Jangan menjadi silent readers. Comment sebanyak yang kalian bisa. Biar aku tau pendapat kalian terhadap karyaku. Jangan lupa vote, gak bakal lama kok.
***
Mobil Dicky telah memasuki pekarangan rumah Adera.
"Makasih udah di anterin." ucap Adera sambil melepas seatbelt.
"Iya, sama-sama."
"Kamu sibuk abis ini?" tanya Adera sambil melirik Dicky.
"Nggak"
"Mampir dulu yuk?"
"Gak usah deh." tolak Dicky
"Ayo dong, mampir dulu ke rumah. Anggap aja karena kamu udah anterin aku pulang." Adera membujuk sambil memegang lengan Dicky. Ia juga mengeluarkan puppy eyes andalannya.
"Gak deh, gue langsung pulang." Dicky berusaha menolak ajakan Adera. Ia memalingkan wajahnya untuk menghindari wajah menggemaskan Adera. Imannya lemah. Ia tak tega menolak keinginan cewek di sampingnya ini.
"Iya, gue mampir ke rumah." jawaban Dicky sukses membuat Adera tersenyum puas.
Mereka keluar dari mobil bersama-sama. Jangan harap Dicky akan membukakan pintu seperti cowok lainnya. Dia adalah pangeran es. Susah baginya untuk bersikap hangat.
Mereka jalan beriringan. Adera membuka pintu dan mulai masuk ke dalam rumah disusul Dicky yang kini berada di belakangnya.
"Assalamu'alaikum, Mamah." ucap Adera
"Wa 'alaikum salam." sahut Dinda dari dapur menuju ruang utama.
Adera mencium punggung tangan Mamahnya. Dicky yang bingung mau ngapain juga mengikuti pergerakan Adera, mencium punggung Dinda. Sudah lama ia tak berbuat seperti ini.
Dinda melirik ke arah Dicky. Adera jarang membawa cowok ke rumah, walaupun itu tugas sekolah. Jika temannya pun, Dinda pasti mengenalinya.
"Mamah, kenalin ini kak Dicky. Korban kecelakaan yang aku tolong dulu. Dan ini Mamahku, kak." ucap Adera memperkenalkan keduanya.
"Jadi dia yang kecelakaan waktu itu. Gimana keadaan kamu sekarang?" tanya Dinda lembut
"Udah sehat lagi, tante." jawab canggung Dicky
"Syukurlah kalau udah sehat. Kita makan siang bareng yuk? kebetulan Mamah baru aja selesai masak."
"Yaudah, mumpung kak Dicky ada di sini, kita makan bareng. Biar kakak bisa ngerasain masakan Mamah." ucap Adera semangat
"Gak usah, tante."
"Kamu makan siang di sini aja. Kan kamu belum makan siang."
"Gak papa?"
"Nggak kok, kami malah seneng makin banyak orang."
"Yaudah deh."
"Adera ganti baju dulu ya, nanti nyusul ke ruang makan." ucap Adera lalu pergi ke kamarnya untuk berganti baju.
Kini tinggal Dinda dan Dicky. Dicky udah gugup banget. Sikap dingin yang biasanya melekat pada dirinya kini hilang entah kemana.
Mereka berdua menuju ruang makan. Dengan Dicky yang berjalan di belakang Dinda. Dicky meminta izin ke kamar mandi terlebih dahulu.
Di dalam kamar mandi, Dicky berdiri di depan washtafel dan mencuci wajahnya. Ia tak menyangka akan seperti ini. Jika tau dari awal, dia lebih baik menolak ajakan Adera untuk mampir ke rumahnya.
Wajahnya kini terlihat lebih segar. Ia memutuskan kembali ke ruang makan. Setibanya di sana, ia melihat Adera yang sudah duduk di kursi di depan Dinda. Ia pun memilih duduk di samping Adera. posisinya Adera dan Dicky duduk berhadapan dengan Dinda.
Dicky menoleh ke samping. Adera masih saja terlihat menggemaskan dengan pakaian santai dan jilbab hitamnya.
Di sinilah Dicky, terjebak di antara 2 cewek berhijab. Ia menjadi malu sekarang. Telinganya saja sudah memerah.
Dinda menyiapkan piring Dicky dan mengisinya dengan beberapa makanan. Sebelum Dinda melakukan hal yang sama terhadap anaknya, Adera lebih dulu mengisi piringnya sendiri.
"Gak usah, Mah. Adera bisa sendiri." ucap Adera
"Iya deh. Oh iya, kok kalian bisa ketemu?" tanya Dinda
"Tadi Kak Dicky yang nganter aku pulang soalnya Papah ada rapat penting."
"Dicky nyamperin ke sekolah Adera?"
"Iya, tante. Sekalian lewat di sana. Kebetulan Adera lagi nunggu taksi."
"Makasih ya udah nganter Adera."
"Sama-sama, maaf juga makan di sini, sampai di siapin segala."
"Nggak papa, anggap aja rumah sendiri." ucap Dinda lembut dan keibuan.
Dicky kagum dengan Dinda. Ia berasa mengenal Dinda sudah lama. Sifat keibuannya yang mampu mengurangi kekosongan hatinya.
"Makasih, tante. Saya jadi ngerasa punya keluarga."
Adera menghentikan tangannya yang sedang menyendok nasi. Ia melirik ke arah Dicky yang terlihat sendu.
Dinda ikut melirik ke arah 2 remaja di depannya ini. Sejenak terdiam, lalu menyadari situasinya sekarang.
"Dicky boleh kok anggap saya seperti ibu kamu sendiri. Panggil saya mamah aja, kayak Adera." Dinda tersenyum lembut ke arah Dicky. Dicky pun membalas senyumannya.
"Tapi-" Ucapan Dicky terpotong
"Anggap aja mamah kamu juga. Kamu boleh kok mampir ke sini, sering-sering juga gak papa."
"Inget ucapanku dulu kan? kamu gak sendirian. Ada aku yang peduli sama kamu, ada mamah juga." ucap Adera
"Makasih sudah memberi perhatian kepada saya. Saya berasa punya keluarga seperti yang saya harapkan."
"Jangan sedih, mending kita lanjut makan. Nanti makanannya jadi asin lho kalo sedih terus." gurau Dinda
Dicky menarik sedikit sudut bibirnya, sementara Adera tertawa mendengar gurauan dari mamahnya.
---------
horeeee akhirnya update. Ada yang nunggu cerita ini gak?
Maaf karena aku jarang banget up sekarang. Karena aku sibuk banget. Apalagi ulangan beberapa hari terakhir jadi aku jarang buka wattpad.
Terima kasih sudah membaca😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Atas Luka
Teen FictionAdera Aurelia Fathina hanyalah gadis sederhana, meskipun keluarga termasuk keluarga berada. Ia hidup dengan kasih sayang orang tua, sahabat dan orang-orang di sekitarnya. Ia bergabung dengan organisasi PMR, alasannya karena ingin menolong banyak ora...