Chapter 7

24.2K 2.3K 82
                                    

Holaa
Jangan lupa vote dan komen yaaa

*

Marius menggendong Lily dengan khawatir. Semua orang melihat kejadian tersebut dari kejauhan dengan tatapan penasaran. Belle dan Jolene juga lihat dan segera menyusul Marius.

"Ada apa dengannya?"

"Mabuk dan aku akan mengantarnya pulang."

"Kau tahu apartemennya?"

"Tidak."

"Tunggu, biar ku panggilkan Trevor." Jolene mengusap rambut Lily yang pingsang di gendongan Marius. "Jaga dia Marius."

Marius mengangguk.

Trevor dan Travis berlari menuju Lily yang baringkan Marius di mobilnya. Mereka ijin kepada Belle dan Jolene untuk pamit pulang terlebih dulu. Jolene kembali menyuruh para tamunya untuk menikmati pesta mereka.

Dari kejauhan Killian duduk resah di kursi rodanya meskipun wajahnya menunjukan senyuman bahagia ketika Jolene mengajaknya berbicara tanpa mereka sadari tangan kaki pria itu bergerak resah. Rasanya sangat ingin berlari dan melihat keadaany gadis itu tapi ia tahu bahwa itu sangat tak mungkin.

"Jolene, ku rasa aku mulai lelah." Jolene berhenti berbicara dan berjongkok menatap Killian. Ditangkupnya kedua jemari tersebut.

"Kau merasa sakit?"

"Ku rasa seperti itu dan rasanya semakin pusing."

"Kau minum alkohol?"

"Sedikit." Jolene menghela napas panjang dan mengelus pipi Killian.

"Kau pulanglah terlebih dahulu biar aku saja yang menemani para tamu."

Killian tersenyum berterimakasih, dikecupnya bibir Jolene dengan lembut. Ia meninggalkan keramaian, dibantu oleh asistennya untuk masuk ke dalam mobil. Killian mengistirahatkan kepalanya pada sandaran kursi. Rasanya sangat melelahkan. 

"Kita akan pulang tuan?"

"Putar balik menuju Barin Apartemen dan mampir di toko bunga terdekat."

Killian memesan asistennya untuk dibelikan se-bucket bunga mawar dan setangkai bunga Lily berwarna putih yang segar. Tak lupa ia menuliskan sebuah surat kecil dan diselipkannya pada bucket bunga mawar tersebut.

Sang asisten tanpa bertanya lebih jauh lagi mengikuti setiap arahan dari Killian. Hanya dibutuhkan waktu lima belas menit dan mobil telah diparkirkan. Killian menunggu di dalam mobil ketika melihat seorang pria yang ia kenali berjalan keluar dari gedung dan berjalan menuju mobil mewah yang terparkir tak jauh dari mobilnya.

Ia melepaskan tuxedo dan dasinya. 

"Pinjamkan aku jaket dan topimu." Asisten tersebut segera melepas jaket kulit berwarna hitam dan topi yang ia kenakan. Killian mengenakannya dan keluar dari mobil. Sang asisten terkejut bukan main ketika melihat tuannya yang bisa berdiri dengan kakinya sendiri tanpa bantuan tongkat kayu. 

Mulutnya terbuka lebar membuat Killian memutar matanya jengah. Dikeluarkannya sebuah pisau lipat dari balik kaos kakinya dan diarahkan pada leher si asisten. "Satu suara maka kau tak akan bisa berbicara selamanya. mengerti?" Ia mengangguk dengan cepat. Keringat dingin menetes dari dahinya.

Killian sedikit menggores pipi pria tersebut dengan sengaja. "Aku tak pernah main-main dengan ucapanku." Pria tersebut kembali mengangguk akan pernyataan final Killian.

Kembali Killian memperbaiki letak topinya agar rambut silvernya tak terlihat. Ia meninggalkan bucket bunga mawar di mobil dan meletakan bunga Lily di saku celana bagian belakangnya. Dengan santai langkahnya dibawa ke gedung bagian belakang. Lorong gelap pembatas antara dua gedung tinggi.

TRANQUILITY: The Professional (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang