2 minggu telah berlalu semenjak Dicky dipindahkan ke Singapura. Adera kini kembali ke dunianya, seperti dulu saat belum mengenal Dicky. Sosok Dicky sejenak terlupakan, namun peristiwa saat mereka bersama kadang masih terbayang-bayang.
Adera kini membaca buku, namun pikirannya kemana-mana. Terbesit kenangan tentang Dicky, ia jadi merindukan senyuman cowok itu.
Arfan duduk di depan meja Adera. Posisinya berhadapan langsung dengan Adera, dengan menangkup kedua pipinya dengan telapak tangan dan menjadikan kedua sikutnya sebagai penyangga. Ia memandang Adera yang sama sekali tidak terusik dengan keberadaan dirinya.
"Baca buku sampe segitunya, yang di depan di kacangin." ucap Arfan pura-pura cemberut
"Sejak kapan loe di sana?" Adera cukup kaget saat menyadari keberadaan Arfan di depannya.
"Sejak nenek gue mulai ubanan." Arfan mencoba membuat suasana lebih menyenangkan
"Gak lucu, Fan. Gue serius lho."
"Ciee mau di seriusin, nanti gue seriusin kok. Kapan siap?"
Arfan tersenyum, memperlihatkan gigi gingsul miliknya.
"Gue gak mood becanda."
Kali ini Adera yang cemberut. Ia menenggelamkan sebagian wajahnya di antara lipatan tangannya. Sebagian wajahnya lagi menghadap ke arah Arfan.
Arfan mengusap kepala Adera pelan, juga sedikit merapikan jilbab yang dipakai cewek tersebut.
"Kenapa cemberut kayak gini? ada masalah? Jilbabnya sampe berantakan lho."
"Cuma kepikiran sesuatu aja."
"Jangan terlalu dipikirin, nanti makin jadi beban. Gak baik lho buat kesehatan."
"Iya, tau kok."
Adera menjauhkan tangan Arfan dari kepalanya dengan sedikit menghempaskannya. Arfan justru meringis memegangi tangannya. Adera terkejut saat menyadari bahwa tangan Arfan yang barusan mengusap kepalanya terbalut perban, dan kini mengeluarkan darah.
"Maafin gue, gue gak tau kalo tangan loe luka."
Adera bergegas mengambil kotak obat dari dalam tasnya. Ia beralih duduk menjadi di samping Arfan.
"Tahan bentar ya, gue obatin dulu."
Adera mulai membuka perban. Ia melihat beberapa luka gores yang cukup dalam dan mengeluarkan darah. Ia segera menghentikan perdarahan tersebut.
"Gak papa kok, cuma luka kecil." ucap Arfan berusaha tenang, padahal ia berusaha menahan perih di tangannya agar Adera tidak terlalu khawatir.
"Luka kecil gimana? tangan loe berdarah gini lho. Jangan di anggap remeh. Pasti perih kan? tahan dulu ya?"
Adera memoleskan betadine, lalu membalutnya dengan perban yang baru. Setelah itu, ia rekatkan plester pada ujung perban. Ia melakukannya dengan hati-hati.
"Udah selesai, masih perih gak?" tanya Adera dengan nada khawatir
Arfan justru tersenyum menanggapinya.
"Kenapa senyum gitu? Lagi khawatir gini kok malah senyum."
"Gak kok, udah baikan. Makasih udah diobatin."
"Gue minta maaf udah bikin luka loe berdarah lagi." Adera benar-benar menyesal
"Gak papa, udah baikan kok. Tenang aja."
"Kenapa bisa sampe luka gitu? cukup parah pula."
"Tadi loe ngelamun sampe gak sadar kalo tangan gue luka."
"Gue kan udah bilang lagi kepikiran sesuatu."
"Gue udah bilang kan jangan terlalu dipikirin. Sampe gak sadar sama keadaan sekitar." Arfan mengikuti gaya bicara Adera, membuat cewek tersebut kesal.
"Ngeledek gitu, Arfan gitu iih."
"Cuma becanda, jangan cemberut gitu."
"Pertanyaan tadi gak dijawab, gue masih nunggu jawabannya."
"Pertanyaan yang mana? gue lupa." Arfan cengengesan
"Kenapa tangannya bisa luka?"
"Jatuh dari motor kemarin."
"Kok bisa jatuh? makanya hati-hati kalo bawa motor. Selain di tangan, ada luka lain?"
"Cuma lecet di kaki sama jidat."
Adera menyibak rambut Arfan. Ia melihat plester yang menempel di sana.
"Ya ampun, Fan. Sampe punya beberapa luka gini. Mending istirahat di rumah. Gak usah paksain diri sekolah dulu."
"Gue baik-baik aja kok. Adera cerewet juga ya, hahahaha."
"Gak lucu, mulai hari ini sampe loe sembuh, gak usah bantuin Gavyn dulu. Nanti gue aja yang gantiin tugas loe."
"Gak usah, gue masih sanggup kok."
"Nggak terima penolakan, nanti tangan loe sakit lagi. Gak usah capek-capek dulu sampe loe sembuh."
"Gue bilang gak usah, ngerepotin loe doang nanti. Cuma kerjaan kecil, gue masih sanggup ngerjainnya."
"Gak, loe harus banyak istirahat. Gue bakal bilang ke Gavyn dulu."
Adera mulai beranjak, namun tangannya di tahan oleh Arfan. Arfan menggelengkan kepalanya supaya Adera tidak memberitahukan kepada Gavyn bahwa tugasnya dialihkan sementara.
"Dengerin gue, ini buat kebaikan loe. Gak usah maksain diri karena itu cuma bikin kondisi loe menurun. Istirahat aja ya biar cepat sembuh."
Adera mengelus kepala Arfan dan melepaskan tangannya yang di pegang Arfan. Arfan terdiam di tempat sambil melirik Adera yang berjalan ke arah meja Gavyn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Atas Luka
Teen FictionAdera Aurelia Fathina hanyalah gadis sederhana, meskipun keluarga termasuk keluarga berada. Ia hidup dengan kasih sayang orang tua, sahabat dan orang-orang di sekitarnya. Ia bergabung dengan organisasi PMR, alasannya karena ingin menolong banyak ora...