Adera kembali menginjakkan kaki di rumah sakit. Ia melangkahkan kaki menuju ruang di mana Dicky di rawat. Ketika pintu dibuka, matanya tertuju pada Dicky yang duduk di atas brankar dan Suster Lusi yang menyodorkan sesendok makanan. Adera berjalan mendekati mereka.
"Syukurlah kamu sudah datang." ucap Suster Lusi lega
"Apa ada masalah, Sus?" tanya Adera
"Pasien tidak mau memakan makanannya. Padahal ini sudah melewati waktu sarapan." adunya
Adera melirik ke arah Dicky yang cemberut karena di suruh sarapan makanan rumah sakit.
"Biar saya yang mengurus makanannya. Suster boleh pergi."
"Baiklah, kalo begitu saya pergi."
"Oh iya, Sus. Apa boleh pasien memakan makanan dari luar?" tanya Adera sebelum Suster Lusi pergi.
"Kami selaku pihak rumah sakit takutnya ada kesalahan makanan untuk pasien. Apalagi pasien baru mengalami kecelakaan. Dia benar-benar memerlukan makanan yang memiliki nutrisi cukup."
"Saya memasak sendiri, lagipula saya tidak menambahkan pengawet dan perasa apapun ke dalam bubur ini. Semua bahannya alami."
"Kalau begitu tidak apa-apa. Asalkan pasien memakan makanannya."
"Terima kasih, Sus." Ucapan terakhir Adera sebelum Suster Lusi benar-benar pergi.
"Kamu kok belum sarapan? kan aku udah bilang kalo aku telat, kamu makan makanan rumah sakit aja dulu." ucap Adera pada Dicky yang memasang muka datar.
"Gue udah bilang gak enak."
"Lain kali gak boleh lewatin waktu sarapan. Sekarang aku suapin kamu makan, harus habis!"
Satu suapan berhasil masuk ke mulut Dicky, bahkan berhasil membuatnya terdiam. Cewek ini selalu punya cara untuk membuat Dicky diam. Rasa bubur yang dimakannya hampir sama dengan masakan neneknya. Sekarang ia jadi merindukan neneknya.
"Gimana rasanya? enak gak?"
Dicky mengangguk pelan.
***
Sudah 2 jam lebih Dicky dan Adera hanya berdiam diri. Sesekali mereka bicara, lalu terdiam lagi karena kehabisan topik.
"Kepala kamu masih sakit?" tanya Adera
"Kadang nyeri aja."
"Kalo gitu istirahat aja."
"Gue bosen di sini mulu, jalan-jalan yuk?"
"Kamu harus istirahat, kaki kamu juga masih diperban." protes Adera
"Dari kemarin gue istirahat terus. Kalo kelamaan di sini mulu, nanti gue lumutan. Gue bosen banget, gak ada pemandangan lain selain selang infus dan tembok putih."
"Tapi pakai kursi roda aja ya?"
"Terserah, yang penting gue bisa jalan-jalan."
Adera memapah Dicky berjalan untuk duduk di kursi roda. Memang sedikit kesulitan karena tubuhnya lebih kecil.
Heyy, ini bukan cerita di mana si cewek sakit dan digendong oleh cowok.
Adera hanya seorang cewek berusia 16 tahun yang merasa bertanggung jawab atas korban kecelakaan yang ditolongnya.
Setelah membantu Dicky duduk, ia mulai mendorong kursi roda perlahan.
"Gue berat ya?" tanya Dicky sambil melirik Adera yang berada di belakangnya.
"Lumayan sih, kan aku lebih kecil."
Adera masih setia mendorong kursi roda, sedangkan Dicky tidak berhenti melirik objek yang menurutnya menarik. Matanya melirik kiri dan kanan, berulang kali tanpa henti. Seakan Dicky adalah orang yang baru bangun dari koma selama bertahun-tahun dan baru mengetahui kehidupannya sekarang yang berbeda.
"Kamu liatin apa aja sih? dari tadi liat kiri-kanan terus, gak capek?" tanya Adera beruntun
"Tadi ada anak kecil berebut mainan sama temennya, lucu deh."
"Kamu suka sama anak kecil?"
"Suka, apalagi yang masih dalam gendongan."
"Kamu punya adik?"
"Gak, gue anak bungsu."
"Di keluarga kamu ada anak kecil?"
"Ada."
"Kalo gitu anggap aja dia adik kamu. Kamu bisa gendong dan ajak main."
Dicky tersenyum miris, bertemu dengan keluarga besarnya sangat jarang. Hanya sekali atau dua kali dalam setahun.
Mereka berdua sampai di taman yang berada di samping rumah sakit. Ada beberapa orang di sana, mungkin seperti Dicky yang ingin menghirup udara bebas.
"Udaranya sejuk di sini!" seru Dicky riang
"Kamu suka?"
Dicky mengangguk.
"Kamu mau buah gak? sekalian ngemil di sini. Biar nutrisi kamu cukup." usul Adera
"Boleh, eh tapi buahnya kan di kamar tadi."
"Kamu tunggu di sini, aku ke dalam ambil buah dulu. Aku gak lama kok."
"Kalo git-" belum selesai Dicky bicara, Adera sudah berlari lebih dahulu.
"Main pergi aja."
Setelah menunggu beberapa menit, Adera datang dengan piring buah yang berada di tangannya. Lalu duduk di kursi depan Dicky. Jadi, posisi mereka berhadapan, cuma Dicky masih di kursi roda sedangkan Adera di bangku taman.
"Aku bawa sebagian, kamu mau buah apa terlebih dahulu?" tanya Adera menunjuk piring yang berisi apel, anggur, dan pisang.
"Apel aja."
Adera memotong dan mengupas kulitnya terlebih dahulu, lalu menyuapkannya pada Dicky.
"Gimana?"
"Manis dan segar."
"Kalo gitu harus habisin, gak boleh ada yang ke sisa!"
"Iya, dokter cerewet." ucap Dicky di sertai kekehannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Atas Luka
Teen FictionAdera Aurelia Fathina hanyalah gadis sederhana, meskipun keluarga termasuk keluarga berada. Ia hidup dengan kasih sayang orang tua, sahabat dan orang-orang di sekitarnya. Ia bergabung dengan organisasi PMR, alasannya karena ingin menolong banyak ora...