Luna membenarkan selang infus Kayden yang sedikit melilit tangan laki-laki itu. Rambutnya yang tergerai dan masih berantakan sedikit menutupi pandangannya. Ia berkali-kali menyelipkan rambutnya di telinga namun tidak berhasil.
"Kamu gak pulang?" tanya Kayden sambil menyentuh rambut perempuan itu dan menyelipkannya ke telinga sambil sedikit ia tahan.
"Gak, kemarin kan udah pulang. Udah bilang ke Mama karena kan gak enak sama kamu."
"Saya kan udah bilang gak apa-apa. Cewek emang suka keras kepala."
Luna menatap tajam mata Kayden, "Ya udah, aku pulang kalau gitu." Ucap perempuan itu sambil melepas tangan Kayden dan urusan lilitan infusnya.
Dengan cepat Kayden menahan tangan Luna, "Ya udah, kamu disini aja."
Luna sama sekali tidak menengok, ia bosan dengan Kayden yang sibuk menyuruh dia pulang.
"Lun, marah sama saya?"
"Ya, menurut kamu?"
Kayden tertawa kecil, "Saya gak ngerti kode-kodean, Lun. Bilang aja kalau marah atau enggak."
"Malesin." Luna menepis tangan Kayden.
Tapi Kayden masih berhasil meraih tangan perempuan itu bahkan memutar badan Luna agar menghadapnya.
"Marah sama saya?" tanya Kayden dengan sudut bibir yang sedikit terangkat.
"Bosen tau disuruh pulang terus!"
"Iya, marah sama saya kan berarti?"
"Gak, gak marah!"
"Terus kenapa gak marah sama saya?"
"Kayden baik sama aku."
Menahan tawa, "Kata siapa saya baik? Saya suka nyakitin orang pake pisau."
"Tapi ke aku kan enggak,"
"Ck, saya tau kamu bohong, biar gak marah saya harus gimana?"
"Beneran mau diturutin? Aku kan bukan siapa-siapanya kamu."
"Kamu siapa-siapanya saya, udah cepetan bilang saya harus gimana. Bukannya cewek suka kalau digituin?"
Luna tersenyum yang menurut Kayden sangat lucu dan imut, "Kalau gitu main ke taman rumah sakit gimana?"
Laki-laki di depan Luna itu mengangguk.
***
"Lun, kita udah berdiri disini lima belas menit. Kamu gak pegel?"
Luna masih asik menikmati semilir angin yang membelai rambutnya. Udara saat itu sangat nyaman, buat ia betah berdiam diri lama di belakang tembok pembatas taman rumah sakit. Apalagi ditemani oleh Kayden, Luna merasa senang bisa menghabiskan waktu dengan Kayden sambil menunggu sidang putusan akhir. Meskipun dirundung masalah, perempuan itu merasa bebannya jadi sedikit ringan.
"Kamu duduk aja, aku masih mau disini. Anginnya enak, gak dingin tapi bikin nyaman."
Di belakang Luna laki-laki itu tersenyum, ia bergeser sedikit agar tepat di belakang Luna. Satu langkah laki-laki itu maju lalu kedua tangannya menyentuh lengan Luna dan membentangkannya. Luna sedikit kaget, tapi nyatanya perempuan itu juga tersenyum. Menikmati setiap hembusan angin yang menerpanya.
Perempuan itu berbalik, sedikit tertegun dengan ketampanan laki-laki dengan jarak sangat tipis di depannya. "Kamu jangan galau terus yah, Galih udah cerita soal kemarin."
YOU ARE READING
I Law You
Mystery / Thriller"All I can do is believe in you." Kayden Zaferino lagi-lagi harus terlibat di dalam kasus meninggalnya seorang pengusaha muda sukses yang misterius. Kasus itu menarik seorang Mezzaluna Auristella, mahasiswi tingkat akhir yang disalahkan atas apa yan...