24. Rujak

112 10 0
                                    

Seperti hari-hari biasanya, Adera menghabiskan 8 jam belajar di sekolahan. Sepertiga waktu dalam satu hari. Hari yang cukup melelahkan apalagi ketika otak dipaksa memahami materi yang ada. Bahkan, tak jarang hal tersebut yang menjadi alasan sakit kepala.

Adera mengemas peralatan belajarnya dan memasukkannya ke dalam tas. Sama halnya dengan Naima yang juga bersiap untuk pulang. Sebelum pulang, mereka harus berdoa lebih dulu agar ilmu yang diperoleh dapat memberi manfaat.

Adera dan Naima berjalan lebih dulu keluar kelas setelah kepergian guru. Baru di susul oleh siswa-siswi lainnya. Mereka jalan beringingan menuju gerbang. Sesekali candaan dan tawa terdengar dari keduanya.

Naima lebih dulu di jemput oleh Papanya. Kini tinggalah Adera sendiri tanpa teman bicara. Sesekali dia mengecek hp nya berharap ada pesan yang masuk. Dia tidak sedang menunggu Papanya, melainkan Dicky. Saat jam istirahat tadi, cowok itu mengabari akan menjemputnya.

Sebuah tepukan mendarat di bahu kirinya. Ketika menoleh, dia kebingungan. Dia tidak melihat mobil Dicky sejak keluar dari gerbang sekolah, dan kini cowok itu berada di depannya.

"Kenapa? gak jadi pulang?" tanya Dicky dengan dahi berkerut

"Kenapa kakak di sini?"

"Gue kan udah ngasih pesan bakal jemput loe".

"Iya, aku tau. Aku heran tiba-tiba kamu udah di sini padahal tadi aku ngira kamu belum datang."

"Gue udah nunggu, tadi juga liat waktu loe keluar gerbang. Karena loe diam aja di sini, makanya gue samperin."

"Maaf, aku kira kamu belum datang. Kamu jadi kelamaan nunggu."

"Gak papa, yuk pulang."

Tangan Dicky menggenggam tangan Adera dan menariknya ke tempat dimana mobilnya berada.

Kesunyian sejenak melanda keduanya setelah mobil yang dikendarai Dicky meninggalkan area sekolahan.

"Mau langsung pulang atau cari makanan dulu?" tanya Dicky, tumben sekali mau menawarkan.

"Terserah kamu, aku ngikut aja."

"Kok gitu?"

"Kan yang nyetir mobil kakak, aku duduk doang ngikut kamu ngajak aku kemana." jawannya polos

"Jangan protes ya sama pilihan gue nanti."

Adera mengangguk patuh. Dia menyerahkan pilihan itu kepada Dicky. Dia hanya perlu duduk manis.

Mata Adera menajam saat melihat kedai rujak di pinggir jalan. Entah kenapa lidahnya sangat ingin mencicipi berbagai macam buah tersebut. Siang hari seperti ini memang cocok untuk memanjakan lidah dengan yang segar-segar.

Adera meminta Dicky untuk menghentikan mobilnya. Dicky mengangkat salah satu alisnya, memberi isyarat kenapa Adera memintanya berhenti. Padahal tempat makan yang dipilihnya masih cukup jauh.

"Aku mau itu." tunjuk Adera pada kedai rujak

"Rujak?" tanya Dicky memastikan

"Aku mau rujak, mampir ke sana dulu ya?" bujuk Adera, wajahnya terlihat sangat imut.

"Gak mau ke cafe?"

Adera menggeleng, "Aku mau rujak." ucapnya bersikeras

"Yaudah, gue turutin." Dicky mengalah pada keputusan Adera yang bersikeras ingin makan rujak. Sebelum turun dari mobil, dia lebih dulu menyubit pipi Adera membuat empunya meringis.

Adera lebih dulu memasuki kedai tersebut. Di sini bukan hanya menjual rujak, tapi juga ada berbagai jenis minuman dan kue kering. Namun, rujak yang paling dominan.

Mereka memilih tempat duduk yang di tepi. Suasana kedai hari ini cukup ramai. Walaupun hanya makanan biasa, tapi banyak peminat rujak yang makan di sini.

Dicky tidak setuju dengan pesanan Adera yang memilih rujak dengan rasa pedas level 4, padahal rujak yang paling pedas adalah level 5. Berarti cewek itu sama saja memakan cabe.

"Gak usah level 4, kepedesan. Nanti sakit perut." larang Dicky

"Aku suka pedas, makanya level 4."

"Loe belum makan, jangan milih menu yang terlalu pedas."

"Tapi aku pengen yang pedas. Aku udah pernah makan rujak pedas kok." bela Adera

Perdebatan kedua sejoli ini membuat si pelayan bingung.

"Mas dan Mbaknya pesan apa?"

"Rujek level 1 sama level 3, terus minumannya orange juice 2." ucap Dicky

"Baik, tunggu sebentar ya."

Adera hendak melayangkan protes, tapi begitu melihat ekspresi Dicky, dia memilih diam.

"Gue kurangin levelnya, biar gak terlalu pedas."

"Gak papa, kan masih ada rasa pedas. Kamu gak suka pedas ya?"

"Kurang suka pedas."

Mereka adalah 2 orang yang berbeda. Si cerewet dan si cuek. Penggila pedas dan pembenci pedas. Sungguh unik.

Tak berselang lama, pesanan mereka sudah tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak berselang lama, pesanan mereka sudah tiba. Potongan buah dan bumbu rujak di atas piring sungguh menggoda Adera untuk segera mencicipinya.

Dengan mengucap basmallah, Adera mulai menyendokkan rujak tersebut ke dalam mulutnya. Sungguh rasa yang pas untuk dilidahnya. Rasa asam, manis dan pedas yang menyatu. Membuat selera makannya meningkat berkali lipat.

Dicky tersenyum kecil melihat Adera yang berada di depannya makan rujak dengan lahap. Dia jadi penasaran dengan rasanya. Mulai menyendok dan mengunyah, rasa bumbunya enak dengan cita rasa pedas yang sebenarnya kurang di sukainya. Ketika mangga muda yang berada di mulutnya, ekspresi wajahnya berubah. Lidahnya mendadak tidak suka. Namun, tetap di telannya. Asam dan pedas adalah 2 rasa yang dibencinya.

Piring Adera sudah bersih. Cewek itu sangat menikmati makanannya. Berbeda dengan piring Dicky yang masih tersisa beberapa jenis buah yang sengaja tidak dimakannya karena rasa asam.

Mungkin karena terlalu menikmati, Adera tak sadar masih ada bumbu di dekat bibirnya. Dengan gerakan spontan, Dicky mengambil tisu dan membersihkannya. Adera terdiam merasakan sapuan lembut di dekat bibirnya. Keduanya canggung beberapa saat. Untuk menghilangkan kecanggungan ini, Dicky memilih membayar makanan. Lalu mengajak Adera kembali ke mobil.

Setelah sampai di depan rumah Adera, keduanya masih saling diam karena kecanggungan.

"Makasih udah nganter pulang dan rujak tadi. Aku senang banget hari ini. Hati-hati di jalan, kak." ucap Adera sebelum keluar dari mobil.

"Makasih juga waktunya." ucap Dicky lalu tersenyum ke arah Adera.

Cinta di Atas LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang