"Like your name, Rose. this is Rose, and they are Roses."
-----
Daniel dan Rose sampai di Jakarta setelah satu jam tiga puluh menit perjalanan. Pria itu langsung mengantar Rose ke rumahnya, walau awalnya Rose minta diturunkan saja di halte bus, tapi karena Daniel berpikir hari semakin gelap, ia harus mengantar Rose pulang.Rose segera turun dari motor Daniel, ia hendak mengucapkan terima kasih, tapi terdengar suara pintu rumah yang terbuka.
"Rose?"
Gadis itu menoleh, mendapati Edgar sudah berdiri di depan rumah. Dengan cepat Rose menyerahkan helm yang dipakainya pada Daniel.
"Thanks, hati-hati."
Sebenarnya itu perkataan sebagai tanda mengusir secara halu, tapi entah kenapa Daniel malah turun dari motornya, dan mendekat kearah Edgar. Rose yang kebingungan hanya mengikuti dari belakang.
"Selamat malam, Kak."
"Malam, kamu siapa?"
"Saya temannya, Rose. Kebetulan kami ketemu di tempat ice skate. Kalau gitu, saya pamit."
"Tunggu, kenapa buru-buru? Nggak mau masuk dulu? Kamu sudah antar Rose pulang."
"Kak—" Rose hendak memperingati Edgar.
"Ah, nggak usah, kak. Saya masih harus ke tempat lain." tapi Daniel langsung menolaknya. Seakan tau apa yang dipikirkan Rose.
"Kalau gitu, terima kasih ya sudah antar Rose pulang. Dan hati-hati."
Daniel mengangguk, memberi salam dan senyum terakhir pada Edgar, juga pada Rose. Pria itu segera pergi dengan motornya.
"Mantan kamu kan?"
"Eh?"
— • —
"Happy Birthday, sayang!"
Rose disambut dengan teriakan dan suara ledakan balon dari dalam rumahnya. Ia melihat kedua orang tuanya sudah tersenyum penuh kasih sayang kepadanya di meja makan. Tidak lupa dengan kue ulang tahun tiramisu kesukaannya dengan lilin menunjukan angka 22.
"Papa?!" Fokus Rose hanya kepada Hendry yang sekarang memegang balon bertuliskan 22.
"Kok cuma Papa yang dipeluk? Mama nggak?" ucap Reline.
Rose tertawa pelan, kemudian ia memeluk kedua orang tuanya. Walau usianya sudah tidak bisa dibilang remaja, tapi terkadang Rose selalu ingin menangis dan merasa bersikap kekanak-kanakan. Dirinya tahu itu, tapi ia juga tidak bisa membohongi kalau masih menginginkan kasih sayang yang lebih banyak dari kedua orang tuanya.
"Tiup lilinnya dulu, sayang."
"Oce tadi udah tiup lilin!"
"Lagi!"
Rose mengangguk pelan, ia memejamkan matanya. Kali ini ia berdoa tentang kebahagiaannya bersama keluarganya.
"Selamat ulang tahun ya, Oce anak mama. Maaf kami selalu nggak ada waktu untuk kamu. Tapi tahun ini, spesial banget karena bang Edgar sudah menyiapkan sesuatu."
"Hah? Apatuh?"
"Liburan ke Venesia!"
"SERIUS?! BANG?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Choco Granule
Roman pour AdolescentsHidup ku gelap. Banyak masa dimana aku mengalami kesepian. Hidupku pahit, seperti Cappuccino tanpa gula. Sedangkan hidupnya? Baik-baik saja. Hampir berjalan mulus. Hampir, karena mungkin aku sudah menjadi sedikit noda dalam hidupnya Kalau aku Cappuc...