Dicky duduk di pinggiran kolam air mancur yang ada di kampusnya. Hari ini ia cukup kesal, bukan karena dosen killer ataupun tugas yang menumpuk melainkan takdirnya yang terlahir di keluarga yang sibuk dengan pekerjaan.
Sifatnya yang dingin juga dikarenakan keadaannya yang bisa dibilang haus kasih sayang keluarga. Dia ingin orang lain ikut merasakan sakit seperti dirinya yang sering terabaikan.
Tak lama setelah itu, ia beranjak pergi menuju mobilnya. Untungnya, jadwal pelajaran hari ini sudah usai.
Dicky mengendarai mobil dengan kecepatan diatas rata-rata yaitu 120 km/jam. Tak peduli dengan segala umpatan yang dikeluarkan orang-orang untuknya. Ia mencengkram stir mobil kuat-kuat sampai buku-buku jarinya memutih.
"PAPA DAN MAMA GAK PERNAH PEDULI SAMA GUE!!!" teriaknya, masa bodoh ia dibilang tidak waras. Ia ingin meluapkan emosinya. Ia hanyalah anak yang menginginkan kasih sayang orang tuanya, apa itu salah? tidak bukan?.
Kini ia tidak berkendara di jalan raya lagi, ia mengendarai mobilnya ke jalanan yang cukup sepi, bahkan dia semakin mempercepat mobilnya.
Bukan cuma mempercepat mobilnya, sepertinya dia ingin mempercepat kematiannya. Ia terlihat seperti seseorang cowok stress yang memprihatinkan.
Kekesalannya yang memuncak, ia tak sadar di perempatan yang ia lalui sekarang ada sebuah truk yang melintas ke arahnya. Truk itupun menghantam mobil Dicky sampai terguling. Pengemudi truk tadi yang setengah sadar karena mabuk langsung melarikan diri. Kini tinggalah Dicky yang bercucuran darah dengan mobilnya yang rusak parah itu.
***
Hari ini Adera terpaksa pulang dengan taksi karena orang tuanya berada di rumah neneknya yang sedang sakit. Ia pun diberitahu tiba-tiba. Tapi ia cukup mengerti kondisi tersebut karena bagaimana pun orang tuanya harus merawat neneknya. Biasanya ia akan dijemput papahnya, tapi ya sudahlah.
'Semoga nenek lekas sembuh, aamiin' batin Adera
Adera memberitahukan alamat rumahnya pada sopir taksi. Tak perlu menunggu lagi, taksi tersebut mulai meninggalkan area sekolah.
Jarak antara rumah dan sekolahnya memang tidak terlalu jauh, hanya perlu waktu antara 15-20 menit.
Belum lagi setengah jalan, Adera melihat mobil yang terguling dekat pohon. Ia pun segera menyuruh sopir untuk menghentikan mobilnya.
"Pak, itu ada kecelakaan." Ucap Adera segera turun dari mobil dan berlari mendekati mobil yang kecelakaan.
Ketika Adera membuka pintu mobil, ia kaget karena menemukan seorang cowok yang terluka. Buru-buru ia mengevakuasi korban.
"Pak, bantuin bawa ke mobil. Jangan cuma bengong aja, kasian dia." ucap Adera setengah berteriak untuk menyadarkan sopir taksi yang usianya sekitar 45 tahunan, mungkin masih kaget atau takut melihat darah.
Si sopir dan Adera segera membawanya ke mobil dengan hati-hati, takutnya ada terjadi patah tulang. Si korban dibaringkan dengan paha Adera sebagai bantal.
"Cepetan ke rumah sakit, Pak."
Di dalam mobil, Adera mencoba memberikan pertolongan pertama. Adera mencek nadi karotis, hasilnya normal. Lalu ia melakukan ADTD (Angkat Dagu Tekan Dahi) untuk membantu jalan napas. Selanjutnya ia melakukan LDR (Lihat Dengar Rasakan), lalu ASNT(Awas Suara Nyeri Tidak Respon). Setelah itu ia melakukan pemeriksaan fisik. Gak usah disebutin, soalnya kebanyakan.
Bajunya dipenuhi oleh darah, tapi ia tak peduli. Si sopir pun kadang melirik ke belakang kemudi untuk melihat keadaan penumpangnya.
"Buruan pak, kasian korban ini!" ucap Adera. Si sopir menambah kecepatan, bahkan melebihi rata-rata.
Adera melihat perdarahan di pelipis kiri, luka sobek di pipi kanan, serpihan kaca yang menancap ditungkai atas dan pergeseran tulang di pergelangan tangan kanan.
