6. Sadar

129 20 2
                                    

Adera sudah siap pergi kerumah sakit.

Baru saja ia membuka pintu, namun langkahnya terhenti saat mengingat bahwa ia melupakan sesuatu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru saja ia membuka pintu, namun langkahnya terhenti saat mengingat bahwa ia melupakan sesuatu.

Ia kembali masuk ke rumah, mengambil dompet Dicky yang berada di dalam tas sekolahnya, lalu memasukkannya ke dalam tas yang digunakannya sekarang.

Tak lupa mengunci pintu, ia kembali bergegas menuju rumah sakit.

Setibanya di rumah sakit, ia langsung menuju ruangan dimana Dicky berada. Matanya melirik ke arah brankar dimana Dicky terbaring, cowok itu masih setia memejamkan matanya. Bukankah tadi dia siuman?

Wajah tenang dan damai Dicky mampu membuat Adera menarik bibirnya membentuk senyuman. Walaupun dipelipis dan pipinya terdapat perban, tapi wajah damainya masih terlihat.

Suara pintu terbuka membuat Adera melirik ke arah pintu. Suster Lusi masuk sambil mendorong troli berisi makanan.

"Pasien baik-baik saja, dia hanya tertidur. Saya kesini untuk membawakanya makan malam. Pasien perlu energi setelah tubuhnya melemah akibat kecelakaan." ucap Suster Lusi

"Terima kasih, sus. Biar saya saja yang mengurus makan malamnya." ucap Adera

"Pastikan pasien memakan makanannya, saya pergi dulu."

Setelah Suster Lusi pergi, Adera meletakkan kotak makan untuk Dicky di meja dekat brankar, kotak nasi gorengnya juga ditaruh di sana.

Dicky mengerjabkan matanya, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah cewek berjilbab yang duduk di samping brankar tempatnya berbaring.

"Kakak sudah bangun? ada yang sakit?" tanya Adera

"Loe siapa?" tanya Dicky, dia tak mengenal cewek itu.

"Namaku Adera, orang yang membawa kakak ke rumah sakit. Apa kakak masih ingat?"

Dicky memejamkan matanya, mencoba mengingat kejadian yang sudah terjadi. Ia ingat kecelakaan, darah, rasa sakit, dan sosok cewek berjilbab. Berarti cewek ini yang telah menolongnya.

"Ooh, gue inget." ucapnya datar

"Tadi suster membawakan makanan untuk kakak, sekarang makan ya?"

Dicky mencoba duduk, tapi karena kepalanya yang mendadak sakit dan pergelangan tangannya yang terkilir, ia tak bisa menopang tubuhnya. Sebelum ia ambruk, Adera sudah siap memegangi  pinggang dan bahu Dicky.

"Maaf" ucapnya sambil membantu Dicky untuk duduk.

Dicky terdiam beberapa saat diposisi tersebut. Dimana Adera menopang tubuhnya seperti memeluk dari samping. Setelah bisa duduk, ia ingin turun untuk mencuci muka. Namun, cewek itu seakan menghalanginya.

"Kakak mau kemana? kakak harus istirahat. Kondisi kakak masih belum normal." cerocos Adera. Ingatkan Dicky bahwa cewek ini cukup cerewet.

"Kamar mandi."

"Ngapain?"

"Cuci muka."

"Kakak duduk aja, biar kakak cuci muka pakai tisu basah aja. Habis itu kakak makan supaya cepat sembuh."

Adera mengambil tisu basah dari dalam tas nya, lalu mulai membersihkan wajah Dicky hati-hati, mengingat pelipis dan pipinya terdapat perban.

"Aaaww, sakit." rintihnya

"Maaf, aku akan lebih pelan."

Dengan jarak sedekat itu, mampu membuat Dicky terdiam. Bahkan, ia tak sadar bahwa Adera telah selesai membersihkan wajahnya.

"Udah selesai, sekarang saatnya kakak untuk makan." Adera mulai membuka kotak makan lalu menyodorkanya.

"Makan yang banyak biar cepat sehat. Kakak bisa makan sendiri atau mau aku bantu?"

Mengingat pergelangan tangan kanannya masih sakit, tak ada pilihan selain minta bantuan. Lagipula, makan dengan tangan kiri itu agak menjijikan.

"Bantuin gue makan."

Adera duduk di kursi samping brankar, merasa susah dengan posisi begitu, ia pun berdiri sambil menyuapi Dicky.

Dicky menepuk-nepuk kasur dengan tangan kirinya. Adera menaikkan alisnya tak mengerti kode yang diberikan Dicky untuknya.

"Duduk disini."

Adera menurut dengan duduk di pinggiran kasur.

"Kakak gak papa kalau aku duduk disini? kakak gak ngerasa sempit?"

"Gak papa, duduk aja. Lagian pasti pegel kalau berdiri terus."

Satu suapan masuk ke mulut Dicky, ekspresinya berubah menjadi datar.

"Ada yang salah?" tanya Adera

"Tawar, gak enak. Makanan ini gak ada rasanya."

"Namanya juga buat orang sakit, rasanya emang agak tawar. Tapi kakak harus habisin makanan ini, untuk kebaikan kakak juga." Adera mencoba memberikan pengertian

"Gak mau, gak enak. Gue gak mau makan makanan rumah sakit. Lagian gue gak sakit parah, cuma luka-luka doang. Gue mau makanan yang lebih berasa." Dicky bersikap seperti anak kecil, membuat Adera bingung bagaimana cara menghadapinya.

"Ini untuk kebaikan kakak juga, makan lagi ya?"

Dicky menggelengkan kepalanya, matanya tertuju pada sebuah kotak makan di atas meja.

"Itu kotak apa?"

"Kotak makan aku."

"Gue mau makan punya loe aja, loe bisa makan punya gue."

"Yang sakit kan kakak, kenapa aku yang makan makanan rumah sakit?"

"Gue gak mau makan makanan yang tawar itu."

Adera mengalah, ia menukarkan kotak makan tersebut. Kini, kotak makan punya dirinya yang berada di tangannya.

"Aku gak bertanggung jawab kalo kakak makin sakit gara-gara makan makanan dari luar."

"Mengandung sianida?"

"Bukan gitu, nasi goreng ini aman kok, kan aku masak sendiri. Aku gak tau dokter bolehin apa nggak kakak makan makanan yang bukan dari rumah sakit."

"Biarin aja, kan gue yang sakit."

Dengan sabar Adera menyuapi Dicky.

"Enak, lebih baik dari makanan rumah sakit."

Untunglah nasi goreng yang dibawanya agak banyak. Dicky makan dengan lahap, Adera memakan sisanya. Jadi, keduanya sama-sama kenyang.

Dicky kembali berbaring, Adera menyelimutinya sebatas dada.

"Kamu tidur ya sekarang? kata dokter kamu harus banyak istirahat."

Adera menampilkan senyumannya sebagai penghantar tidur. Tangannya terulur untuk merapikan selimut yang dipakai Dicky.

"Have a nice dream."


Akhirnya up lagi setelah lama gak ngetik.
Aku harap kalian gak bosen sama cerita aku.
Kondisinya kebalik, yang tua jadi manja😂 harap maklum author punya imajinasi yang agak aneh😅
See you next part...

Cinta di Atas LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang