24 - Perdebatan

58 3 0
                                    

Bunyi alarm milik Lintang yang suaranya menjerit-jerit campuran ayam berkokok dan kucing kawin membuat seisi kamar rumah sakit terbangun. Theo bahkan sampai menyebut sumpah serapah yang cukup cepat dan banyak layaknya rapper profesional.

"Kampret! Alarm siapa sih?!" teriak Theo sambil mencari sumber suara padahal matanya masih setengah terbuka.

Tiba-tiba alarmnya mati, ternyata Lintang sudah lebih dulu mematikannya dengan senyum lebar dan mata tertutup.

"Lintang, alarm lo bikin kita semua kebangun. Galih sampe bangun tuh!"

"INI ALARM LO?! HAH?! NYARI MATI SAMA GUE?!"

"Eh, udah-udah. Apaan sih lo pada?" akhirnya Galih angkat bicara sebelum Theo berhasil menonjok Lintang tepat di wajah tampan khas miliknya.

"Guys! HP kalian pada masuk notif gak? Ada info baru dari passport Axel."

"Mana? Gue mau liat!"

"Lo diem disitu, Lih! Lo masih sakit." Ucap Alexa sambil memberi gestur dengan tangannya.

Galih memberenggut, ia kesal melihat teman-temannya sibuk membuka ponsel dan laptop sedangkan ia hanya bisa duduk di atas kasur. Menyebalkan.

"Lexa, gue ke markas dulu ambil bukti perkara sama rekaman interogasi."

Alexa melirik Theo yang sudah menutup laptopnya dan memasukannya ke dalam tas. "Lo bareng Lintang berangkatnya. Oh! Galih, lo punya kartu pass ruang file kan?"

"Ada, tapi kan di seragam gue. Mana sekarang seragam gue?"

"Dibawa sama anak markas yang nanganin ruangan lo." Jawab Lintang yang sukses membuat Galih dan yang lain melotot.

"You gotta be kidding me." Ucap Galih yang merasa tubuhnya luruh seketika.

"LINTANG! Kita dapetin kartu pass itu hampir dipecat dan lo biarin orang itu bawa seragam Galih! Aduh, kenapa sih lo?"

"Gue gak tau, gue bener-bener gak tau."

"Mending sekarang cari,"

"Cari dimana? Kita udah telat banget."

"Apa susahnya usaha dulu sih!"

"Ini semua gara-gara lo, Anjir!"

Galih melempar kedua orang yang berdebat itu dengan bantal tidurnya. "Gue gak mau tau, itu kartu pass harus ada dan balik ke tangan gue hari ini juga."

"Tapi gimana?"

"Pikir! Gue sekarang bukannya sembuh malah makin pusing gara-gara ginian!"

Ini pertama kalinya Galih membentak, memarahi, dan juga berbicara sekasar itu pada timnya sendiri. Terakhir kali ia marah besar pada mereka saat semua rencana gagal dan berantakan karena perdebatan yang tidak kunjung selesai dan mengakibatkan salah satu rekan mereka tertembak dan meninggal karena kelengahan mereka.

Insiden itu cukup memukul keras Galih sebagai ketua.

"Udah sekarang lo sama Lintang mending pergi biar waktunya gak kebuang percuma." Akhirnya Alexa memilih mengakhiri perdebatan mereka.

Theo dan Lintang berdiri, menghela nafas dan menatap Galih yang masih tertunduk dan meremas rambutnya. Tadinya mereka hendak meminta maaf, tapi mereka takut kena semprot kedua kalinya.

Sepeninggal kedua laki-laki itu, Alexa melirik Galih yang masih termenung di kasurnya. Rasanya ingin memeluk laki-laki yang berat beban di bahunya itu.

"Galih,"

Galih melirik Alexa, raut wajahnya terlihat tertekan. "Hm?"

"We can handle this. Lo cukup istirahat yang bener."

I Law YouWhere stories live. Discover now