29

1.8K 139 1
                                    

Pagi selanjutnya. Hujan gerimis kembali membasuh kota Seoul. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Sayangnya matahari masih ditutupi oleh awan hitam. Membuat seisi kota terlihat kelam.

Kali ini tusukan angin dingin lah yang membuat seomi terbangun. Gadis itu menggeliat sebentar, lalu menggulungkan tubuhnya bersama selimut. Kedinginan. Ia kemudian membuka mata perlahan. Menatap apapun di depannya dengan tatapan kosong.

Sesaat berlalu. Gadis itu menghembuskan  napas. Perlahan mengangkat tubuhnya untuk duduk bersila.

Lama termenung. Ia memandang kamar bernuansa putih itu dengan pandangan jenuh. Sekilas melirik foto kecil di meja dekat tempat tidurnya. Senyuman sepasang anak kembar terpampang di sana. Tampak bahagia.

Gadis itu lantas merenung. Teringat pertengkarannya dengan seomin tadi malam. Kata 'jalang' dan 'gila' yang diucapkan namja itu adalah yang paling terngiang di gendang telinganya.

Masih terdengar menusuk. Seomi mengeluh dalam hati. Ia sebenarnya tahu hal semacam ini pasti akan terjadi. Setidaknya mentalnya cukup siap saat pulang tadi malam. Cukup bisa mengatur diri untuk tak terpancing kata-kata kasar yang diucapkan saudaranya itu.

Tapi tak apa, lagi pula mereka terbilang sudah terlalu sering bertengkar. Cepat atau lambat pasti akan segera berbaikan dengan sendirinya. Seomin tak mungkin bertahan lama bersikap cuek padanya. Sebagaimana biasanya, namja itu akan mulai menyapa seolah tak ada yang terjadi.

Beberapa menit berlalu. Seomi sadar dari lamunannya. Sepintas melihat jam dinding. Gadis itu bergerak turun dari atas tempat tidur. Melangkah keluar menuju kamar mandi.

_____

Sekitar lima menit setelahnya. Seomi keluar dari kamar mandi. Ketika tengah menggosok-gosokkan handuk ke rambutnya. Matanya tak sengaja bertemu pandang dengan seomin. Namja itu sudah tampak rapi dengan seragamnya. Siap berangkat ke sekolah.

Seomin melihat seomi sekilas, tak ingin memandangnya lebih lama. Ia segera berlalu dengan ekspresi datar. Melangkah menuju pintu utama apartemen. Lantas kembali ke kebiasaan lamanya, membanting pintu dengan keras.

Seomi hanya diam menatap punggung saudaranya itu. Agak terperangah melihat tampang datarnya tadi. Cukup mengesankan. Namja itu merubah kepribadiannya lagi. Menjadi sosok yang dingin.

Seomi lalu tersenyum tipis. Kemudian melanjutkan aktivitasnya mengeringkan rambut. Dapat ditebak. Gadis itu malas berangkat ke sekolah hari ini.

Sebelum memasuki kamarnya. Mendadak ia teringat sesuatu. Amplop cokelat yang tadi malam ditunjukkan seomin tepat di depan wajahnya. Seomi masih belum tahu apa isinya.

Ia melirik laci dimana seomin mengambil amplop itu tadi malam. Lantas melangkah mendekat. Saat laci itu dibukanya, amplop cokelat berbentuk persegi empat tergeletak jelas di sana.

Jemari seomi meraih pelan benda itu. Enam digit angka tertulis di salah satu pojoknya.
23-07-16.
Ia ingat betul. Itu tanggal kecelakaan maut yang merenggut nyawa ibunya.

Diliputi rasa penasaran. Seomi membuka amplop itu. Sebuah surat dan liontin ia dapati di dalamnya. Namun entah karena alasan apa, gadis itu lebih tertarik pada liontin berbentuk amor yang tampak indah dengan permata berwarna merah di bagian tengahnya.

Liontin itu tampaknya bisa dibuka dan ditutup. Ada engsel kecil di salah salah satu sisinya. Seomi membuka liontin itu.

Tampaklah sebuah foto keluarga di sana. Foto bahagia ayah, ibu, seomin, dan juga dirinya. Entah bagaimana membuat gadis itu mengeluarkan tatapan sendu. Meski tak berniat mengeluarkan air mata. Bagaimanapun aura menyedihkan terlihat jelas ketika ia menatap foto itu lebih lama.

Psychoupple [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang