47

1.2K 121 11
                                    


Lebih setengah jam aku menunggu taehyung hingga ia mampu berdiri meski masih 80% mabuk. Kini aku harus memapahnya pergi dari pojangmacha. Itupun dikarenakan tuntutan dari si ahjusshi pemilik toko.

"Kalau bocah ini dibiarkan berada di sini, dia akan meminta tambahan minuman lagi nanti, akan jadi bencana jika dia overdosis dan aku yang disalahkan, bisa-bisa aku dibunuh oleh ayahnya, aku belum siap mati mengerti? jadi bawa dia pergi sekarang, hus hus." usir pria tua itu.

Aku tak bisa membantahnya, lagi pun sudah cukup hidungku ini mencium aroma minuman keras. Meski aku bisa saja pergi meninggalkan taehyung sendiri di tempat itu. Tapi kemudian entah kenapa hatiku ini enggan melakukannya.

"Argh, kenapa badanmu harus sebesar ini huh?." aku menyeletuk setelah beberapa langkah pergi menjauh dari warung tenda.

Taehyung tentu tak menjawab, ia hanya melenguh tak tentu. Bahkan beberapa kali mengeluarkan suara mual yang membuatku hampir muntah lebih dulu darinya.

Sekarang memapahnya pun aku tak tahu harus kemana. Motor taehyung kubiarkan terparkir di depan Pojangmacha. Aku tidak bisa mengendarainya dan tak mungkin juga menyuruh taehyung mengendarai itu dalam keadaan mabuknya.

Waktu saat ini mungkin sudah lebih dari pukul sebelas malam. Jalanan taman di pinggir sungai Han terlihat amat lengang. Jadi kemana tujuanku sekarang?.

"Hei, argh, harusnya kau menjelaskan tentang keluargamu padaku." aku berucap lagi.

Taehyung bergerak sempoyongan. Membuat tubuhku lantas mengikutinya.

"Aiisssh!." aku berdecak kesal.

Lalu detik selanjutnya,

"SEOMI! DENGAR! AKU TIDAK PUNYA YANG NAMANYA KELUARGA!"

Aku terkejut, taehyung mendadak berteriak nyaring tepat di samping telingaku.
Aku sontak menjauhkan wajahku darinya,  mengerutkan dahi karena heran bercampur sebal.

"MEREKA BUKAN KELUARGA! MEREKA BUKAN ORANGTUA KU! WANITA GEMUK SIALAN ITU! AKU LEBIH BAIK HIDUP DI KOLONG JEMBATAN!" umpatnya lagi entah menyebut siapa.

Aku mengernyit sekali lagi, bukan macam ini penjelasan yang ingin kudengar darinya.
Dan siapa pula wanita gemuk itu? Ibunya?.
Heh, aku yakin sangat sulit baginya mempunyai anak seperti taehyung.

"AKU BENCI MEREKA DAN AKU BENCI SEMUA POLISI!" ia masih berteriak. Sekarang entah kenapa malah menyalahkan polisi.

Tak lama setelah mengucapkan itu, suara mual taehyung keluar lagi. Aku lantas melepasnya tubuhnya. Membiarkannya menumpahkan muntah itu ke pinggir jalanan taman.

Beberapa lama kubantu ia dengan menepuk-nepuk punggungnya. Namja itu terbatuk beberapa kali hingga baru benar-benar terdengar baikan.

"Tidak ada keluarga... Tidak ada keluarga..." katanya berulang, terdengar lirih.

Aku terdiam. Memangnya bagaimana perlakuan keluarga taehyung padanya sampai ia tidak rela mengakui mereka?. Satu lagi pertanyaan tentang namja ini telah tersimpan di memoriku.

Setelah ucapan lirihnya, taehyung tak lagi berkata apa-apa. Tubuhnya condong seperti hendak jatuh. Aku lantas sigap menahan bahunya, lalu kembali melingkarkan lengannya ke belakang leherku.

'Ddrrrt'
'Ddrrrt'

Saat itulah, terdengar ponsel di kantong hoodie ku bergetar. Aku kemudian mengambil dan membaca sebuah nama di layar.

Itu seomin.

"Ya, Seomin-ah, ada apa?" kataku begitu menempelkan benda itu di telinga. Masih dalam keadaan memapah tubuh berat taehyung.

Psychoupple [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang