Terimakasih sudah menungguu
\(-ㅂ-)/ ♥ ♥ ♥*
Killian seharian penuh hanya berbaring di kasur lamanya. Sesekali ia menemani anak Demon dan Savy jalan-jalan atau bermain dengan Snowy atau Bandit, ia merindukan Lilly. Ethan bilang jika saat ini Lilly sedang berada di New York bersama Isaiah, dan yang membuat Killian sedih adalah ketika Lilly memperpanjang masa liburannya. yang seharusnya dua hari menjadi satu minggu.
Killian yang sekarang tidak memiliki pekerjaan, jika dulu Demon sering mengajaknya untuk melakukan misi sekarang ia hanya duduk diam menghabiskan waktu sambil membaca buku. Dia jadi merindukan masa-masa dimana hampir setiap hari bermain di ruang bawah tanah.
Ia mengambil pisaunya dan turun ke ruang bawah tanah. Tak ada Cerberus karena anjing itu sudah mati beberapa tahun lalu karena umurnya sudah tua. Dilangkahkan kakinya ke sel paling ujung, suara geraman dan minta tolong memasuki indera pendengaran Killian. Ia menyelipkan senter kecil di atas telinganya.
Sosok pria tua, yang sudah tak berbentuk lagi duduk ketakutan diujung ruang sel yang lembab itu. Lukanya sudah lama mengering yang artinya sudah lama Demon tak menyentuhnya. Makanan yang diberikan tak tersentuh sedikit pun. Killian mengeluarkan pisaunya membuat pria itu bergetar.
Killian sedikit menggores tipis ujung telunjuk pria tersebut dan mengambil kertas yang ia bawa.
"Avengeline sudah mati?" Pria itu tak menjawab badannya hanya bergetar ketakutan ketika mendengar suara dingin Killian. Demon sudah melakukan berbagai cara untuk pria itu mengangkat suara tapi hasilnya nihil.
Pria menuliskan huruf "J" dengan darah dari telunjuknya. Ia mengangkat wajahnya dan memberikan senyuman jahat ke arah Killian.
Telunjuknya kembali bergerak membentuk huruf "o". dan diikuti tiga huruf yang sengaja di pisah dengan spasi.
"JO-king." Killian menapar pria tua dihadapannya, katakanlah ia anak durhaka yang menampar wajah ayahnya sendiri tapi jika tidak karena ia membutuhkan lidah Alberto untuk memberitahunya dimana ibunya berada. dengan senang hati ia akan membunuh pria itu dengan tangannya sendiri.
Ya, memang Alberto masih hidup. Demon menyisakannya untuk Killian bunuh sendiri dan ternyata keputusannya untuk menyimpan pria itu benar karena Killian membutuhkan informasi dari mulut pria itu.
Killian kembali mengunci pintu sel tersebut dan mendengar suara kekehan Alberto dari balik pintu selnya. Ia duduk di sofa sambil melihat tulisan di hadapannya. Ia tahu kemana arah yang dimaksud oleh Alberto tapi Killian meragukannya.
"Kau di sini rupanya." Killian berdiri ketika Demon masuk.
"Lillian dan Isaiah sudah kembali."
Killian beranjak dari tempatnya dan memberikan Demon hormat dan berpaling untuk keluar dari ruang bawah tanah.
"Berikan kertas itu padaku." Demon menunjukkan kertas putih dengan noda darah yang dipegang oleh Killian, dengan ragu Killian memberikannya pada Demon.
Ia masih di tempatnya memperhatikan Demon. "Apa lagi yang kau tunggu? Kau tak merindukan Lilly?" Wajah pria itu memerah membuat Demon tertawa.
*
Lilly menarik kopernya yang berisikan semua titipan mainan untuk para keponakannya, tiba-tiba sebuah tangan menariknya ke dalam sebuah ruangan. Lilly akan berteriak tapi dengan cepat Killian membungkan mulut gadis itu. Killian menurunkan tangannya dan memeluk Lilly dengan erat. Ia sedikit mengangkat tubuh Lilly dan menciumnya.
Lilly melingkarkan kedua tangannya pada leher milik Killian dan membalas ciuman tersebut.
"Ini siapa yang meletakan koper sembarangan di lorong?" terdengar suara Ethan membuat keduanya menghentikan aksinya. Lilly mendorong Killian dan segera keluar dari ruangan tersebut membuat Killian menahan senyumnya.
"Maafkan aku, tadi aku harus mengangkat telepon penting mengenai keberangkatan ke Paris." Killian yang berada di balik pintu mengerutkan dahinya. Ia bertanya-tanya mengapa Lilly akan ke Paris ketika dia bilang bahwa dia akan melanjutkan karirsnya di Amerika.
"Ku kira ini koper milik Isaiah, apa di balik pintu itu Killian?"
"Eh? Bu-bukan, aku sendirian. Aku belum melihatnya sama sekali." Lilly mendorong Ethan untuk menjauh.
Setelah membagikan maianan untuk Killian kecil dan Arya, Lilly kembali ke kamarnya. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan Killian yang berbaring di atas ranjangnya sambil menatap langit-langit.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanyanya sambil berbisik. Lilly sengaja mengunci pintu agar tak ada yang sembarangan masuk dan salah paham.
"Aku merindukanmu."
Lilly menghembuskan napasnya dan meletakan kopernya ke dalam walk-in-closet. Ia kembali dengan jubah mandi dan masih melihat Killian yang masih berbaring di atas kasurnya.
"Kenapa masih disini? Aku ingin mandi."
"Tidak bisakah kita berbicara sebentar?" Killian menepuk kasur di sampingnya dan Lilly duduk disana.
"Apa?"
"Kau akan kembali ke Paris? Kenapa?"
"Karena aku akan menyelesaikan satu tahun lagi di tempat lama."
"Kau bilang akan melanjutkannya disini?"
"Aku berbohong."
"Bolehkah aku kembali denganmu?"
Lilly tak bisa lama-lama menatap mata memelas Killian. Ia berdehem dan mengangkat bahunya.
"Killian, aku pergi ke restoran milikmu di New York dan itu sangatlah indah."
"Terinspirasi darimu."
Killian merogoh sakunya dan memberika Lilly sebuah kotak cincin. Cincin sederhana berwarna platinum dengan berliah kecil di tengahnya.
"Ini apa?"
"Untukmu."
"Kenapa tiba-tiba memberiku cincin?" Jika kau tak ingin mengenakannya simpanlah. Lilly memegang kotak cincin itu dengan bingung.
Keduanya tak berbicara hanya saling memandang. Killian menarik Lilly untuk tidur di sampingnya.
"Bolehkah aku menciummu?"
Lilly susah payah menelah air liurnya. Tenggorokannya tiba-tiba terasangat kering.
"Bu-bukankah kau tadi sudah menciumku?" Killian tak menjawab membuat Lilly sedikit resah. Lilly tahu yang dimaksud oleh Killian lebih dari itu. Dan Lilly pun tak berpikir jernih sebelum dia menganggukan wajahnya.
*
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANQUILITY: The Professional (Complete)
Romance(Spin-off dari Tranquility) She is an Angel. He is the Ghost. She is the Light in his dark cruel world. His redemption. His Savior. His Lover. HIS LILY.