Chapter 4

27.4K 2.4K 81
                                    

Hola
Janlup vote dan komennya say

*

Lily tak pernah cerita kejadiaan malam itu ke siapa pun bahkan ketika Ethan dan Isaiah berkunjung ia tetap tutup mulut. Saat Demon dan Savy berkunjung Lily sempat tergoda untuk bertanya tentang Killian lagi tapi ia segera mengurungkan niatnya karena itu semua tak masuk akal. Hanya sebuah harapan yang sia-sia.

Selama latihan Lily melamun panjang membuatnya beberapa kali harus ditegur oleh Belle. Ia juga tidak mengerti kenapa satu nama bisa mengacaukan segalanya. 

"Lillian sepertinya kau butuh istirahat. Kua duduklah dulu di sana." Belle menunjuk ke arah kursi penonton. Lily menunduk minta maaf kepada Belle dan teman-teman yang lain, ia segera menyingkir dan mengistirahatkan tubuhnya di salah satu kursi pada deretan terdepan. 

Matanya terpejam dan tubuhnya seperti terhisap pada memori masa lalu, ia sangat ingat betul bagaimana kakaknya yang selalu bersikap peduli, bagaimana Ethan dan Isaiah memperlakukanya bagaikan seorang puteri kerajaan, bagaimana ia selalu ketakutan jika bertemu dengan Demon dan Killian. Ia kembali mendesah panjang.

Dulu, ia selalu menghindar setiap melihat Demon dan Killian, dua pria itu selalu bisa menjadi mimpi buruknya tapi lama kelamaan ia mulai terbiasa dengan mereka. Beberapa kali Lily memberanikan diri meminta sesuatu maka keduanya segera memberikan apa yang ia pinta. Ia jadi merindukan rumah. Ia rindu orang-orang di sana yang selalu menyemangatinya, yang selalu bertepuk tangan dan menontonnya antusis ketika ia menunjukan progres tariannya. Dari pelayan hingga para penjaga, semuanya adalah sahabatnya.

Tidak lupa Snowy dan Bandit, dua anjing kembar yang berbeda warna. Mereka berdua selalu mengikutinya kemana pun ia pergi. Menggonggong jika ia tak memberikan perhatian. anjing-anjing yang pintar. Tapi, setelah kejadian pada hari itu semuanya berubah. ia harus terkukung oleh penjagaan ketat akibat Demon yang terlalu kelewat khawatir. Killian pergi untuk selamanya, teman rahasianya pergi.

Killian, pria yang pendiam dan tak pernah berbicara. Luka di mata kirinya selalu membuatnya takut tapi sikapnya yang penurut seperti Snowy dan Bandit membuat Lily dekat dengannya. Pria itu selalu ada untuknya. Mengingat itu membuat Lily menjadi sedih. Diraihnya kalung pemberian Killian, kalung berbandul bunga Lily pengganti kalung berbandul sepatu balletnya yang hilang dulu. 

"Kalung yang cantik."

"Akh!" Lily terlonjak kaget ketika tiba-tiba sebuah suara muncu tepat di depan telinganya. Ia menoleh dan mendapati Marius yang berada di kursi belakangnya, ia tersenyum ceria dan kembali menyapa Lily.

"Kau tidak latihan?"

"Belle menyuruhku istirahat aku tidak bisa berkonsentrasi hari ini."

"Kenapa?"

Lily mengedikkan bahunya dan kembali menatap Belle yang sedang melatih para penari latar. Marius menatap Lily dan Belle. Ia berjalan ke arah Belle. Lily melihat raut wajah Belle yang tidak suka, Keduanya juga beberapa kali menoleh ke arah Lily membuat gadis itu merasa ada yang tidak beres. Marius menyelesaikan obrolannya dengan Belle dan berjalan ke arah Lily dengan senyuman jahil.

"Marius!" Teriak Belle.

Marius tak menghiraukannya dan menarik tangan Lily.

"Eh mau kemana? aku tidak bisa." Lily mencoba melepaskan tangan Marius tapi pria itu dengan lembut menarik tubuh Lily untuk berjalan di sampingnya.

"Kau terlalu keras pada dirimu sendiri, kau butuh refreshing."

"Tapi aku tidak bisa, perhelatan akan dilaksanakan beberapa bulan lagi."

TRANQUILITY: The Professional (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang