22. Rumah Dicky

96 8 0
                                    

Setelah tadi malam mereka menghabiskan waktu bersama di pasar malam. Dicky kembali mengajak Adera jalan-jalan. Adera juga tidak keberatan. Dia cukup menikmati waktu bersama walaupun seringkali malu karena godaan dari Dicky.

Adera menebak-nebak kemana mereka akan pergi. Dicky juga sedari tadi tidak pernah menjawab saat ditanya. Membuat Adera menjadi kesal karena merasa terabaikan.

Dicky menyetir mobilnya dengan kecepatan normal, jangan lupakan ekspresi datarnya. Adera benar-benar dibuat penasaran.

Adera menoleh ke samping kanannya, menatap wajar datar Dicky yang menyebalkan.

"Kita mau kemana?" tanya Adera, ini sudah keberapa kalinya bertanya tapi tidak dijawab.

"Secret." jawab Dicky melirik Adera di sampingnya, lalu kembali memfokuskan pandangannya terhadap jalan.

"Kasih tau dulu, aku penasaran. Dari tadi aku nanya gak pernah dijawab. Rahasia terus. Aku berasa diculik."

"Nanti juga tau." Dicky sedikit menoleh pada Adera, cukup senang melihat ekspresi kesalnya.

Adera memilih bungkam. Bertanya pada Dicky hanya seperti bicara pada angin. Tidak akan ada jawaban. Dia yang kesal sendiri nantinya.

Mereka memasuki kawasan perumahan elite. Adera tau hanya orang-orang yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas yang sanggup tinggal di sini.

Dicky berhenti di depan pagar rumah. Membunyikan klakson lalu satpam dengan sopan membukakan pagar untuk majikannya. Satpam itu tersenyum ramah. Namun, Dicky kembali melajukan mobilnya tanpa membalas senyumannya.

Setelah melewati pagar, Adera semakin dibuat kagum dengan bangunan di depannya.

Sungguh mewah.

Kata yang pantas untuk dilontarkan. Matanya sungguh terpana akan keindahan bangunan ini.

Dicky memberhentikan mobilnya di depan rumah. Lalu mengajak Adera turun dan masuk ke dalam rumahnya. Adera dengan patuh hanya mengikuti. Di depan pintu mereka sudah di sambut 2 pelayan. Kedua pelayan itu menunduk hormat ketika tuannya berjalan di depannya. Dicky benar-benar di perlakukan istimewa.

"Selamat datang, tuan dan nona." sapa kedua pelayan sopan.

"Terima kasih atas sambutannya." ucap Adera sambil tersenyum membalas keramahan pelayan di rumah ini.

Dicky menarik tangan Adera untuk lebih memasuki rumahnya. Adera tetap dibuat kagum akan arsiteksturnya yang begitu indah.

Suara derap langkah dari tangga membuat keduanya menoleh. Seorang wanita turun dengan penampilan yang cukup rapi. Dia tetap terlihat cantik walaupun di usia yang sudah menginjak 40-an. Dengan penampilan yang dipenuhi barang-barang mewah.

"Siapa dia?" tanya Amanda ketika berada di depan Adera dan Dicky.

"Dia Adera, orang yang dulu nolongin Dicky."

Amanda mengangguk, "Silahkan duduk!"

Dicky menggenggam sebelah tangan Adera lalu mengajaknya duduk di sebelahnya.

Adera gugup sekarang, tangannya berkeringat. Lidahnya terasa sulit di ajak kompromi. Berhadapan dengan Amanda cukup membuat nyalinya menciut.

"Nama saya Adera, tante." ucap Adera memperkenalkan diri dengan sopan.

"Adera ya? terima kasih sudah menolong Dicky waktu itu." ucap Amanda disertai senyuman.

"Tidak apa, sudah kewajiban saya untuk membantu sesama."

"Dicky beruntung karena ditolong Adera. Dia merawat Dicky dengan baik saat di rumah sakit." ucap Dicky

Tak selang lama, 2 orang pembantu membawakan es jeruk dan beberapa cemilan di atas meja. Dengan sopan melayani majikan dan tamunya.

"Silahkan di minum!" ucap Amanda mempersilahkan. Tidak seperti dugaan Adera, Amanda ternyata cukup santai.

"Makasih, Tante."

"Kamu masih sekolah?" tanya Amanda setelah menyeruput minumannya.

"Masih, Adera kelas 11 sekarang."

"Pantas aja masih kelihatan muda."

Amanda melirik arloji di tangan kirinya. Dengan penuh keanggunan dan wibawa.

"Mama ada meeting sebentar lagi. Dicky kamu temenin aja Adera. Adera, maaf tante gak bisa lama nemenin." Ucapnya lalu beranjak pergi.

Adera merasakan bagaimana rasanya menjadi Dicky yang tidak memiliki waktu luang yang banyak bersama keluarganya. Semua dikarenakan pekerjaan.

Adera tak bisa membayangkan seberapa kesepiannya Dicky ketika orangtuanya lebih memilih pekerjaan ketimbang dirinya. Pantas saja, dari sorot matanya terpancar kekosongan. Adera menjadi kasihan.

Memang Amanda termasuk orangtua yang cukup ramah dan santai. Tapi tetap saja, keberadaan dirinya yang jarang berada di rumah akan membuat anak-anaknya mencari hiburan di luar.

Adera menatap ke arah Dicky, cowok itu pun balas menatapnya. Mengangkat alisnya karena heran dengan pandangan yang diberikan Adera padanya.

"Aku akan tetap di sisi kamu agar kamu gak merasa kesepian lagi. Gak masalah jika kamu gak mau, tapi aku gak akan tinggalin kamu."

"Thanks, gue pegang ucapan loe."

Cinta di Atas LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang