20 - Hati Terikat

66 4 2
                                    

Motor hitam milik Kayden akhirnya tiba juga di salah satu sisi dari Taman Kumala. Mata tajamnya menelusuri sekeliling taman, mencari tanda-tanda keberadaan Luna. Tidak ingin semakin pusing, Kayden berusaha menghubungi Luna. Sudah lebih dari dua kali tapi tidak ada balasan.

Matahari yang mulai tergelincir membuat beberapa lampu taman menyala, Kayden berpikir sejenak. Mungkin saja perempuan itu akan memilih duduk dekat lampu taman karena situasi hari yang sudah sore. Di antara banyaknya lampu taman, satu lampu taman yang letaknya bersebelahan dengan bangku taman menarik perhatian Kayden.

Kaki Kayden perlahan membawanya mendekati perempuan yang duduk di bangku taman itu, dari rambutnya untuk sementara Kayden yakin itu Luna. "Luna," panggil Kayden.

Perempuan itu mendongak dan mencari arah suara yang ia yakin dengar. "Sini, kanan kamu."

Mata Luna yang sembab dan bengkak bertatapan dengan mata Kayden selama beberapa detik. Seperti kehilangan semangatnya, senyum kecil Kayden tidak membuat senyum perempuan itu mengembang. Ia malah menangis, menunduk dan menyembunyikan wajahnya.

"Kayden, aku mau pulang,"

"Yaudah, ayo pulang!" 

Luna berdiri sambil menghapus air matanya yang mengalir, baru hendak melangkah Kayden menghentikannya dengan memegang lengan perempuan itu. "Saya mau kamu cerita habis ini, boleh?"

Luna berbalik menghadapnya, tinggi badan mereka yang berbeda membuat Luna harus sedikit mendongak. Hancur hati Kayden melihatnya sepucat itu, bayangan tentang sesuatu yang buruk yang terjadi di kampus membuatnya bergidik. "Aku cerita nanti kalau sampe rumah."

Tangan yang awalnya memegang lengan Luna perlahan Kayden lepas, bersamaan dengan itu ia juga melepas jaket kulit dari Galih dan memakaikannya kepada Luna. "Lun, mau saya peluk?" tanya Kayden lebih seperti bisikan dan Luna mengiyakannya. Sedetik selanjutnya Kayden menarik perempuan itu ke pelukannya membiarkannya menangis sekeras-kerasnya. Tangan kanannya menutupi kepala perempuan itu takut ada orang yang melihat.

Kayden sadar kalau Luna hanya clientnya, perempuan yang terlibat dan tertuduh melakukan pembunuhan yang sama sekali tidak pernah ada di pikirannya. Perempuan yang masa depannya mendadak rusak karena orang tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakannya. Tapi lebih dari itu, Kayden selalu ingin melindunginya. Kayden ingin menjadi tempatnya mengeluh tanpa ragu tanpa ada ikatan yang membuat mereka canggung. 

Tanpa sadar Kayden perlahan bangkit dari masa lalunya dengan Luna. Hanya dengan Luna ia bisa kembali tersenyum dan tertawa. Hanya dengan Luna ia melakukan sesuatu tanpa ada bayangan dari Shakira yang menghantuinya.

Dan Luna, perempuan itu menemukan laki-laki yang ia selalu impikan. Laki-laki serius tapi perhatian dan penyayang. Luna faktanya bahagia dengan Kayden, Luna nyaman dengan Kayden setiap kali menatapnya, memeluknya, menangis padanya dan tertawa bersamanya. Bukan karena Kayden adalah orang yang berjanji mengeluarkannya dari masalah, tapi karena Kayden adalah Kayden. 

"Udah?"

"Sebentar aja Kayden,"

"Senyamannya kamu, Lun. Saya tungguin."

Mungkin sudah saatnya Kayden dan Luna menyadari hal yang berbeda di antara hubungan pengacara dan client mereka. 

Motor Kayden berhenti di rumah besar milik keluarga Luna. Ia mengekori Luna yang sudah lebih dulu masuk ke rumahnya. Rumahnya masih gelap, Luna baru saja menyalakan saklar yang membuat ruang tamu di rumahnya terang. Kayden masih berdiri di ambang pintu sambil membawa helm miliknya. Menyadari Kayden tidak masuk, Luna berbalik.

"Luna, saya pulang duluang gak apa-apa? Kamu di rumah ada orang gak?"

"Aku sendirian, Papa lagi di luar kota, Mama pergi ngurus pernikahan sepupu aku."

I Law YouWhere stories live. Discover now