak tau perkembangan selanjutnya hubungan mereka?" tanya Yasa.

     "Iya, kan namanya anak remaja suka memendam perasaan atau hanya menulis di buku diary. Mungkin Jingga gak berani cerita ke Ibu, karena semenjak Ayahnya meninggal Ibu melarang dia untuk pacaran dulu, ini memang kesalahan Ibu karena gak kasih kesempatan dia untuk merasa bahagia dengan orang lain disaat ia kehilangan Ayahnya. Karena Ibu ingin Jingga sukses dulu, Ibu tak mau anak Ibu disakitin orang lain." kata Ibu yang menitikkan air mata dan mengusapnya dengan tangan.

     "Mamah jangan nangis, nanti Kakak Ingga juga sedih loh." kata Jaka.

     "Ia Jaka, Mamah gak nangis lagi kok." kata Ibu sambil tetap mengusap air matanya.

     "Ibu yang sabar ya, ,maaf sudah membuat Ibu sedih. Maaf sebentar ya bu." kata Yasa sambil mengusap punggung Ibu kost untuk menenangkan. Kemudian Yasa berdiri dan masuk ke dalam ingin mengambil minum untuk Ibu kost. Namun ia terkejut melihat Indra yang sedang berdiri di belakang pintu.

     "Eehmm..  Yas, biar gua aja yang ambil airnya buat Ibu." kata Indra.

     "Lu ngapain berdiri disitu? kenapa gak gabung aja tadi kedepan?" tanya Yasa yang kembali duduk ke teras depan menemani Ibu kost.

     "Trus bu, selanjutnya gimana?" tanya Yasa.

     "Yah suatu hari sebelum anak Ibu meninggal dia pergi bersama Aldo kakak kelasnya itu, Ibu marah karena pada saat itu suasana hujan rintik. Tapi Jingga tetap memaksa untuk pergi, Ibu gak tau dia mau bertemu dengan siapa. Namun setelah itu barulah Aldo dan Jingga kecelakaan." kata Ibu yang tak kuasa meneteskan air mata. Tak lama Indra datang menghampiri membawa segelas air minum.

     "Ini Bu, diminum dulu, udah Bu, tenangin hati dulu.

     "Iaa terimakasih." Jawab Ibu sambil meneguk segelas air dan masih terisak oleh tangisnya. Sementara Yasa berusaha menenangkan Ibu kost dengan mengusap punggung Ibu kost. Indra hanya berdiri memandang Ibu kost yang sedang mengusap air matanya.

     "Ya sudah Ibu pamit pulang dulu ya, maafin Ibu gak kuat untuk membayangkan hal itu. Ayo Jaka kita pulang." Kata Ibu kos beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pagar bersama Jaka.

     "Ibu maafin saya ya bu sudah buat Ibu sedih, terimakasih untuk kiriman makannanya." kata Yasa yang ikut mengantarkan Ibu kost ke depan pagar.

     "Iya gak apa -apa kok, kamu gak salah, Ibu aja yang sedih. Oh ya lusa Ibu nanti baru buat kue buat jualannya ya, sudah Ibu permisi dulu ya." kata Ibu kost yang keluar pagar, namun Jaka hanya menatap Indra yang sedang berdiri di teras depan.
Setelah Yasa menutup pintu pagar, Yasa berjalan ke teras depan.

     "Kasian si Ibu, oh ya Ndra itu ada makanan dari Ibu kost, nanti tolong bagi-bagi aja, gua mau mandi dulu." kata Yasa. Indra pun mengangguk secara perlahan. Kemudian ia masuk ke dalam sambil membawa bungkusan dari Ibu kost, pintu depan pun tertutup rapat oleh Indra. Hanya terlihat bangku dan meja yang kosong, namun sesaat bangku itu seperti bergeser sedikit. Seperti ada sesuatu yang menggerakkan bangku itu.

JINGGA (Bab 1 s/d Bab 38) ENd ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang