Pagi itu suara burung berkicau dengan merdu, pantulan cahaya matahari masuk dari celah jendela, sesekali terdengar suara kendaraan motor hilir - mudik melewati jalanan perumahan komplek yang senyap, sayup-sayup pekikan khas tukang sayur yang memanggil para pelanggan dengan teriakannya menghipnotis Mbak-Mbak berdaster komplek berkumpul. Hawa yang dingin membuat Yasa tetap berbaring di ranjang ukuran besar dan malas untuk membuka matanya, laki-laki dengan perawakan tinggi, kulit putih dan bulu mata yang sedikit lentik untuk ukuran seorang laki-laki remaja yang tampan. Tiba-tiba sebuah tangan yang melayang di pipinya membuat ia terkejut dan mendorongnya sampai terjatuh di lantai.
"Ih! tega banget sih lo Yas! masa gua di jorokin ke lantai!"
Yasa membuka matanya melihat Evan jatuh tersungkur di lantai, ia hanya melihat kepalanya yang muncul di kasur seperti kucing yang sedang mengintip dari balik selimut, dengan rambut yang acak-acakan dan wajah culunnya memandang Yasa.
"Tangan lu kebiasan maen gaplok muka gua aja! Makannya kalo tidur anteng dikit!" kata Yasa membalikkan muka ke arah jendela dan perlahan membuka matanya.
Evan pun kembali ke ranjang memeluk guling dengan wajah sedikit menggerutu membalikkan badan menghadap kaca. Yasa beranjak dari ranjang membuka tirai jendela berharap cahaya pagi masuk ke dalam kamarnya.
"Astaga Yasa! Bisa gak nanti aja buka tirainya? Baru gua mau nerusin tidur!"
"Kan lu menghadap tembok!" Jawab Yasa dengan suara santai sedikit serak dan berat duduk di ranjang sambil menguap dan menggaruk kepalanya.
"Iya tapi mataharinya mantul ke kaca, cahayanya kena ke muka gua!" Jawab Evan.
"Ggrrr.... bawel!" jawab Yasa dan kembali menutup tirai jendela berdiri menyalakan lampu kamar.
"Astaga dragon Yasaaaaaaaa....!"
"Apalagi si Van? Gua selalu salah dimata lu."
"Lampu kamarnya silau, gua berasa tidur di stadion lapangan bola!"
Yasa melihat Evan menggelengkan kepalanya menarik nafas panjang dan mematikan lampu dan masuk kedalam kamar mandi, terdengar suara air yang terpancur dari shower.
Setelah mandi Yasa membuka lemari untuk berganti baju, dan keluar kamar. Ia menuju dapur untuk membuat sarapan dan mengambil cereal dan sekotak susu dalam kulkas. Terlihat Indra sudah rapih keluar dari kamarnya membawa tas dan membuat secangkir kopi dan duduk di meja makan. Indra dengan rambut klimis, dagu lancip dan sedikit bulu tipis di jambangnya dengan wajah kalem dan kulit putih mulusnya dengan santai meletakkan cangkir di atas meja
"Evan belum bangun Yas?" tanya Indra membuka kulkas dan mengambil buah apel sambil duduk di hadapan Yasa.
"Udah, cuma ngedumel terus tuh!"
"Emang kenapa lagi sama dia?"
"Gua jorokin ke lantai."
"Hah? kok bisa?" tanya Indra dengan wajah serius.
"Biasa dia sih, lagian kalo tidur gak pernah anteng, kadang kakinya ke badan gua, tangannya nabok muka gua, tidurnya muter kaya gasing!" jawab Yasa sambil melahap cereal cokelat dan susu.
"Udah gua bilang kenapa kalian gak pisah kasur aja sih? atau pisah kamar aja?" tanya Indra.
"Udah, dia nya gak mau, tau sendiri dia pengecut kalo tidur sendiri. Kalo mau tambah kasur di kamar ya gak muat kan ranjang gua besar."
"Ia mau gak mau dia tidur dikamar sebelah gua aja, kan kosong. Kalo kasur gua kan cukup cuma buat satu orang aja. Lagi pula kamar gua sedikit lebih kecil dibandingkan kamar lu."
KAMU SEDANG MEMBACA
JINGGA (Bab 1 s/d Bab 38) ENd ✔️
HororTiga mahasiswa bernama Yasa, Indra dan Evan yang menempati kostan dengan bangunan yang terlihat tidak begitu modern. Di dalam kostan itu ada sebuah kamar yang selalu di kunci dan tidak di sewakan. Mereka menduga itu adalah gudang penyimpanan, namun...