Untungnya dia membawa kotak P3K di tasnya, mungkin tidak banyak barang tapi cukup bermanfaat di situasi seperti ini.
Sekali lagi ia mengecek kesadaran korban dengan menepuk tangannya di samping kiri dan kanan telinga korban. Si korban mulai membuka matanya dan menatap sekitar dengan bingung.
"Kak, kakak lagi di perjalanan menuju rumah sakit. Kakak tahan ya, aku bersihin lukanya dulu." ucap Adera lembut sambil membersihkan darah di sekitar pelipis kiri. Ia segera mengambil bantalan kasa yang sudah diberi rivanol dan satu metela. Ia segera menutup lukanya.
"Sakit ya kak? tahan bentar ya?" Adera berinteraksi untuk menjaga kesadaran korban. Si korban mengerjabkan matanya.
"Pe...pe...perihhh." lirihnya
"Kakak lagi aku tangani, maaf ya kalo perih. Aku tau kakak kuat, semuanya akan baik-baik aja." ucap Adera, tapi tangannya masih sibuk dengan berbagai macam alat medis.
"Namaku Adera, aku anggota PMR. Tadi aku liat mobil kakak di jalan, aku samperin terus bawa kakak kesini." ucap Adera lagi, ia ingin kesadaran korban tetap terjaga.
Ia menempelkan plester di pipi korban yang sebelumnya sudah diberi kasa steril. Ia hanya membawa satu buah metela kain, dan itu sudah digunakannya. Luka di pelipis lebih parah makanya lebih memilih metela. Kini ia melilitkan metela elastis di pergelangan tangan korban yang terkilir.
"Maaf ya kak, aku masih belum berpengalaman menangani korban langsung. Aku harap aku melakukan tindakan yang benar. Kakak harus bertahan, sebentar lagi sampai." ucap Adera yang direspon dengan ringisan korban yang menahan perih.
Serpihan kaca yang tertancap di tungkai atas tidak Adera cabut, karena memang tidak boleh dicabut. Biar urusan itu ditangani oleh dokter.
Adera masih mengajak korban bicara sampai tiba di rumah sakit.
"Korban mengalami perdarahan, luka sobek, dan pergeseran tulang tapi sudah saya tangani. Tungkai atas korban mengalami luka tusuk dari serpihan kaca." ucap Adera sebelum korban dibawa ke UGD.
Adera mencuci tangannya yang penuh darah si korban. Ia melirik bajunya yang semula putih kini dipenuhi warna merah. Ia tak terlalu peduli dengan penampilannya, yang menjadi pikirannya adalah korban yang baru saja dibantunya.
Adera pergi keluar, ia menghampiri sopir taksi.
"Ini tasnya dan mungkin ini dompet korban tadi." ucap sopir menyerahkan tas sekolah Adera dan dompet hitam. Adera mengambil 2 lembar uang seratus ribuan dari dalam tasnya lalu menyerahkannya pada si sopir.
"Tapi ini kebanyakan, dek." ucap sopir hendak menolak, ia merasa uang yang diberikan untuknya berlebihan.
"Tidak apa, anggap saja ini untuk mengganti mobil bapak yang kena darah tadi."
"Saya menolong dengan ikhlas."
"Saya memberikan uang ini juga ikhlas, ini rezeki bapak. Terima kasih sudah membantu tadi."
"Terima kasih, sudah kewajiban untuk menolong sesama."
Sopir itu pun pergi, kini Adera bingung apa yang akan dilakukannya selanjutnya.
_____
Akhirnya selesai juga nulis, sorry ya di part ini ada hal tentang darah. Ide ini tiba-tiba muncul di otakku. Berhubung aku sendiri anak PMR jadi aku tau sedikit-sedikit tentang medis. Meski tadi seharusnya memasang APD (Alat Perlindungan Diri) dulu sebelum mencek nadi karotis.
Aku juga ngasih tau cara memberikan pertolongan pertama pada korban, karena aku jarang baca cerita yang ada penjelasan kayak gini. Lewat cerita ini aku bukan hanya menyalurkan hobi, tapi juga berbagi ilmu. Sebagai makhluk sosial kita harus tolong-memolong, dengan itu kita akan mendapat kepuasan batin.
Maaf jika ada kesalahan didalam penulisan.
Jangan lupa vote and comment
Thanks udah baca🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Atas Luka
Teen FictionAdera Aurelia Fathina hanyalah gadis sederhana, meskipun keluarga termasuk keluarga berada. Ia hidup dengan kasih sayang orang tua, sahabat dan orang-orang di sekitarnya. Ia bergabung dengan organisasi PMR, alasannya karena ingin menolong banyak ora...