13. Tanpa Dirinya

107 14 8
                                    

Rasya yang kini disibukkan dengan desain baju yang akan dibuatnya dihentikan oleh sebuah panggilan dari nomor asing. Ia mendapat kabar bahwa Dicky masuk rumah sakit karena kecelakaan. Memang ia tidak bertemu Dicky 2 hari terakhir, tapi ia tidak percaya jika adiknya itu kecelakaan. Bisa saja dia ditipu dengan alasan kecelakaan dan minta uang, Rasya bukan orang yang gegabah dalam bertindak.

Rasya hanya menampilkan wajah datar saat yang menelponnya mengaku tidak ingin meminta imbalan apapun. Ia mulai percaya bahwa kabar yang di dapatnya sekarang benar.

Seseorang yang bernama Adera telah memberitahukan lokasi dimana Dicky dirawat. Ia meninggalkan pekerjaannya dan langsung menuju rumah sakit sesuai dengan pemberitahuan Adera.

Begitu ia bertanya pada resepsionis, ia semakin khawatir karena kabar tersebut benar. Ia mulai menuju kamar Dicky. Ketika pintu terbuka, ia melihat adiknya yang terbaring dengan infus dan beberapa perban di tubuhnya.

Dicky menolehkan kepalanya ke arah pintu waktu mendengar seseorang masuk. Ia kira yang datang adalah Adera, namun dugaannya salah. Justru kakaknya yang datang kemari.

"Kakak," ucap Dicky merasa tidak percaya dengan yang dilihatnya

"Kabar itu ternyata benar. Loe bener-bener ada di tempat ini dengan infus dan perban yang melilit di tubuh loe. Gue cemas karena loe gak pulang. Waktu gue tau, gue malah liat loe dengan keadaan begini."

"Gue udah baikan kok, kak. Loe gak perlu khawatir sama kondisi gue."

"Loe udah baikan? mata gue gak rabun sampe gak liat kondisi loe yang begini. Sakit gak?"

"Lumayan sih, tapi gue kan kuat."

"Gak usah becanda, malam ini juga loe bakal di pindahin ke rumah sakit yang ada di Singapura. Di sana peralatannya lebih canggih. Loe akan dapat pengobatan terbaik di sana."

"Gak usah, kak. Gue bentar lagi pulih kok, tinggal nunggu beberapa hari lagi gue bisa keluar dari rumah sakit."

"Gue gak nerima penolakan loe. Gue bakalan tetap mindahin loe ke Singapura. Ini buat kebaikan loe juga. Mami sama Papi juga gak keberatan gue mindahin lo ke sana. Loe siap-siap aja, gue udah ngurus semuanya."

"Nggak bisa gitu dong, gue baik-baik aja di sini."

"Keputusan gue final, Ky. Gak bisa dirubah lagi. Gue mau loe bener-bener pulih dengan pengobatan terbaik."

"Terus Adera gimana? dia tau?" Dicky justru memikirkan tentang Adera. Biar bagaimanapun, cewek itu yang selama ini merawatnya.

"Cewek itu? gak usah peduliin dia. Loe fokus aja sama pengobatan loe. Lagipula dia cuma orang asing, gak ada keperluan lagi dengan loe."

Dicky ingin membantah lagi, tapi ia tidak bisa. Rasya sudah membuat keputusan yang tidak bisa ditolak. Apalagi di saat kondisinya yang masih belum pulih total. Sepertinya ia memang harus mengikuti keinginan kakaknya. Tentang Adera? ia masih belum tau.

Malam ini juga Dicky dipindahkan ke rumah sakit yang ada di Singapura sesuai dengan keinginan Rasya. Ia akan fokus terhadap pengobatannya dulu.

***

Adera berada di dapur untuk membantu Mamahnya memasak makan malam . Ia sedang memotong bawang, namun pikirannya berada di tempat lagi. Ia lebih sering melamun sekarang.

Dinda bingung dengan tingkah anaknya tersebut. Tidak biasanya bersikap seperti ini. Ia memanggil nama anaknya, namun tidak mendapat respon. Ia pun menyentuh pundak Adera, membuat lamunanannya hilang.

"Eh, kenapa Mah?" tanya Adera

"Kamu yang kenapa? kamu mikirin apa?"

"Nggak kok, Mah."

"Beneran? kamu ketahuan mikirin sesuatu lho, gak mau cerita sama Mamah?" bujuk Dinda

"Aku kepikiran kak Dicky terus, Mah. Aku khawatir sama keadaan dia."

"Dia sama keluarganya. Dia pasti baik-baik aja."

"Aku tau, tapi entah kenapa aku tetap aja khawatir. Aku juga gak tau penyebabnya."

"Percaya sama Dicky, bahwa dia bakalan baik-baik aja. Mending kamu istirahat aja, biar Mamah yang masak."

"Tapi, aku mau bantuin Mamah." Adera bersikeras ingin membantu

"Kamu gak fokus gitu, takutnya nanti malah luka. Mending kamu istirahat, biar Mamah yang ngurus soal dapur. Lagipula bentar lagi selesai kok."

Dinda berusaha membujuk Adera untuk beristirahat. Terlalu bahaya melamun sambil memasak. Takutnya bukan Bawang yang dipotong, malah jarinya sendiri. Untuk mencegah itu, lebih baik Adera beristirahat untuk menenangkan dirinya.

"Aku istirahat dulu ya, maaf gak bantuin Mamah masak sampe selesai." Adera mencuci tangannya

"Gak papa, Mamah masih bisa ngurus."

Adera melangkahkan kaki keluar dari dapur. Ia jadi merasa bersalah karena tidak membantu Mamahnya memasak. Ia juga berusaha untuk tidak memikirkan Dicky lagi.

Cinta di Atas LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang