Aku berangkat ke kampus sedikit terlambat. Tapi untung saja masih ada sepuluh menit sebelum kelas pertama dimulai. Ketika masuk gerbang Fakultas, banyak pasang mata memperhatikanku. Aku mengacuhkan mereka semua walau sebenarnya hatiku merasa gerah. Aku tidak suka diperhatikan, apalagi oleh mereka yang sepertinya membenciku. Dari pengalamanku di SMA dulu, aku tidak pernah lagi membuat masalah pada 'mereka' yang suka menyebarkan fitnah dan gampang terbawa gosip. Tapi sekarang aku malah mendapat masalah. Semoga saja aku tidak dipanggil ke ruang Rektor."Hai kak, Rose."
"Hallo." untung masih banyak adik tingkat dan teman seangkatanku yang tidak kemakan oleh gosip itu. Atau ... Mereka hanya baik di depanku? Ah tidak, aku tidak boleh berpikiran buruk. Setidaknya aku sedikit berjasa untuk mereka sebagai mahasiswa semester dua yang aktif di UKM.
Aku masuk kedalam kelas pertama yang ramai oleh teman-temanku yang sedang mengerjakan sesuatu. Untung saja aku anak yang tidak mau menumpuk tugas, jadi aku kerjakan semua tugas setiap malam, nyicil. Aku hanya melipat kedua tanganku di meja dan menenggelamkan wajahku diantara lipatan tangan.
Bahuku ditepuk oleh seseorang. Aku mendongak dan melihat Josen sudah berdiri di hadapanku.
"Rose, gue mau ngomong." Josen menatapku. Beberapa orang dikelas memperhatikan kami. Aku mengangguk dan mengikuti langkah Josen keluar kelas.
"Kenapa, Sen?" aku tidak bisa membenci siapapun. Josen sebenarnya anak yang baik, dia juga cerdas di SMAnya dulu-aku dengar dari teman satu sekolahnya dulu-tapi sekarang Josen menjadi anak yang 'bebas pergaulan' dan malah gabung dengan The One. Walau begitu, sifat baik dan menyenangkan masih tertanam dalam dirinya.
"Maaf ya, Ce. Gara-gara gue lo jadi digosipin anak-anak. Dan soal kemaren Gilang dan temen-temen gue yang ngelabrak lo, tolong dimaafin ya." aku sudah mengira ini akan terjadi. Aku mengangguk dan tersenyum padanya.
"Gapapa, Sen. Gue tau kok kalau mereka salah paham. Tapi, Sen, lo ga kenapa-napa kan? Kenapa waktu itu lo bisa digebugin?" lebih baik aku tanyakan ini sekarang.
"Ya ... Kebetulan ketemu segerombol anak Nusa Indah. Trus dikroyok deh karena gue juga emang sempet ada masalah sama mereka. Gue gapapa kok, Ce. Thanks ya." aku mengangguk paham. Josen dan aku kembali masuk ke kelas.
Akhirnya aku bisa lega. Tapi mungkin beberapa temannya masih sedikit tidak suka padaku. Terutama Bella dan Danu yang kemarin sempat aku bentak. Ah, sudahlah.
—•—
Dua bulan kemudian..
Aku kembali masuk kampus setelah menjalani liburan panjang semester. Semua berjalan lancar dan masalah Josen sudah mulai terklarifikasi. Aku merasa tenang sekarang.
Saat liburan juga aku, Rensa dan Vio sempat berQuality Time. Kami pergi ke Mall dan menonton pertunjukan tari. Cukup mengasikan. Aku mendapat banyak hadiah dari kuis dan game yang kami ikuti. Pengetahuanku tentang budaya tari tak terlalu buruk ternyata.
Sekarang aku tengah mengerjakan soal kuis harian dari Mr. Ben. Cukup sulit ternyata. Aku memang sedikit lemah dalam Sintaksis, tapi semenjak duduk bersama Lena, aku mulai menguasainya sedikit demi sedikit. Melihat soal Siktaksis ini, membuatku teringat Daniel yang selalu mengajariku prinsip dan aturan Sintaksis saat kami dekat dulu. Ah sial, kenangan tentang dia selalu melintas setiap ada hal-hal yang menyangkut tentangnya.
...
"Ah susah banget sih tadi kuis." kataku, terus menggerutu ketika yakin kalau nilaiku pasti jelek. Daniel tertawa dan menggelengkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choco Granule
Teen FictionHidup ku gelap. Banyak masa dimana aku mengalami kesepian. Hidupku pahit, seperti Cappuccino tanpa gula. Sedangkan hidupnya? Baik-baik saja. Hampir berjalan mulus. Hampir, karena mungkin aku sudah menjadi sedikit noda dalam hidupnya Kalau aku Cappuc...